Kaum Muda Mandiri dengan Sablon GKS Kanjonga Bakul, Sumba Timur, 3 – 4 Oktober 2013

pada hari Sabtu, 26 Oktober 2013
oleh adminstube
 
 
 
Kaum muda dituntut untuk mandiri dan kreatif, sekaligus mau berbagi dengan orang lain. Itu yang menjadi semangat bagi Antonius Karepi Andung, yang sering dipanggil Anton, seorang pemuda GKS Kanjonga Bakul, Sumba Timur, yang pernah mendapat kesempatan dari Stube-HEMAT Sumba untuk belajar di Stube-HEMAT Yogyakarta, khususnya mengenai teknik menyablon.
 
Pada Rabu – Kamis, 3 – 4 Oktober 2013 ia membagikan pengalaman praktek menyablon di Sanggar GKS Kanjonga Bakul, Kecamatan Nggaha Ori Angu kepada Evan dan Oscar, pemuda di kampung setempat. Pdt. Dominggus Umbu Deta, S.Th, koordinator Stube-HEMAT Sumba mengawali praktek menyablon ini dengan menjelaskan dasar pemikiran sablon untuk kaum muda yaitu memberdayakan kaum muda setempat dengan suatu bekal keterampilan supaya kaum muda bisa mandiri khususnya dengan sablon.
 
Pdt. Domi mendapat bagian menyiapkan desain dan Anton melatih membuat film sampai proses menyablon. Memang tidak mudah mengusahakan sablon, dari mendesain, membuat film, pencampuran warna sampai memproses cetak sablon pada kaos. Kaos yang mereka hasilkan belum sempurna, misalnya cat belum merata, cetakan belum tajam, namun tidak mengendurkan semangat mereka untuk belajar sablon kaos. Perlu kesabaran dan ketekunan supaya mendapat hasil sablon yang halus dan rapi. Kendala lain yang mereka hadapi yaitu bahan-bahan sablon masih sulit ditemui di Sumba dan harus dikirim dari luar Sumba.
 
 
 
Di akhir kegiatan itu, Pdt. Domi dan Anton meyakini bahwa usaha sablon ini meskipun kecil, ini merupakan satu langkah maju untuk membangun kemandirian kaum muda, khususnya pemuda di Sumba. Kaum muda, pantang menyerah! (TRU)
 

Senin, 30 September 2013

 


Memasak dan Berbagi? Ayoo...!
 
Selama 2 hari, yakni tanggal 25 – 26 September 2013, Sekretariat GMNI Waingapu di Prailiu, Sumba Timur ramai! Ada apa gerangan? Ternyata ada sharing memasak bahan lokal dengan tepung ubi kayu (manihot utilissima), tepung ketan putih (oryza sativa glotinosa), ubi jalar ungu (ipomea batatas) dan ubi keladi. Wow..bagaimana hasilnya ya? Tidak hanya sharing ternyata, tetapi juga usaha dana untuk kegiatan mahasiswa. Hebat ya!
 
 
Kegiatan hari pertama diikuti 7 peserta yang belajar mempraktekkan resep kue kukus dengan bahan tepung ubi kayu dan tepung ketan. Mereka berhasil membuat 10 buah kue yang siap dijual untuk mencukupi dana kegiatan organisasi ini. Selanjutnya pada hari kedua, peserta bertambah 1 menjadi  8 orang. Kali ini mereka belajar membuat kue dengan bahan tepung ubi ungu dan tepung keladi. Ternyata mereka berhasil membuat 8 buah yang juga siap untuk dijual.

 
Para peserta merasa gembira bisa belajar membuat kue, sekaligus tahu cara mendapatkan dana bagi kebutuhan organisasi mereka. “Tidak menyangka kalau bahan dasar pembuatan kue ini cukup sederhana. Semua bahan-bahan untuk membuatnya adalah bahan makanan lokal yang ada di Sumba.  Ternyata jika diolah dengan tepat dan dikemas secara menarik, daya jualnya tinggi,” ungkap salah satu peserta. “Kami mulai berpikir kalau ketrampilan ini bisa dimanfaatkan untuk berwirausaha kuliner,” imbuhnya.

 
Sobat muda, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang akan berharga dan bermakna jika dibagikan kepada orang lain. Demikian juga dengan Iriyani Elsi dan Marselina, dua mahasiswi dari Sumba yang pernah mengikuti eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta dan belajar memasak dengan bahan makanan lokal, senang membagikan pengalaman dan keterampilan yang mereka miliki. “Kami senang membantu teman-teman aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Waingapu. Mereka sedang menggalang dana untuk Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB), yang akan diselenggarakan 25 Oktober 2013,” kata Elsi dan Marselina.
 
