pada hari Rabu, 26 November 2014
oleh adminstube

 





BUNGA KERANG
Kreasi Anak Negeri
 
Sesuatu yang tak berharga bisa menjadi indah dan sangat berharga. Inilah pemikiran orang-orang yang kreatif dan penuh dengan cara disaat orang lain tidak memikirkan. Ide gila kadangkala menjadi sesuatu yang sangat berharga dan justru mendapat acungan jempol dari masyarakat. Masyarakat modern memikirkan hal ini untuk menunjang kebutuhan hidup atau bahkan hanya untuk sebuah kepuasan tersendiri untuk mempunyai karya yang dibanggakan.
 
 
Layaknya kumpulan cangkang kerang yang tak berharga di pinggir pantai, berserakan, tak berharga, diinjak para penikmat keindahan pantai atau para nelayan yang menepikan sampannya. Tetapi ditangan orang kreatif cangkang itu menjadi sesuatu yang berharga dan jauh lebih indah. Bagaimana cara membuat cangkang kerang yang berserakan di pantai menjadi berharga dan ditempatkan di tempat yang lebih baik?
 
 
Anton salah satu aktivis Stube-HEMAT Sumba telah membuktikan kreativitasnya dengan cangkang-cangkang ini. Saat ini dia mengajak teman-teman Stube-HEMAT Sumba untuk mencoba membuatnya. Kelompok muda kreatif ini datang ke pinggir pantai dan memilih cangkang kerang yang dilihat unik dan menarik untuk dibawa pulang, dibersihkan dan dijemur hingga benar-benar kering. Setelah bahan siap, cangkang kerang direkatkan dengan ditempel memakai lem khusus. Pilih cangkang kerang itu dan bentuk menjadi susunan sebuah bunga yang indah. Tempel satu demi satu secara pelan-pelan dan hati-hati untuk mendapatkan hasil yang menarik. Dibutuhkan pemikiran kreatif untuk memilih cangkang kerang yang bisa disusun menjadi sebuah bunga yang indah.
 
 
Anton sendiri sudah mencoba membuat sebuah kreasi berbentuk tanaman bunga yang mirip dengan pohon natal dengan tinggi kira-kira 130 cm. Yuk, rayakan Natal dengan pohon Natal dari cangkang kerang! Selamat mencoba berkreasi.(Yoel).



 


  Bagikan artikel ini

 

pada hari Selasa, 18 November 2014
oleh adminstube
 

 

 
BERPIKIR KREATIF
 
 
MENUJU SUKSES
 
Pelatihan Wirausaha
Stube-HEMAT Sumba
di Aula Sinode GKS,
Waingapu, 14-16 November 2014
 
 


Perkembangan jaman telah memaksa kita berpikir kreatif untuk dapat bersaing dengan berbagai produk dari luar sebagai imbas perdagangan bebas sehingga perlu merencanakan percepatan dan mengembangkan pembangunan ekonomi Indonesia dengan motto Not Business As Usual yang artinya dibutuhkan suatu kreativitas untuk dapat menjawab tantangan yang datang. Bisnis kreatif yang dimaksud adalah peserta dapat mengunakan informasi-informasi di sekitarnya sebagai bahan acuan menjalankan usaha atau bisnis sehingga bisa menjadiicon usaha.
 
Dalam acara pembukaan, koordinator Stube HEMAT Sumba mengharapkan agar peserta dapat mengerti tentang gambaran umum wirausaha bisnis kreatif serta dapat membangun bisnis kreatif mengunakan sumber daya yang ada disekitarnya sebagai salah satu pilihan alternatif bagi konsumen yang memiliki pola konsumtif tinggi. Lebih lanjut peserta diharapkan dapat melihat peluang-peluang yang ada sebagai usaha bisnis dengan memanfaatkan sumber daya yang melimpah.
 
Kegiatan ini dilakukan selama 3 hari, dari tanggal 14 –16 November 2014 dengan materi-materi: 1) Pengertian bisnis kreatif, langkah memulai bisnis kreatif, mengenal dan memahami peluang dan tantangan dalam memulai bisnis kreatif; 2) Memasarkan pertanian organik lewat media, prospek dan tantangan yang dihadapi; 3) Prospek dan tantangan mengelola website www.waingapu.com sebagai usaha kreatif; dan 4) Membuat kerajinan dari laut.
 
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Stube-HEMAT Sumba dengan peserta dari berbagai mahasiswa yang berada di kota Waingapu. Jumlah peserta dalam kegiatan ini sebanyak 30 orang dan telah dibuka kegiatannya dengan beberapa sesi yang diawali dengan perkenalan peserta dan tim, perkenalan program, yang kemudian dilanjutkan dengan presentasi teman-teman mahasiswa dan pemuda gereja yang telah diutus ke Stube-HEMAT Yogyakarta pada bulan September 2014.
 
Selamat berproses untuk menumbuhkan kreativitas. (ABN)

  Bagikan artikel ini

FESTIVAL TIGA GUNUNG W A I   H U M B A   I I I Tindak lanjut Program Ekologi

pada hari Rabu, 15 Oktober 2014
oleh adminstube
 
 
 
Kata ‘Sumba’ atau ‘Humba’ sesungguhnya memiliki arti air, ini terbukti dengan semua daerah utama di Sumba yang telah menjadi ibukota kabupaten diawali dengan kata ‘Wai atau Wee’ yang artinya air. Misalnya kabupaten Sumba Timur ibukotanya Waingapu, Sumba Tengah ibukotanya Waibakul, Sumba Barat ibukotanya Waikabubak dan Sumba Barat Daya beribukota Weetabula.
 
