Meninggalkan Pulau Sumba untuk pertama kali dan berada di luar pulau hampir satu bulan penuh, bukan hal sederhana, terutama bagi keluarga yang akan melepaskan anaknya. Itu juga yang saya tangkap dari sorot mata ibu, sedikit panik ketika saya pamit akan ke pulau Jawa. Biasanya saya hanya pamit bermain ke tempat teman di kabupaten tetangga. Setelah memahami kepergian saya, ibu mengingatkan saya untuk melakukan ritual bagi yang pertama keluar Sumba dengan meminta ijin dan restu kepada almarhum ayah. Ritual ini dinamakan Wangu Uhu Mameti(memberi makan arwah) dan Wuangu Pahappa (memberi arwah sirih pinang) dan Parmihi la Mameti (memohon ijin diri dan perlindungan dari arwah) yang kemudian saya wujudkan dalam doa dan menyalakan lilin di atas nisan ayah. Itulah adat Marapu yang kami punya di Sumba dan itulah yang dimaksud ibu meskipun kami sudah menjadi penganut ajaran Kristen, tetapi beberapa kebiasaaan kepercayaan Marapu melatar belakangi kehidupan kami.
Marapu, kepercayaan nenek moyang orang Sumba, mempercayai Tuhan dalam wujud Mabakulu Wuamata Mabalaru Rukahilu(matanya besar dan telinganya lebar) yang berarti Mahamelihat dan mendengar. Kepercayaan Marapu percaya bahwa setiap orang mati dapat diajak berkomunikasi, dapat mendengar dan dapat melindungi orang yang dikasihinya. Perubahan jaman perlahan-lahan menggeser kepercayaan ini, dimana sekarang sebagian besar masyarakat Sumba sudah memeluk agamanya masing-masing. Namun demikian Marapu masih terus dijaga dan dianut oleh sebagian masyarakat Sumba terlebih setelah pemerintah mengakui keberadaan kepercayaan-kepercayaan lokal Nusantara termasuk Marapu.
Setelah melakukan ritual ini saya pun berpamitan dan melanjutkan kegiatan yakni mengikuti pembekalan pada tanggal 23 Agustus di sekretariat Stube-HEMAT Sumba bersama tim Sumba. Program Eksposur Yogyakarta merupakan program tahunan Stube-HEMAT Sumba yang akan mengirim aktivisnya untuk belajar di Stube-HEMAT Yogyakarta dan selalu dinanti-nantikan, menjadi peserta eksposure Yogyakarta adalah sebuah kesempatan berharga dan merupakan sebuah berkat besar, Program Eksposur Yogyakarta 2018 yang artinya merupakan angkatan kesembilan Stube Hemat Sumba telah mengutus Jufri Adi Papa untuk mempelajari kesekretariatan dan pertanian, Meliani Retang mempelajari pertanian dan pengelolaan pangan lokal dan Sepritus Tangaru Mahamu yang akan mempelajari bidang Jurnalistik serta peternakan.
Peserta Eksposur Yogyakarta akan belajar selama kurang lebih 28 hari di kota ini, dari tanggal 24 Agustus sampai 20 September 2018. Tentu ini bukanlah waktu yang singkat, persiapan harus matang dan tentunya harus disertakan ijin dari orang tua terutama bagi yang pertama kali akan keluar dari pulau sumba. Setelah menginap semalam di sekret Stube, saya dan teman-teman melakukan perjalanan ke Jogja pada esok paginya. Tibalah waktunya menimba ilmu dan diharapkan kembali dengan stok penuh untuk ritual lain yang dipetik dari perjalanan ke Jogja. (STM).