Tenun ikat mempunyai pengaruh besar pada kebudayaan masyarakat Sumba Timur. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya kebutuhan dan keperluan akan kain tenun ikat dalam berbagai upacara adat. Seperti dalam upacara perkawinan, tenun ikat dijadikan sebagai mahar kawin, dimana mempelai pria akan membawa sarung atau Lau dalam proses adat meminang, sementara itu mempelai wanita akan membalas dengan hinggi (kain) sebagai tanda bahwa mempelai pria telah di terima. Dalam acara adat kematian, tenun ikat dipakai sebagai pembungkus jenazah. Kain pembungkus tersebut berasal dari kerabat orang yang meninggal, dimana masing-masing akan membawa selembar kain sebagai pembungkus jenazah. Selain itu, kain tenun ikat dijadikan pakaian adat masyarakat Sumba Timur.
Dalam perkembangannya, tenun ikat semakin dikenal dunia dan hal ini bisa dilihat dari banyaknya wisatawan yang datang dan membeli kain tenun sebagai cinderamata. Melihat peluang tenun ikat yang dapat membantu perekonomian keluarga sekaligus melestarikan budaya lokal di Sumba Timur, maka dari itu kelompok tenun Stube HEMAT terus membangun semangat kekompakan dalam pembuatan kain tenun. Saat ini peserta kelompok tengah mempersiapkan selendang sejumlah 40 lembar dan kain 20 lembar. Hari Rabu, dan hari Jumat adalah jadwal rutin mereka berkegiatan di kelompok.
Pada Jumat tanggal 28 Mei dan Rabu 2 Juni 2021, peserta sudah sampai pada tahap ikat benang dengan menggunakan tali raffia. Motif yang ada pada selendang tersebut adalah motif penyu, buaya, bunga dan bintang. Di sela mengikat benang, mereka juga tengah menyelesaikan proses tenun sarung yang sudah mereka kerjakan selama ini.
Pada kesempatan yang sama, Ibu Handayani, dokter yang sedang bertugas di Kecamatan Kahaungu Eti datang berkunjung di kelompok tenun Stube HEMAT untuk melihat langsung praktek dari peserta kelompok. Setelah melihat, ia tak henti-henti memberi semangat dan apresiasi kepada peserta kelompok, karna yang ia pahami ialah yang dapat melanjutkan tradisi tenun hanya mereka saja yang orang tuanya generasi penenun. Sedangkan di kelompok tenun Stube HEMAT hampir semua adalah pemula dan bukan dari keluarga penenun. Berikutnya juga karena daerah Tanatutuku, Kec. Nggaha Ori Angu bukan daerah penghasil tenun, tetapi pada akhirnya sekarang semua orang pada membicarakan bahwa di Tanatuku pada akhirnya ada sebuah kelompok tenun yang sedang berproses menenun.
Dokter Handayani tidak hanya datang untuk sekedar mengapresiasi tetapi Ia juga memberikan pengalamannya dalam hal mempromosi kain tenun. Ia adalah seorang dokter yang tidak hanya fokus pada profesinya sebagai dokter, tetapi juga punya kecintaannya dalam dunia tenun, dan sekarang Ia memiliki butik tenun sendiri yang sudah dia kelola dan mendapatkan income yang luarbiasa. Selama diskusi tersebut Ia menyarankan jika menjual tenunan tidak harus dalam berbentuk kain tetapi bisa dimodif dalam bentuk masker, taplak meja, gorden, sarung bantal, hiasan dinding dan lain sebagainya, juga membuat akun tenun sendiri supaya mudah dipromosikan. semua ke depannya beliau siap membantu dalam hal cara mempromosi.
Peserta kelompok sangat bersemangat dan antusias dengan kehadiran dokter Ety. Tidak hanya mengenai tenun, tetapi mereka juga mengeluhkan akan keberadaaan kesehatan mereka saat ini. Seperti sakit belakang, sakit dada, sakit pinggang dan lain sebagainya. Marlin Tanggu Hana mengeluh pinggangnya sakit, “Bu dokter saya punya pinggang ini sakit sekali, bu dokter kasih obat dulu supaya saya bisa lebih semangat tenun”, celotehnya sembari ketawa. Dokter Handayani pun menjawab, “Nanti saya datang lagi dan siap memeriksa kesehatan kalian semua di sini dan beri kalian obat,” responnya sambil tersenyum.
Setelah memasuki tahapan menenun, tidak sedikit dari peserta mengeluh sakit pinggang, karena pada saat menenun peserta harus masuk dalam lingkaran alat tenun dan pinggang mereka harus diikat kencang dengan alat tenun sehingga disaat proses menenun mereka harus tetap duduk tegap sambil mengencangkan tali ikatan. Wajar jika mereka mengeluh sakit pinggang, karna mereka kebanyakan adalah pemula dalam proses menenun. Walaupun demikian, tidak sedikit pun mengurangi semangat mereka untuk terus menenun kain tenun ikat Sumba. ***