Namun ironisnya, pembangunan di Sumba sering melupakan, bahkan merusak peradaban air yang seharusnya menjadi identitas Sumba itu sendiri. Hal ini bisa dilihat pada pembangunan-pembangunan yang merambah kawasan yang dikenal dengan kawasan Tiga Gunung. Kawasan ini merupakan penyuplai air terbesar di pulau Sumba, terdiri dari  Gunung Wanggameti (Sumba Timur), Gunung Tanadaru (Sumba Tengah dan Sumba Barat) dan Gunung Yawila (Sumba Barat Daya).
 
Festival Tiga Gunung yang disebut Wai Humba dalam bahasa Sumba, adalah jembatan alternatif baru untuk mendekatkan kembali manusia dengan Sang Pencipta dan alam sekitar, khususnya air. Tahun ini Sumba Timur mendapat kesempatan menjadi tuan rumah Festival Wai Humba III, yang diadakan 9 – 12 Oktober 2014. Kegiatan ini diselenggarakan di desa Ramuk, kecamatan Pinu Pahar, Sumba Timur. Rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah:
 
  • Pendakian masal Gunung Wanggameti
  • Pementasan seni budaya dari berbagai daerah di Sumba
  • Penghijauan (Stube-HEMAT Sumba)
  • Pahamang (Rembug budaya)
  • Ibadah Oikumene
  • Persembahan syukur di sungai sekaligus pahamang tuan rumah festival Tiga Gunung ‘Wai Humba’ 2014.

 

Festival ini sesungguhnya merupakan upaya melestarikan budaya Sumba dalam konteks pelestarian dan perlindungan alam dari perusakan, juga sebagai kesempatan untuk mengucap syukur kepada pencipta dan berterima kasih kepada leluhur yang telah menanamkan kearifan alam. Lebih lanjut, festival ini adalah bentuk kreativitas yang dikembangkan dari kebiasaan orang Sumba, yakni ‘Kalarat Wai.’ Kalarat Wai merupakan aktivitas religius yang dilakukan dengan persembahyangan di sumber-sumber air yang ada di pulau Sumba. Hal tersebut sebagai wujud ucapan syukur kepada pencipta atas berkat air yang melimpah dan juga memohon kepada pencipta agar senantiasa memberikan karunia air bagi penduduk Sumba. (IGA).

 


  Bagikan artikel ini

Belajarlah dan Temukanlah!   Refleksi Program Eksposur Stube-HEMAT Yogyakarta  

pada hari Selasa, 30 September 2014
oleh adminstube

 

 

 

‘Experiential Learning’ merupakan bentuk pembelajaran yang lebih bermakna karena memberikan pengalaman langsung kepada anak didik terhadap suatu materi pembelajaran. Bentuk pembelajaran ini memberikan manfaat besar bagi anak didik karena mereka tidak hanya belajar tentang konsep materi saja, namun terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran untuk dijadikan sebagai suatu pengalaman dan menemukan hal-hal baru.

 

 

 

 

Begitu pula Stube-HEMAT Sumba memberi kesempatan kepada mahasiswa dan kaum muda aktivis Stube-HEMAT Sumba untuk belajar di Yogyakarta selama satu bulan. Di Yogyakarta mereka berkesempatan mempelajari topik-topik pembelajaran yang baru antara lain, batik jumputan, sulam pita, jurnalistik dan seni kemasan (packaging). Selain itu juga mengembangkan pengetahuan mereka seperti pertanian terpadu, pertanian lahan pasir, kreasi bambu dan peternakan terpadu.

 

 

 

 

 

 

 

Tahun 2014 ini Benhardyanto Lobo Mone (GKS Makamenggit), Feni Kaita Lepir (GKS Kombapari), Ningsih Tamu Apu (GKS Payeti), Jems Umbu Yiwa Ndapangadung dan Ignasius Umbu Reda Anabuni (STIE Kriswina) dan Yumi Takadjadji (STT Lewa) terpilih menjadi utusan Stube-HEMAT Sumba untuk belajar ke Yogyakarta dari tanggal 4 sampai dengan 29 September 2014.

 

 

 

Jurnalistik menjadi salah satu menu belajar, dimana peserta dilatih mengungkapkan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan, selanjutnya diwujudkan dalam bentuk tulisan. Tulisan-tulisan itu menjadi ‘amunisi’ untuk mendokumentasikan kekayaan budaya Sumba, mempromosikan potensi wisata Sumba, mengungkap fakta masalah sosial masyarakat, mengembangkan kemampuan diri dan bahkan menambah pendapatan.

 

 

 

 

 

Peserta Eksposur Yogyakarta menunjukkan hasil karyanya. Berikutnya, batik jumputan, sulam pita dan seni kemasan (packaging) dipelajari oleh peserta dengan antusias. Keterampilan ini membekali peserta mempromosikan diri dan membangun kemandirian melalui wirausaha souvenir dan asesoris.

 

 

 

 

 

Pertanian dan peternakan yang sehari-hari sudah diterapkan di Sumba diperkaya dengan pengetahuan pengelolaan pertanian terpadu dan sistem pemeliharaan babi yang berkualitas. Pertanian terpadu dengan memanfaatkan air irigasi yang didistribusikan untuk kolam ikan, ternak itik dan akhirnya masuk ke lahan pertanian. Kemudian ternak babi ditingkatkan melalui perbaikan bibit babi, pemilihan pakan yang sehat dan pemeliharaan yang berkualitas.

