Indonesia menjunjung tinggi demokrasi sejak merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17 Agustus 1945, sehingga pemilihan umum merupakan salah satu syarat mutlak untuk menentukan pemimpin negara ini. Pemilihan umum memberi kesempatan kepada rakyat menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin di lembaga yudikatif, legislatif dan eksekutif, dalam periode lima tahunan.
Jemaat gereja adalah bagian dari rakyat Indonesia yang tidak bisa lepas dari proses perpolitikan di tanah air, sehingga gereja diharapkan bisa memberi pemahaman politik pada jemaat untuk menghasilkan pemilih yang cerdas dan rasional dalam menentukan pilihan kepada para calon legislatif. Pilihan cerdas dan rasionaldiharapkan mampu memilih wakil rakyat yang takut akan Tuhan. Bertolak dari hal tersebut, Stube HEMAT Sumba mengadakan lokakarya “Gereja dan Politik” dengan pemateri pihak penyelenggara pemilu (KPU Sumba Timur) dan para tokoh agama/gereja.
Peserta lokakarya antusias mengikuti kegiatan yang diadakan di Wisma Cendana Waingapu, 21 - 23 Februari 2-14. Banyak diantaranya yang mempersoalkan keterlibatan pendeta dalam politik praktis yang banyak membuat jemaat kecewa dengan gereja sekarang ini, namun ada juga pihak yang pro terhadap praktek tersebut sehingga lokakarya menjadi hidup dan diskusi-diskusinya sedikit alot. Beberapa pemateri mengatakan bahwa peran gereja dalam politik sangat penting namun tidak berarti bahwa pendeta harus menjadi wakil rakyat di parlemen. Gereja dipanggil berperan sebagai terang dan garam dengan mendorong jemaat yang berkompeten dan takut akan Tuhan menjadi wakil rakyat dalam parlemen. Gereja menyuarakan suara kenabian dengan membimbing jemaatnya menjadi garam dan terang, bukannya menjadi pemain politik yang membuat luntur identitas gereja karena kesalahan pendeta yang terjun dalam politik praktis. Di lain pihak, pendeta yang terjun dalam politik praktis juga tidak bisa dipersalahkan. Permasalahannya adalah tugas penggembalaan tidak bisa dilakukan dengan seenaknya dengan datang dan pergi begitu saja.
KPU menyampaikan materi pentingnya partisipasi masyarakat dalam pemilu dan melakukan simulasi pemberian suara pada pemilu 9 April 2014 yang akan datang. Peserta juga dibekalikemampuan komunikasi publik untuk mengkomunikasikan pentingnya pemilu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada sesi akhir, peserta dari berbagai elemen membangun komitmen bersama, komitmen unsur masing-masing serta komitmen individu untuk dapat menindaklanjuti hasil dari kegiatan ini. (ABR)