Perempuan dan laki-laki merupakan bagian utuh dari entitas bangsa, dan seluruh hak-hak termasuk hak politik dijamin konstitusi. Saat perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama bisa aktif dalam berbagai bidang dan membuat keputusan, maka kebijakan yang mucul menjadi representatif dan inklusif, terutama keputusan untuk mencapai pembangunan desa ke arah yang lebih baik. Perjuangan perempuan untuk dapat didengar, dipertimbangkan, dan menempati posisi penting masih lemah sehingga tidak sedikit perempuan di desa yang tidak pernah terlibat dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Perempuan harus didorong terus semangat, percaya diri, tidak malu dan takut, serta tampil menjadi perempuan yang aktif. Permasalahan seperti ini juga dihadapi oleh perempuan-perempuan di desa Tanatuku, kec. Nggaha Ori Angu, Kab. Sumba Timur.
Berangkat dari pergumulan tersebut, Program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba terus menyuarakan hak-hak perempuan dan potensi kepemimpinan perempuan. Bertempat di dusun 4 Waiwakih (30/03/2023), Elisabeth sebagai pendamping memberikan pandangan dan membuka harapan kaum perempuan dengan membuka wawasan pentingnya perempuan pemimpin. Agar perempuan bisa menjadi pemimpin, maka perempuan harus kuat terlebih dahulu, mulai dari kemampuan mengurus diri sendiri, mengurus rumah tangga hingga ke hal-hal yang lebih besar. Pada umumnya pemimpin perempuan yang berhasil ialah mereka yang berhasil menata rumah tangganya. Salah seorang peserta diskusi, Lodiana Hembir, menanggapi, ”Saat ini rasa kepedulian dan kemauan perempuan untuk duduk bersama mendiskusikan sesuatu hal yang penting terasa berkurang. Tidak hanya urusan di desa, urusan di gereja pun banyak perempuan enggan untuk terlibat.” Sementara peserta lain, Yuningsih, beranggapan bahwa penyebab perempuan di desa kebanyakan mati minat karena mereka merasa tidak dianggap, merasa tidak punya kemampuan untuk berbicara dengan baik dan bahkan tidak mempunyai pengalaman dalam berorganisasi.
Elisabeth menyampaikan, “Saya berharap bahwa kaum perempuan yang hadir pada saat ini, jika mau menjadi perempuan yang berbobot maka harus terus belajar, bisa menjadi teladan, bersemangat membangun kebersamaan, hingga terbentuk organisasi perempuan di Waiwakih, Tanatuku.” Elisabeth juga menegaskan beberapa poin menjadi perempuan yang berkualitas seperti bijaksana mengontrol ego agar tidak mudah bawa perasaan, menunjukkan sifat dewasa, dan tidak mudah termakan omongan orang, mampu melihat segala sesuatu secara menyeluruh dari berbagai sudut pandang, dan mampu berkomunikasi dengan baik. Kemampuan berkomunikasi menjadi modal utama seorang pemimpin perempuan untuk berinteraksi, menyampaikan informasi dan membangun hubungan agar tetap kondusif dan berjalan baik.
Diskusi berlangsung seru, peserta berharap semakin banyak kaum perempuan yang bergabung dalam komisi perempuan dan mau belajar bersama-sama. Mereka sangat antusias untuk ada dalam satu komunitas yang bertumbuh dan bisa berdampak positif bagi keluarga dan sekelilingnya, seperti yang sudah dilakukan teman-teman perempuan di komunitas tenun Kawara Panamung. Perempuan pasti bisa! ***