 

 

 

Di akhir program, peserta berkomitmen bahwa pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang mereka dapatkan di Yogyakarta akan diterapkan dan dikembangkan di Sumba. Salah satunya seperti yang diungkapkan Ningsih Tamu Apu, “Saya akan menerapkan semua ilmu yang saya dapatkan kepada ibu-ibu yang berada di Wangga Watu, terutama di kelompok Rinjung Pahamu. Bagaimana cara mengolah lahan pertanian dengan baik.”

 

 

 

Saatnya anak muda membangun Sumba menjadi lebih baik. Selamat berproses! (TRU).

 

 

 

 


  Bagikan artikel ini

Tetap Semangat Meski Beralas Kertas   Sebuah Catatan Perjalanan

pada hari Senin, 29 September 2014
oleh adminstube
 

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu itu pun tiba. Tepat jam 05.00 WITA, Senin, 1 September 2014. kami berangkat dari pelabuhan Waingapu berlayar menggunakan Kapal Motor (KM) Awu. Aku bersama lima peserta lainnya yaitu, Ignasius Umbu Reda Anabuni, Feni Kaita Lepir, Ningsih Tamu Apu, Berhardyanto Lobo Mone dan Jems Umbu Yiwa Ndapangadung menjadi utusan Stube-HEMAT Sumba untuk belajar di Yogyakarta selama satu bulan.


“Wahhh......., kapalnya sarat sekali dengan penumpang” pikirku. Akibatnya kami tidak mendapat tempat tidur. Di tengah-tengah kebingunganku itu, karena tidak tahu harus tidur di mana, Abner, salah satu aktivis Stube-HEMAT Sumba, yang kebetulan satu kapal karena ia mengantar adiknya yang akan kuliah, mengatakan, “Tidur saja di situ! mau cari tempat di mana lagi?”
 
 
“Waduh, di situkah?” ungkapku karena terkejutnya disuruh tidur di bawah tangga. Tapi apa boleh buat, tidak ada pilihan lain karena memang tidak ada tempat lain. Dengan beralaskan tikar dari kertas semen kami membaringkan tubuh kami untuk melepas lelah. Dan aku sempat berefleksi bahwa, aku harus bersyukur dengan keadaan ini, dan tidak lama. Sedangkan di luar sana banyak orang yang tidak memiliki tempat tinggal yang harus menjalani hidupnya di emper toko dengan alas kardus bekas.


Meskipun tidur di bawah tangga dan badan sakit ngilu, kami tetap menikmatinya. Aku menemukan pengalaman menarik, sekalipun awalnya tidak saling kenal dengan penumpang yang lain, tetapi karena berasal dari satu daratan Sumba, dan berada di satu kapal akhirnya kami menjadi akrab, bertukar cerita dan suasana menjadi hidup sepanjang hari.
 
Hari berikutnya, dan masih tetap di atas kapal, perlahan kami dapat menikmati tidur dengan nyenyak. Setelah sampai di Benoa, Bali, akhirnya kami mendapat alas tidur yang layak, karena banyak penumpang yang turun di Benoa.
 
Di Tanjung Perak, Surabaya, dari atas KM Awu, aku melihat gedung-gedung yang asing, begitu berbeda dengan keadaan di Sumba. Hati berdebar-debar menunggu saat pertama kali kakiku menjejak tanah Jawa. “Oh, akhirnya aku bisa sampai di pulau Jawa!” kataku. Tak lama lagi aku sampai di Yogyakarta, meski masih ada satu perjalanan menggunakan travel dari Surabaya menuju Yogyakarta.
 

 

Yogyakarta, aku dataaaang! (YUMI)


  Bagikan artikel ini

Perilaku Penumpang Kapal Di Pelabuhan Waingapu, Bima, Benoa dan Tanjung Perak Sebuah Catatan Perjalanan

pada hari Senin, 29 September 2014
oleh adminstube
 
 
Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan. Kapal laut menjadi alat transportasi yang sangat penting dalam menunjang mobilitas penduduk dan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Hal ini mendorong peningkatan kualitas pelabuhan yang tersebar di pulau-pulau di Indonesia.
 
Keberadaan pelabuhan tidak hanya menjadi tanggungjawab syahbandar atau pengelola pelabuhan saja, namun menjadi tanggung jawab masyarakat sebagai penggunanya. Pengalaman saya pertama kali berlayar menggunakan kapal laut, yaitu dengan KM Awu. Hal menarik yang saya amati saat berada di pelabuhan, adalah perilaku penumpang saat naik dan turun kapal.
 
Di pelabuhan Waingapu, Sumba Timur, ketertibannya masih sangat rendah, karena pada saat kapal bersandar di dermaga, antara penumpang yang naik dan yang turun melewati jembatan yang sama, sehingga bertabrakan. Ini disebabkan penjagaan atau petugas keamanannya kurang ketat atau tegas.
 
Begitupun dengan keadaan pelabuhan di Bima, Nusa Tenggara Barat. Ketertibannya masih sangat rendah, bahkan bisa dikatakan lebih parah karena tidak hanya penumpang yang naik dan yang turun saja yang berdesakan di jembatan  menuju kapal, tetapi juga para pedagang yang berusaha naik ke kapal untuk menjajakan dagangan mereka. Mereka melihat peluang dalam kapal sebagai pasar untuk berjualan.
 

