Hak hidup yang salah satunya didukung oleh kualitas kesehatan, sering terabaikan karena kelalaian negara, pengabaian, maupun pelaziman budaya. Misalnya, angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih cenderung tinggi, Kementerian Kesehatan RI mencatat 183 kasus per 100 ribu kelahiran pada tahun 2022. Sementara di NTT per Juni 2022 tercatat 63 kasus kematian ibu melahirkan. Dunia global terus memperjuangkan bahwa pada tahun 2030, angka kematian ibu melahirkan didorong turun dan harus di bawah 70 kasus per 100 ribu kelahiran hidup.
Di Sumba, pengabaian layanan Kesehatan, kelalaian orang-orang terkait dengan tanggung jawab kesehatan jarang dianggap sebagai persoalan yang krusial. Terlebih berbagai praktek budaya yang merapuhkan kualitas hidup perempuan, kurangnya pengetahuan akan kesehatan, sehingga banyak perempuan lebih memilih acuh tak acuh akan kesehatan diri. Dari latar belakang ini maka penting bagi perempuan-perempuan desa khususnya di Kabupaten Sumba Timur yang dikenal sebagai daerah terluar, terpencil dan tertinggal, diberi pemahaman mengecek kesehatan secara rutin untuk terpenuhinya hak-hak kesehatan.
Kesadaran atas hak kesehatan juga ditanamkan pada kelompok perempuan komunitas tenun ikat di Tantuku, Kec. Nggaha Ori Angu. Multiplikasi Stube HEMAT di Sumba bekerjasama dengan perawat dan kader desa hadir memeriksa kesehatan ibu-ibu peserta kelompok tenun di Tanatuku terhadap penyakit endemik Malaria (10/02/2023). Kader kesehatan Kalita Mboru didampingi perawat Jeni, terlebih dahulu menyampaikan pentingnya memeriksa kesehatan secara berkala seperti tes malaria. Peserta yang hadir juga diajarkan pola hidup sehat, seperti tidur menggunakan kelambu untuk menghindari gigitan nyamuk Malaria yang membawa parasit atau bakteri yang akan menginfeksi sel darah merah. Selain gigitan nyamuk, malaria dapat menjangkit manusia melalui tranfusi darah, pemakaian jarum suntik, dan janin bisa terinfeksi dari ibunya.
Dari penjelasan tersebut, selanjutnya dilakukan tes sampel darah. Satu-persatu peserta tenun memasukkan daftar nama dan menunggu giliran untuk dipanggil. Namun, ada peserta yang enggan untuk melakukan tes darah karna takut dengan jarum. Asri Kaita Endi berkata, “Aiiii nyungga ndi’a angu, ku mangadat pakadjuku, ndaku torung a,” dalam Bahasa Sumba yang artinya “saya tidak berani melakukan tes darah karena takut.” Setelah diberikan pemahaman akhirnya semua peserta melakukan tes darah. Perbincangan pun terjadi berkaitan dengan pengalaman kesehatan yang dialami oleh kebanyakan perempuan, baik itu di keluarga maupun di lingkungan sekitar. Kasus kesehatan yang paling banyak ditemui adalah maag kronis, namun masih dianggap penyakit biasa, disusul penyakit malaria, dan kelalaian ibu hamil untuk menjaga asupan diri saat hamil.
Dalam pemeliharaan kesehatan, perlu ditegaskan bahwa setiap perempuan harus menempatkan kesehatan dan keselamatan diri menjadi hal paling utama dari semua urusan. Menerapkan pola makan sehat, olahraga, mengkonsusmsi vitamin dan suplemen, rajin memeriksa kesehatan harus selalu dilakukan perempuan. Perempuan sehat akan melahirkan generasi yang sehat dan kuat. ***