Teruslah berkarya Iriyani dan Marselina. (TRU)

  Bagikan artikel ini

Memasak dan Berbagi? Ayoo...!

pada hari Senin, 30 September 2013
oleh adminstube
 
 
Selama 2 hari, yakni tanggal 25 – 26 September 2013, Sekretariat GMNI Waingapu di Prailiu, Sumba Timur ramai! Ada apa gerangan? Ternyata ada sharing memasak bahan lokal dengan tepung ubi kayu (manihot utilissima), tepung ketan putih (oryza sativa glotinosa), ubi jalar ungu (ipomea batatas) dan ubi keladi. Wow..bagaimana hasilnya ya? Tidak hanya sharing ternyata, tetapi juga usaha dana untuk kegiatan mahasiswa. Hebat ya!
 
 
Kegiatan hari pertama diikuti 7 peserta yang belajar mempraktekkan resep kue kukus dengan bahan tepung ubi kayu dan tepung ketan. Mereka berhasil membuat 10 buah kue yang siap dijual untuk mencukupi dana kegiatan organisasi ini. Selanjutnya pada hari kedua, peserta bertambah 1 menjadi  8 orang. Kali ini mereka belajar membuat kue dengan bahan tepung ubi ungu dan tepung keladi. Ternyata mereka berhasil membuat 8 buah yang juga siap untuk dijual.

 
Para peserta merasa gembira bisa belajar membuat kue, sekaligus tahu cara mendapatkan dana bagi kebutuhan organisasi mereka. “Tidak menyangka kalau bahan dasar pembuatan kue ini cukup sederhana. Semua bahan-bahan untuk membuatnya adalah bahan makanan lokal yang ada di Sumba.  Ternyata jika diolah dengan tepat dan dikemas secara menarik, daya jualnya tinggi,” ungkap salah satu peserta. “Kami mulai berpikir kalau ketrampilan ini bisa dimanfaatkan untuk berwirausaha kuliner,” imbuhnya.

 
Sobat muda, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang akan berharga dan bermakna jika dibagikan kepada orang lain. Demikian juga dengan Iriyani Elsi dan Marselina, dua mahasiswi dari Sumba yang pernah mengikuti eksposur ke Stube-HEMAT Yogyakarta dan belajar memasak dengan bahan makanan lokal, senang membagikan pengalaman dan keterampilan yang mereka miliki. “Kami senang membantu teman-teman aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Waingapu. Mereka sedang menggalang dana untuk Pekan Penerimaan Anggota Baru (PPAB), yang akan diselenggarakan 25 Oktober 2013,” kata Elsi dan Marselina.
 
Teruslah berkarya Iriyani dan Marselina. (TRU)
 
 

  Bagikan artikel ini

Serunya Nonton Film Bareng Anak-anak di Palalewa

pada hari Minggu, 29 September 2013
oleh adminstube
 
 



Stube-HEMAT Sumba selalu memotivasi aktivisnya untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat atau gereja terdekat di mana mereka tinggal. Beberapa diantaranya melakukan pendampingan dan pelayanan untuk anak-anak, seperti yang dilakukan Yuliana Takadjadji, yang  lebih akrab dipanggil Kak Bula, Yumi Takadjadji dan Iriyani Elsi. Pelayanan anak-anak biasa diadakan setiap Minggu pagi  dalam kelompok sekolah minggu Palalewa, di Jalan Adam Malik km 7, Waingapu.
 
 
September lalu, bersamaan kunjungan Trustha Rembaka, S.Th, koordinator Stube-HEMAT Yogyakarta ke Stube HEMAT Sumba, tim pendamping sekolah minggu Palalewa mengadakan pemutaran film untuk anak-anak. Bertempat di rumah panggung km 7, yang biasa dipakai sebagai tempat pertemuan, Minggu 22 September 2013 itu menjadi hari yang spesial buat mereka. Dengan persiapan yang relatif singkat, anak-anak yang hadir ternyata di luar dugaan. Yang semula  diperkirakan 15 anak, ternyata yang datang lebih dari 25 orang, bahkan orang tua beberapa anak tak mau ketinggalan menyaksikan. Yumi mengawali pemutaran film dengan mengajak anak-anak menyanyi lagu ‘Mari Kita Bersukaria’ dan dilanjutkan dengan doa pembukaan. Dipandu oleh Trustha Rembaka, ‘Kisah Yesus untuk Anak’ menjadi film menarik buat anak-anak, bahkan selepas itu mereka masih ingin melihat 1 film lagi tentang ‘Yunus’. Betapa gembiranya anak-anak itu. Yuliana Takadjadji, salah satu pendamping mengungkapkan, “Kalau bisa pemutaran film ini rutin diadakan, sehingga anak-anak semakin antusias mengikuti sekolah minggu,” harapnya sambil mengakhiri acara dalam doa.
 