 

Hal berbeda nampak di pelabuhan Benoa, Bali, yang ketertibannya atau penjagaannya itu sangat ketat. Penumpang yang akan naik harus menunggu sampai penumpang yang turun selesai terlebih dahulu, baru kemudian calon penumpang diperbolehkan naik ke kapal. Sedangkan di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, arus penumpang naik dan turun pun masih relatif tertib karena penjagaan juga ketat walaupun tidak setertib di pelabuhan Benoa. Semoga semua penumpang dimanapun sadar akan pentingnya ketertiban dan keteraturan untuk memudahkan segala sesuatunya. (FEN)

  Bagikan artikel ini

'AWU'-KU YANG MALANG Sebuah Catatan Perjalanan

pada hari Senin, 29 September 2014
oleh adminstube
 
 
Hari keberangkatan menuju Yogyakarta akhirnya tiba. Aku dan teman-teman satu tim yang terdiri dari Ignas, Feni, Yumi, Budi dan Ningsih berkumpul di dermaga Waingapu, Sumba. Kami menunggu waktu masuk kapal. Kapal yang akan membawa kami ke Pulau Jawa adalah KM Awu. Dia adalah satu-satunya kapal yang membawa pergi dan mengantar orang dari dan ke Pulau Sumba. Sehingga dengan sendirinya ‘Awu’ sudah menjadi bagian hidup dari penduduk Sumba yang akan keluar pulau.
 
Perjalanan yang kami tempuh tidaklah pendek, karena dari dermaga Waingapu kami harus singgah di beberapa pelabuhan seperti Bima di Nusa Tenggara Barat dan Benoa di Bali dan itu memakan waktu kurang lebih tiga hari dua malam. Sungguh perjalanan yang cukup melelahkan bagi kami.
 
Situs resmi PT. Pelayaran Nasional Indonesia menyebutkan bahwa kapal ini adalah kapal buatan Papenburg, Jerman pada tahun 1991. Dengan total kapasitas 969 penumpang, kapal ini dirancang untuk mengangkut 14 penumpang kelas I, 40 penumpang kelas II, dan 915 penumpang kelas ekonomi. Sungguh suatu rancangan yang memadai untuk mengangkut penumpang dengan nyaman. Tentu saja pelayaran kami tidak sendiri. Kami bersama penumpang lain dengan berbagai macam tujuan yang sungguh jumlahnya melebihi ketentuan. Namun demikian perjalanan kami menuju Tanjung Perak sungguh merupakan sesuatu yang berkesan.
 
Sejenak aku merenung di tengah himpitan penumpang berjuang mendapat ruang. Haruskah ‘Awu’-ku berbeban lebih? Kuamati keadaan di atas kapal, benar-benar sesuatu yang mengganggu pikiran, penumpang sangat banyak, dan sepertinya kelebihan muatan. Kami harus tidur di lantai kapal beralaskan kertas semen yang kami beli lima ribu selembar. Sementara banyak penumpang lainnya harus tidur di luar. Sebuah ironi dari Indonesia yang dikenal sebagai negara maritim dengan alat transportasi laut yang tidak mendapat perhatian. Selain itu, jika kapal kelebihan muatan maka resiko bagi penumpang atas keselamatan dirinya.
 



Aku hanya memiliki harapan, bahwa pemerintah khususnya pihak pengelola pelayaran lebih memperhatikan keselamatan penumpang sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa dihindari dan penumpang merasa nyaman ketika menggunakan KM Awu. “..dan Awu-ku berlayar dengan senyum mengembang...”Semoga. (JEMS)

 


  Bagikan artikel ini

Berkat Muncul dari Sebuah Dilema

pada hari Minggu, 28 September 2014
oleh adminstube
 
 
Namaku Jems Umbu Yiwa Ndapangadung, tinggal di Kawangu, Sumba Timur. Saat ini aku  sedang kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kristen Wira Wacana Waingapu, semester 5. Sambil kuliah, aku cukup aktif mengikuti kegiatan Stube-HEMAT Sumba. Beberapa pelatihan Stube yang aku ikuti adalah pelatihan Analisis Sosial, Komputer, Multikultur, serta Gereja dan Politik.
 
Suatu hari aku mendapat kabar dari Yulius Anawaru, salah seorang tim Stube-HEMAT Sumba berupa  kesempatan ke Yogyakarta. Saat mendengar kabar itu aku langsung kaget dan langsung mengalami dilema karena aku merasa senang bisa ke Yogyakarta tetapi sekaligus sedih karena harus meninggalkan bangku kuliah yang jadwalnya cukup padat selama satu bulan. Aku tidak bisa langsung memberi kepastian karena selain posisiku masih di kampus, pembicaraan baru dilakukan lewat telepon, dan aku belum bisa berpikir tenang. Selanjutnya sepulang kampus aku menemui Yulius dan pengurus Stube lainnya di sekretariat Stube-HEMAT Sumba. Mereka semua menanyakan kepastian apakah aku bersedia ikut program Exploring Stube HEMAY Yogyakarta atau tidak.
 
 
Aku akui bahwa waktu itu merupakan saat tersulit buatku mengambil keputusan, antara tetap tinggal di Waingapu atau berangkat ke Yogyakarta. Namun aku juga sadar bahwa setiap keputusan pasti ada resikonya. Enam puluh menit berlalu, aku berpikir dan mempertimbangkan berbagai hal, akhirnya aku memberi keputusan, “Oke, saya berangkat ke Yogyakarta!” Memang diakui banyak orang bahwa kesempatan belajar ke Yogyakarta tanpa biaya pribadi bagaikan mendapat durian runtuh, meskipun awalnya aku merasakan apa yang disebut dilema, aku menikmatinya.
 

 

Satu bulan mengikuti program exploring Stube HEMAT sungguh melengkapi teori-teori yang kudapat dari bangku kuliah. Mengunjungi berbagai tempat untuk belajar, bertemu dengan beberapa praktisi pertanian dan peternakan, serta praktek membuat produk kreatif merupakan model belajar yang menarik dan sangat membantu pemikiran secara utuh. Sepulang dari Yogyakarta, aku akan membagikan pengetahuan dan pengalaman kepada teman-teman di Stube HEMAT Sumba dan orang-orang di sekitarku. (JEMS).
 
