Perempuan merupakan sumber daya potensial, jika diberi kesempatan akan maju dan meningkatkan kualitasnya secara mandiri, menjadi penggerak kehidupan dan pembangunan bangsa. Namun fakta menyatakan bahwa masih tinggi tingkat kekerasan terhadap perempuan, kesenjangan pembangunan antara perempuan dan laki-laki, dan terbatasnya akses sebagian perempuan untuk pendidikan yang lebih tinggi. Secara kultural, perempuan masih dibelenggu oleh budaya patriarki, perempuan di sektor domestik, laki-laki di sektor publik. Dilihat dari partisipasi perempuan di desa dalam kepemimpinan, masih rendah khususnya di desa Tanatuku, Kec. Nggaha Ori Angu. Dalam situasi ini Program Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba terus bergerak menjadi wadah, memberi ruang terhadap perempuan-perempuan muda di desa untuk bersuara.
Diskusi dan berbagi pengalaman tentang kiprah perempuan penggerak akan menjadi salah satu pendorong para perempuan untuk melangkah lebih maju. Bersama Ince Riani Anika Salean seorang aktivis perempuan muda yang sudah berkiprah di daerahnya, Lewa Tidahu, Sumba Timur, ia menggerakkan perempuan desa dalam berbagai bidang, membentuk organisasi perempuan dan membangun rumah literasi didesanya, kelompok perempuan program Multiplikasi Stube HEMAT berkumpul untuk berdiskusi (Jumat, 24/02/2023). Narasumber mengawali pembicaraannya dengan mengangkat RA Kartini, tokoh yang memperjuangkan hak-hak perempuan untuk belajar di sekolah dan memimpin organisasi supaya perempuan memiliki sifat demokratis dan rasa kepedulian, dan membuktikan bahwa perempuan pun berkompeten untuk menjadi pemimpin organisasi.
Ira Padu Lemba, mahasiswa Akademi Keperawatan bertanya, “Bekal apa yang harus perempuan miliki jika ingin menjadi tokoh perempuan yang berpengaruh dan bisa menjadi pemimpin?” “Untuk menjadi seorang pemimpin tidak saja dibutuhkan bakat, tetapi juga dibutuhkan kemampuan dan keahlian yang dilatih sejak muda, dan inilah manfaatnya bagi kita untuk terlibat dalam setiap organisasi,” tegas narasumber. “Pemimpin harus visioner, partisipatif, berkarakter, cerdas secara spiritual, emosional, sosial, maupun intelektual juga adanya passion kompetitif. Lantas, apa yang harus dilakukan sebagai perempuan pemimpin? Perempuan harus mampu membangun personal branding atau citra diri yang positif, baik sebagai individu, ibu, mitra suami, sebagai pemimpin atau pelayan masyarakat. Perempuan harus memahami konsep diri, yaitu kesadaran, sikap, dan pemahaman, tentang siapa diri kita, apa cita-cita kita, apa kekurangan, kelebihan, kemampuan, kekuatan, dll. Perempuan pemimpin juga harus penuh percaya diri, mempunyai keyakinan yang kuat akan tindakannya dan mampu menyatakan perasaan dan pendapatnya, tanpa menyakiti perasaan diri-sendiri atau perasaan orang lain, tanpa mengganggu hak orang lain,” papar narasumber.
Narasumber kembali menceritakan pengalamannya selama ia menggerakkan banyak perempuan muda di desa dan membentuk organisasi perempuan. Ia juga menegaskan mengapa perempuan harus tampil dan ikut mengambil kebijakan, karena partisipasi perempuan diharapkan dapat mencegah kondisi yang tidak menguntungkan bagi kaum perempuan dalam menghadapi masalah stereotip terhadap perempuan seperti diskriminasi di bidang hukum, kehidupan sosial dan juga eksploitasi terhadap perempuan. Ia bercerita pernah menangani kasus kawin tangkap hingga ke proses hukum dan pada akhirnya korban kembali mendapatkan haknya untuk bebas hidup bahagia. Pada akhirnya perempuan harus terus menunjukkan eksistensinya dan perlu berdaya karna suara mereka menentukan arah pembangunan di tempat mereka berkiprah. Mulai dari sekarang perempuan harus menunjukkan bisa menjadi pemimpin, bukan pemimpi. ***