 

 

Yumi Takadjadji, mahasiswi Sekolah Tinggi Teologi GKS Lewa, yang juga aktivis Stube-HEMAT Sumba mengatakan bahwa kegiatan anak-anak tidak saja sekolah minggu, tapi ada kegiatan-kegiatan lain, misalnya latihan menari, olahraga dan kelompok belajar. Kegiatan ini bisa digunakan sebagai sarana melatih keterampilan berkomunikasi maupun praktek pelayanan di gereja nantinya. (TRU)

  Bagikan artikel ini

Diskusi Lanjut Program Keragaman Budaya dan Dialog Bersama  
  GERAKAN PENCERAHAN BUDAYA Aula Sinode GKS Waingapu, 21 September 2013

pada hari Sabtu, 28 September 2013
oleh adminstube

 

 
Menindaklanjuti Pelatihan Keragaman Budaya dan Dialog Bersama, dengan tema Budaya Sumba Masa Kini yang dilaksanakan Jumat – Minggu, 13 – 15 September 2013 di GKS Okanggapi, Londalima, Stube-HEMAT Sumba mengadakan diskusi lanjutan, dengan narasumber Marius Mura Woki, S.Sos, mantan Camat Haharu, Sumba Timur. Diskusi di Aula Kantor Sinode GKS di Waingapu dengan moderator Yulius Anawaru, S.Pt, salah satu team Stube-HEMAT Sumba dihadiri 24 peserta, termasuk Trustha Rembaka, koordinator Stube-HEMAT Yogyakarta.
 
 
Marius Mura Woki terpanggil untuk memberi pencerahan kepada masyarakat Sumba mengenai adat istiadat Sumba.Gerakan pencerahan budaya ini dilakukan melalui lembaga Forum Peduli Adat. Marius mengungkapkan bahwa budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan telah diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya ini terbentuk dari unsur yang beragam bahkan cenderung rumit.
 
Marius Mura Woki, S.Sos
 
Masyarakat Sumba sebagian besar masih berada dalam belenggu kemiskinan, jadi masyarakat perlu disadarkan dan dibangun supaya berada dalam taraf hidup yang layak, misalnya kebutuhan dasar terpenuhi, memiliki pekerjaan layak, anak-anak mendapat pendidikan yang baik, serta kesehatan terjamin. Namun kenyataan terjadi sebaliknya, keuangan keluarga yang seharusnya untuk pendidikan anak ataupun  kesehatan keluarga terpaksa dialihkan untuk mencukupi tuntutan adat.
 
Adat istiadat merupakan hasil dari kebudayaan, yang diciptakan oleh manusia jaman dulu yang terwariskan hingga saat ini, untuk membawa manusia ke dalam keadaan yang mulia. Namun ironisnya, ritual budaya tertentu justru membelenggu bahkan memiskinkan, dan dinilai tidak sesuai lagi dengan keadaan masa kini. Beberapa produk budaya Sumba yang masih ada saat ini antara lain, pakaian adat, rumah adat, sirih pinang, tari-tarian, adat kematian, dan adat perkawinan.
 
Marius memberikan contoh adat kematian merupakan salah satu adat yang membutuhkan biaya mahal, karena banyak menggunakan hewan, misalnya babi, kerbau, kuda, dan kain. Ia menggarisbawahii bahwa ia tidak bermaksud menghilangkan adat istiadat tersebut, namun menyederhanakan aturan-aturan adat yang berlaku. Ia mengawali penyederhanaan aturan adat kematian itu dari marga keluarga besarnya di daerah Mangili, Sumba Timur.
 
Peserta menanggapi bahwa budaya Sumba sudah terbentuk sedemikian lama, jadi proses penyederhanaan pun tidak akan bisa dilakukan dengan cepat. Selain itu, ada peserta yang mengungkapkan bahwa penyederhanaan ini memerlukan kesepakatan sejauh mana penyederhanaan aturan adat istiadat itu bisa dilakukan, sehingga bisa diterima oleh marga-marga yang berkepentingan.
 
Diskusi yang diwarnai berbagai pertanyaan dan tanggapan ini ditutup dengan pernyataan bahwa kebudayaan itu akan berkembang terus menerus, seseorang jangan sampai terbelenggu oleh kebudayaan, dan harus mampu menunjukkan identitas kebudayaan yang dimiliki. (TRU)
 

 


  Bagikan artikel ini

Arsip Blog

 2024 (1)
 2023 (10)
 2022 (27)
 2021 (31)
 2020 (23)
 2019 (22)
 2018 (27)
 2017 (26)
 2016 (7)
 2015 (11)
 2014 (16)
 2013 (4)
 2012 (5)

Total: 210

Kategori

Semua