 
Aku akan membagikan pengetahuan dan pengalaman kepada teman-teman di Stube HEMAT Sumba dan orang-orang di sekitarku.

  Bagikan artikel ini

Saya Senanggggggg! Tulisan Peserta Eksposur Yogyakarta 2014

pada hari Minggu, 28 September 2014
oleh adminstube
 


Pada tanggal 25 Agustus 2014, tepatnya hari Senin pagi ketika aku sedang sarapan, tiba-tiba telepon berbunyi, dan sang penelepon adalah Apriyanto Hangga, salah seorang tim Stube-HEMAT Sumba. Ia menanyakan keberadaanku dan kuberitahukan bahwa aku sedang praktek pelayanan jemaat di GKS Kawangu. Kemudian Om Yanto, panggilan akrab Apriyanto Hangga, langsung mengatakan, “yaah, gagal dehhh.....”
 
“Berangkat Yogyakarta kah?” teriakku spontan.


Om Yanto mengiyakan.
 
Aku langsung menanyakan jadwal keberangkatannya dan iapun memberitahukan bahwa rencana berangkat tanggal 2 September 2014.
 
“Aku siap ikut karena masa praktekku selesai tanggal 31 Agustus 2014” jawabku dengan mantap.
 
Pada hari itu sekitar jam satu siang, aku diminta segera datang dan bertemu di sekretariat Stube-HEMAT Sumba untuk membahas keberangkatan ke Yogyakarta.
 
Karena begitu senangnya terpilih sebagai peserta utusan belajar ke Yogyakarta, sarapan kutinggalkan begitu saja di atas meja kamar dan aku keluar kamar sambil teriak-teriak dan lompat-lompat.
 
“Kakakkkkkk, saya senanggggggg! Kataku
 
Akhirnya impianku untuk ke Yogyakarta terkabul. Tapi, tak disangka, sarapanku dimakan kucing! Namun biarlah, aku tidak kecewa karena yang terpenting adalah bisa ke Yogyakarta.
 
Tantanganku berlanjut, aku dituntut harus mampu menyelesaikan laporan kegiatan praktek pelayanan jemaat ini dalam beberapa hari yang tersisa sebelum berangkat ke Yogyakarta. Tanpa membuang-buang waktuku, aku isi waktu luang untuk menyelesaikan laporanku dan karena begitu bersemangat menyelesaikan laporan, akhirnya notebook-kuoverheat dan mati. Akibatnya semua data laporan yang sudah kuketik hilang. “Wahhhh, betapa malangnya nasibku, jangan-jangan gagal ke Yogyakarta” pikirku.”
 
Tetapi, ternyata ketekunan dan kesabaran membawa manfaat. Aku ketik ulang laporan ku dan tepat tanggal 31 Agustus aku bisa menyelesaikan praktek dan laporanku.
 
Tanggal 1 September 2014 bersama lima teman aktivis Stube-HEMAT Sumba, aku berangkat ke Yogyakarta menggunakan Kapal Motor (KM) Awu, dari Waingapu menuju Tanjung Perak, Surabaya.
 

 

Ini ceritaku, mana ceritamu? (YUMI)

  Bagikan artikel ini

Berkat Yang Tak Terduga Tulisan Peserta Eksposur Yogyakarta 2014

pada hari Minggu, 28 September 2014
oleh adminstube
 


Pada hari Senin 24 Agustus 2014 saya ke gereja GKS Kombapari untuk beribadah Minggu. Sebelum ibadah dimulai, saya ditemui oleh ibu Elisabeth Rihi, isteri Pdt. Yohanis Umbu Tunggu Djama, dengan wajah yang sangat ceria, ia meminta saya untuk segera menemuinya di pastori setelah ibadah Minggu. “Aduh, ada apa ya, saya penasaran deh” pikirku.
 
Selepas ibadah, saya langsung ke pastori untuk menemui beliau, setelah sampai di pastori beliau hanya tersenyum dan membuat saya semakin penasaran. Tiba-tiba beliau bertanya,
 
"Nona, mau tidak Nona pergi ke Yogyakarta? Tanya ibu Elisabeth Rihi.


“Mau, mau!” jawabku dengan mantap. “Tapi, ke Yogyakarta dalam rangka apa, Bu?” tanyaku kemudian. Ibu Elisabeth menjelaskan bahwa ini kegiatan Stube-HEMAT Sumba. Saya terkesan dengan penjelasannya dan membuat saya semakin tertarik. Setelah pulang ke rumah, saya memberitahu kedua orang tua saya dan saya pun menjelaskan tujuan saya pergi ke Yogyakarta. Akhirnya mereka pun mendukung dan mengijinkan saya mengikuti kegiatan tersebut.
 
Hati berdebar-debar menunggu pelaksanaan kegiatan belajar di Yogyakarta ini. Tiba-tiba hari Jumat saya ditelepon Pdt. Dominggus Umbu Deta, S.Th., koordinator Stube-HEMAT Sumba untuk bertemu dengan teman-teman di sekretariat Stube-HEMAT Sumba di Waingapu dan diberitahukan jadwal berangkat ke Yogyakarta.
 
