Selasa (16/02/2021), kelompok tenun Stube-HEMAT melakukan aktivitas yang tidak biasa dilakukan sebelumnya oleh mereka. Setelah perminyakan pada helaian benang di minggu sebelumnya, kali ini mereka masuk tahapan pewarnaan dengan menggunakan akar mengkudu/kombu. Proses ini sangat menyita perhatian mereka karena harus menggunakan tenaga ekstra untuk menumbuk akar dan kulit dari mengkudu yang berjumlah banyak. Kegiatan yang dimulai pukul 09.00 pagi, baru selesai pada pukul 18.00 sore. Ada yang bertugas memotong kecil-kecil kulit mengkudu, dan yang lain bertugas menumbuk dan memeras akar mengkudu yang sudah hancur.
Akarnya yang berukuran kecil menghasilkan warna merah, agar hasil lebih baik, mengkudu yang digunakan adalah mengkudu yang berdaun dan berakar kecil. Akar mengkudu dicampur kulit dan daun loba (soka) yang ditumbuk dan dicampur jadi satu untuk memperoleh warna merah yang lebih bagus. Akar kombu dipotong kecil-kecil lalu dimasukkan ke dalam lesung dan ditumbuk menggunakan alu, kemudian dicampur kulit dan daun loba lalu airnya diperas. Setelah itu, proses mewarnai untuk warna merah dilakukan dengan cara mencelupkan hemba/kain ke dalam ramuan kombu dan dilakukan 2-3 kali pencelupan dan perendaman yang mana 1 kali perendaman memakan waktu 1-2 malam, yang selanjutnya dijemur hingga benar-benar kering. Pekerjaan mewarnai dengan rendaman mengkudu ini disebut kombu dan pelakunya disebut makombu.
Peserta kelompok tenun sangat antusias dalam mengikuti dan menyelesaikan tahapan dari pewarnaan pada kain tenun. Dengan semangat kekompakan dan keingintahuan mereka yang besar, rasa lelah berlalu begitu saja. Banyak kesan yang mereka dapatkan selama mengikuti proses dari awal hingga tahapan pewarnaan. Ibu May Nggiri, salah satu peserta kelompok tenun mengaku sangat mengapresiasi usaha ibu-ibu penenun yang sudah lebih dulu menenun, “Wajar harga dari kain tenun asli Sumba Timur sangat mahal karena prosesnya yang sangat panjang dan juga menggunakan tenaga ekstra”, tegasnya. Di sela sibuk pewarnaan Kombu, anak-anak sekolah minggu juga menunjukkan sikap mereka untuk belajar menenun. Mama Yustina, pelatih tenun mengajak mereka untuk membuat benang terlebih dahulu agar bisa mempelajari proses dari awal. Ini adalah langkah bagus untuk mempersiapkan generasi penerus dari penenun. Semangat yang ditunjukkan oleh pemuda dan ibu-ibu juga turun kepada anak-anak sekolah minggu.
Sambil menunggu benang tenun yang sudah dikombu mengering, peserta kelompok kembali mempelajari macam-macam desain motif yang ada di Sumba Timur. Motif menjadi tolok ukur dari kemegahan sebuah kain tenun. Oleh sebab itu, penting bagi kelompok pemula untuk terus belajar mendalami setiap motif tenun Sumba Timur sehingga bisa menciptakan motif tenun sendiri berbasis wilayah.***