 
Saya sangat bersyukur bisa mengikuti pelatihan Stube-HEMAT Sumba, karena melalui pelatihan ini saya bisa lebih mendalami tentang kreativitas dan seni. Selain itu saya juga bisa mendapat teman baru serta pengalaman-pengalaman yang tentunya berguna bagi masa depan saya. (FEN)

  Bagikan artikel ini

       Diutus Keluar Sumba   untuk Belajar   

pada hari Jumat, 5 September 2014
oleh adminstube

 

 


Program Eksposur

ke Stube-HEMAT Yogyakarta
 
“Saya senaaannggg!”ungkapan Yumi Takadjadji, salah seorang aktivis Stube-HEMAT Sumba ketika terpilih untuk belajar di Yogyakarta. Eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta merupakan salah satu program Stube-HEMAT Sumba untuk para aktivisnya. Program ini selalu dinantikan oleh setiap peserta pelatihan di Sumba karena peserta dari kalangan mahasiswa dan pemuda dari Sumba mendapat kesempatan belajar di Yogyakarta selama kurang lebih satu bulan.
 
Mengapa ke Yogyakarta? Karena Stube-HEMAT Sumba berawal di kota yang dikenal sebagai kota pelajar, budaya dan wisata ini. Yogyakarta menjadi impian sebagian besar kaum muda dari penjuru nusantara untuk melanjutkan studi karena memiliki berbagai pilihan bidang studi dan lembaga pendidikan. Selain fasilitas pendidikan yang lengkap dan suasana belajar yang nyaman, standar biaya hidup  di kota ini relatif terjangkau. Sebagai kota budaya dan wisata yang kaya karya seni, tradisi dan kreativitas, tempat ini memiliki kawasan wisata yang indah, banyak hasil kerajinan tangan, cinderamata dan kuliner.
 



 

Dengan dikirim ke Yogyakarta, peserta mendapat pengalaman nyata karena mereka bisa melihat dan menemukan berbagai hal baru. Peserta diharapkan bisa mempelajari banyak hal dan menemukan apa saja yang bisa dikembangkan di Sumba. Senin pagi, 1 September 2014 peserta berangkat dari Waingapu menggunakan KM Awu dengan rute Waingapu – Bima – Benoa – Tanjung Perak, kemudian dilanjutkan jalan darat naik mobil dari Surabaya – Yogyakarta, dan tiba pada tanggal 4 September di Yogyakarta.
 
 
Pada tahun 2014 ini, yang merupakan angkatan kelima, Stube-HEMAT Sumba mengutus Ignatius Umbu Reda Anabuni dan Jems Umbu Yiwa Ndapangadung (keduanya dari STIE Kristen Wira Wacana) dan Yumi Takadjadji, mahasiswa STT Lewa. Sementara perwakilan dari pemuda gereja ada Ningsih Tamu Apu dari GKS Payeti, Feni Kaita Lepir dari GKS Kombapari dan Benhardyanto Lobo Mone dari GKS Makamenggit.
 
Dalam pembekalan tanggal 25 dan 29 Agustus 2014, Pdt. Dominggus Umbu Deta, S.Th., koordinator Stube-HEMAT Sumba menyampaikan pesan, “Kesempatan belajar ke Yogya ini adalah berkat dari Tuhan. Sudah selayaknya peserta bersyukur karena mendapat berkat ini. Belajarlah dengan serius dan kembangkan talenta selama di Yogyakarta. Tetapi harus diingat, sekembalinya di Sumba, pengalaman dan keterampilan yang diperoleh bukan untuk dimiliki sendiri, melainkan dibagikan untuk masyarakat.”
 
Rangkaian kegiatan di Yogyakarta dari 3 – 30 September 2014 diisi berbagai kegiatan belajar, diskusi dan praktek ketrampilan berdasarkan minat peserta, antara lain jurnalistik, kuliner, kerajinan bambu, pakan ternak, batik jumput, aneka kemasan, dan pertanian lahan pasir. Sebagai nilai tambah untuk para peserta, mereka akan belajar budaya dan warisannya dengan berkunjung dan melihat tempat-tempat historis.
 

 

Selamat berproses dan pelajarilah banyak hal. Tuhan memberkati. (TRU)

 


  Bagikan artikel ini

Berinteraksi untuk Memotret Sumba Tindak Lanjut Pelatihan Analisis Sosial

pada hari Senin, 23 Juni 2014
oleh adminstube
 
 
Turun ke lapangan dan berinteraksi dengan masyarakat untuk menggali informasi merupakan salah satu cara memotret Sumba sebagaimana sudah dipelajari dalam pelatihan analisis sosial beberapa waktu yang lalu. Dalam tindak lanjut kegiatan ini, sesuai pembagian kelompok yang sudah dilakukan, masing-masing kelompok terjun sesuai topik permasalahan yang diangkat.
Banyak hal menarik yang didapatkan karena apa yang dipikirkan di awal, ternyata tidak selamanya benar dengan apa yang terjadi di lapangan. Wawancara yang dilakukan peserta, membuat mereka bisa mengerti persoalan yang sebenarnya bahkan mereka juga belajar tentang karakter responden yang begitu beragam.
Ada pengalaman yang menarik saat kelompok pasar turun ke lapangan untuk wawancara, karena salah satu peserta yakni Elsy tersiram air dari atas tingkat, seolah membantu mendinginkan siang yang panas waktu itu. Yang membanggakan adalah semangat mereka bertemu dan berinteraksi dengan para pedagang pasar meski kadang para pedagang menolak untuk diajak wawancara bagaimana tata kelola pasar yang kurang jelas tersebut. Bahkan diantara mereka menyatakan enggan berkomentar untuk masalah pengelolaan pasar karena punya rasa takut.
Kelompok yang mencermati kehidupan petani di Mauliru menemukan fakta di lapangan bahwa banyak petani sudah menggadaikan sawahnya untuk mencukupi kebutuhan mendesak dan tidak mempunyai jalan keluar selain menggadaikan sawah. Pada umumnya mereka menggadaikan sawah mereka kepada para pemilik modal atau pegawai negeri dan dengan mudah mereka melepas sawahnya pada harga murah hanya karena kebutuhan uang untuk melaksanakan adat. Pada akhirnya mereka menjadi buruh tani di tanah mereka sendiri.
Kelompok yang mengamati pemulung, menyatakan bahwa banyak diantara para pemulung tersebut berusia dini. Mereka melewatkan waktu bermain untuk membantu orang tua mereka karena tekanan ekonomi. Sepanjang investigasi peserta tidak menemukan adanya pemulung cilik yang meninggalkan sekolah, namun pemulung cilik tersebut tidak punya waktu seperti layaknya anak-anak yang lain. Selanjutnya kelompok ini bisa mempertemukan orang yang memiliki keprihatinan atas dunia pendidikan yang mengajar pemulung-pemulung cilik tersebut dan mendapatkan buku-buku bacaan serta beberapa alat tulis.
Kelompok ijon menemukan fakta di lapangan adanya ketergantungan masyarakat Lewa pada tengkulak sehingga membuat Lewa yang seharusnya merupakan lumbung padi menjadi wilayah rawan pangan. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang meminjam uang atau barang pada tengkulak, harus membayar dengan bunga 100%. Inilah salah satu contoh yang membuat masyarakat Lewa tetap berada pada  garis kemiskinan.
Kelompok-kelompok mahasiswa pengamat di atas berusaha mendapatkan data akurat untuk bisa dipaparkan pada anggota dewan yang baru sebagai referensi program yang akan dilaksanakan. Semoga bermanfaat. ***(ABR)

  Bagikan artikel ini

ANALISIS SOSIAL:   MEMOTRET SUMBA DENGAN ANSOS  

pada hari Senin, 19 Mei 2014
oleh adminstube
 
Sebagai mahluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat, kita tidak terlepas dari persoalan sosial kemasyarakatan. Banyak hal menjadi persoalan di sekitar kita, namun kita tak pernah sadar kalau hal tersebut sebenarnya adalah masalah, bahkan kalau pun kita mengetahuinya kita tidak tahu bagaimana cara mengatasinya, serta menyelesaikannya. 

 
Berangkat dari hal tersebut, Stube HEMAT Sumba melakukan pelatihan analisis sosial yang diselenggarakan pada tanggal 09 s/d 11 Mei 2014, mengambil tempat di aula kantor Sinode Gereja Kristen Sumba dengan pemateri Oktavianus Landi. Pelatihan ini diikuti mahasiswa yang datang dari berbagai elemen kampus, baik yang berasal dari organisasi internal kampus atau pun organisasi eksternal antar kampus. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini cukup melelahkan, namun peserta merasa senang karena materi-materi yang diberikan mencoba membuka wawasan perserta mengenal masalah yang ada di sekitar. 


 
Setelah memahami persoalan yang ada, peserta mengumpulkan persoalan-persoalan itu dan menentukan 4 persoalan yang paling menarik untuk ditindaklanjuti sebagai persoalan yang akan diadvokasi oleh masing-masing kelompok. Empat persoalan itu mencakup: 1) Pasar Inpres “Bisnis Dibalik Bilik Pasar Inpres”, 2) Petani Mauliru “Buruh Tani Di Tanah Sendiri”, 3) Pemulung Cilik “Menyimpan Buku, Mengais Sampah”, dan 4) Petani Lewa “Terjerat Ijon”.


 
Bisnis di balik bilik pasar muncul dari asumsi awal bahwa ada sebuah konspirasi dalam pembagian bilik di pasar inpres sehingga situasi pasar yang ada sekarang ini tidak beraturan. Menjadi buruh tani di tanah sendiri menjadi sebuah fenomena di daerah Mauliru karena banyak petani telah mengadaikan tanah mereka ke tangan tengkulak. Saat ini banyak anak yang menjadi pemulung di kota Waingapu, bahkan diantara mereka masih usia dini, sehingga perlu dicari penyebab serta solusinya. Banyak petani di Lewa yang terjerat ijon berkepanjangan sebab mereka sudah berhutang dari proses pengolahan tanah sampai dengan menjelang panen sehingga pada saat mereka panen, hasil panen yang mereka dapat langsung untuk membayar hutang. Bahkan bunga hutang sampai 100% sangat memberatkan petani. 

 

Sebelum turun lapangan, peserta tiap kelompok dibekali dengan berbagai pertanyaan pemandu sehingga dapat terarah dalam mengadvokasi masalah yang ada. Selanjutnya peserta masih bertemu sekali lagi untuk mendapatkan pengarahan dari pemateri sebagai pemantapan sebelum benar-benar turun lapangan. (ABR)***







  Bagikan artikel ini

AMA MUDA SUMBA & PEMILU DAMAI Waingapu, 03 April 2014, Aksi Bagi-Bagi Selebaran oleh Aliansi Masyarakat Untuk Pemilu Damai

pada hari Jumat, 4 April 2014
oleh adminstube
 
 



Kegiatan ini merupakan suatu aksi yang dilakukan oleh kaum muda Sumba Timur yang menyerukan pesta demokrasi SumbaTimur yang lebih baik. Kaum muda yang tergabung dalam aksi ini terbentuk dari aliansi masyarakat untuk pemilu damai yang disebut AMA MUDA, terdiri dari Stube-HEMAT Sumba, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan KPUD Sumba Timur.




 

 

AMA MUDA melakukan gerakan aksi damai pemilu dengan membagikan selebaran di dua titik yakni lampu merah Payeti dan Pasar Inpres Waingapu. Kedua lokasi tersebut sangat strategis karena bisa menjangkau masyarakat berbagai kalangan. Tujuan utama aksi ini mengajak masyarakat agar tidak Golput, tidak terpengaruh dengan Politik Uang, serta menghimbau masyarakat bersama-sama mewujudkan Pemilu Damaipada tanggal 9 April 2014.

Dari ketiga tujuan tersebut masyarakat diharapkan mendengar dan melakukan, sehingga pemilu 2014 ini bisa berjalan jujur dan adil, bukan penipuan yang menimbulkan kekacauan di kemudian hari. (YOG)

 


  Bagikan artikel ini

PELATIHAN MEDIA Sony Vegas dan Proshow Gold

pada hari Senin, 31 Maret 2014
oleh adminstube
 
  

 

Apa itu Sony Vegas dan Proshow Gold? Mereka adalahsoftware media editor yang menunjang presentasi sehingga informasi yang disampaikan lebih menarik dan tidak membuat para pendengar (audiens) merasa jenuh. Software ini dapat mengabadikan peristiwa dalam sebuah rangkaian. Sehingga sangat penting bagi mahasiswa untuk mengerti program ini karena menunjang saat dia harus melakukan presentasi suatu hal ataupun tugas kuliah.
 
Inilah perkembangan teknologi yang mau tidak mau menuntut kita belajar dan berkarya terus-menerusmeski dengan cara dan gaya kita masing-masing. Perkembangan teknologilahyang sudah membantu kita yang dulu sesuatu harus dilakukan secara manual dan berat, saat ini dapat dilakukan dengan mudah dan ringan. Untuk merespon hal tersebut Yulius Dundu Tay, aktivis Stube-HEMAT Sumba, terpanggil membagikan ilmunya kepada teman-teman Stube-HEMAT Sumba yang lain dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Kegiatan ini berlangsung dari tanggal 29 - 30 Maret 2014, dilaksanakan di Pastori GKS Pametikarata, diikuti oleh 8 orang mahasiswa/i Sekolah Tinggi Teologia Gereja Kristen Sumba di Lewa.
 
Diakui bersama bahwa kegiatan ini merupakantindak lanjut dari Pelatihan Pendidikan Global yang diselenggarakan Stube-HEMAT Sumba beberapa bulan lalu. Dari pelatihan itulah  muncul ide untuk belajar bersama.  Lewat belajar teori dan praktek, peserta antusias menguasai program ini. Mereka belajar mengambil gambar, melakukaneditting hingga menyimpan berkas. “Wah, kami masih ingin mempelajari lebih lanjut program ini. Kami berharap bisa diagendakan lagi belajar bersama semacam ini”, salah seorang peserta menyampaikan keinginannya. Walaupun tidak bisa menjanjikan tanggal, Yulius Dundu Tay punya keinginan kembali lagi untuk berbagi. (ABR)

 


  Bagikan artikel ini

GEREJA DAN POLITIK

pada hari Rabu, 26 Februari 2014
oleh adminstube


 
 
Indonesia menjunjung tinggi demokrasi sejak merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, sehingga pemilihan umum merupakan salah satu syarat mutlak untuk menentukan pemimpin negara ini. Pemilihan umum memberi kesempatan kepada rakyat menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin di lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif, dalam periode lima tahunan.

Jemaat gereja adalah bagian dari rakyat Indonesia yang tidak bisa lepas dari proses perpolitikan di tanah air, sehingga gereja diharapkan bisa memberpemahaman politik pada jemaat untuk menghasilkan pemilih yang cerdas dan rasional dalam menentukan pilihan kepada para calon legislatif. Pilihan cerdas dan rasionaldiharapkan mampu memilih wakil rakyat yang takut akan Tuhan. Bertolak dari hal tersebut, Stube HEMAT Sumba mengadakan lokakarya “Gereja dan Politik” dengan pemateri pihak penyelenggara pemilu (KPU Sumba Timur) dan para tokoh agama/gereja.

 
 
Peserta lokakarya antusias mengikuti kegiatan yang diadakan di Wisma Cendana Waingapu, 21 - 23 Februari 2-14. Banyak diantaranya yang mempersoalkan keterlibatan pendeta dalam politik praktis yang banyak membuat jemaat kecewa dengan gereja sekarang ini, namun ada juga pihak yang pro terhadap praktek tersebut sehingga lokakarya menjadi hidup dan diskusi-diskusinya sedikit alot. Beberapa pemateri mengatakan bahwa peran gereja dalam politik sangat penting namun tidak berarti bahwa pendeta harus menjadi wakil rakyat di parlemen. Gereja dipanggil berperan sebagai terang dan garam dengan mendorong jemaat yang berkompeten dan takut akan Tuhan menjadi wakil rakyat dalam parlemen. Gereja menyuarakan suara kenabian dengan membimbing jemaatnya menjadi garam dan terang, bukannya menjadi pemain politik yang membuat luntur identitas gereja karena kesalahan pendeta yang terjun dalam politik praktis. Di lain pihak, pendeta yang terjun dalam politik praktis juga tidak bisa dipersalahkan. Permasalahannya adalah tugas penggembalaan tidak bisa dilakukan dengan seenaknya dengan datang dan pergi begitu saja.
 
 
KPU menyampaikan materi pentingnya partisipasi masyarakat dalam pemilu dan melakukan simulasi pemberian suara pada pemilu 9 April 2014 yang akan datang. Peserta juga dibekalikemampuan komunikasi publik untuk mengkomunikasikan pentingnya pemilu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada sesi akhir, peserta dari berbagai elemen membangun komitmen bersama, komitmen unsur masing-masing serta komitmen individu untuk dapat menindaklanjuti hasil dari kegiatan ini. (ABR)

 


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua