Usaha pemberdayaan perempuan adalah usaha yang memberi dampak positif ke aspek kehidupan seperti ekonomi, namun diskriminasi pada perempuan masih tetap ada apalagi di masa pandemi karena banyak perempuan terhambat bekerja. Sejujurnya banyak perempuan yang memiliki kompetensi soft dan hard skill yang tidak kalah dengan laki-laki apabila mendapat pemberdayaan. Perempuan dengan kemampuannya dapat membuka potensi bisnis kreatif seperti perajin kain tenun untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga atau memampukan perempuan muda mendapatkan hak ikut mengelola manfaat sumber daya dari budaya Sumba.
Hadirnya program Multiplikasi Stube-HEMAT di Sumba, khususnya di jemaat GKS Karunggu, desa Tanatuku, kecamatan Nggaha Ori Angu, membangkitkan semangat perempuan muda untuk dapat terus berkarya melastarikan warisan budaya. Awal tahun 2021, kelompok tenun Stube-HEMAT kembali bertemu dan berdiskusi di rumah tenun dan dipimpin oleh Elisabeth Uru Ndaya sebagai pendamping program dan Multiplikator Stube-HEMAT di Sumba. Beberapa poin penting yang dibahas untuk kegiatan 6 bulan ke depan yaitu: 1) persiapan lahan penanaman bibit bahan pewarna alam seperti pohon nila (Wora), dan pohon mengkudu (kombu); 2) persiapan pewarnaan dan menenun benang tenun yang telah didesain; 3) persiapan mengoleksi seluruh motif kain tenun ikat se-Sumba; 4) menindaklanjuti dukungan yang akan diberikan kepala dinas Pemberdayaan Perempuan berupa benang 50 tungku dan membangun kerja sama dengan dinas perindustrian serta lembaga lain.
Diskusi kali ini tidak hanya membahas program tetapi juga ada sharing tentang hama belalang yang menghabiskan kebun mereka. Saat ini, hama belalang sangat meresahkan para petani. Banyak isi kebun mereka habis dimakan hama belalang. Sebagaian besar peserta kelompok tenun ikat merasakan dampaknya dan menceritakan perjuangan mereka ketika mengusir hama belalang. Segala macam cara telah dilakukan tetapi tidak membuahkan hasil. Sungguh mengerikan, tidak sampai 30 menit, jagung atau padi di kebun dan ladang yang tengah berbunga ludes dalam seketika. “Saat hama belalang masuk di kebun saya, saya lagi antar anak ke puskesmas dan ketika saya balik, saya langsung lihat kebun. Sampai di sana saya kaget dengan pemandangan yang ada karena yang saya lihat bukan lagi pohon jagung tetapi pohon belalang, dari akar sampai pucuk tanaman jagung penuh dengan belalang. Badan saya langsung lemas dan saya tidak ada tenaga lagi untuk usir itu belalang yang begitu banyak. Saya hanya bisa menangis,” tutur Asri salah satu peserta yang hadir saat itu.
Wajar jika para peserta begitu sedih ketika isi kebun mereka diserang hama belalang, karena mata pencaharian mereka yang sesungguhnya dari hasil pertanian. Kebun, sawah, dan ladanglah yang selama ini memberi mereka makan dan bertahan hidup. Jika ada yang mengganggu pertanian mereka maka akan berdampak buruk bagi kesejahteraan hidup mereka selanjutnya. Oleh karena itu, dengan hadirnya program tenun ini, memberi harapan bisa membuka usaha bisnis kreatif melalui kain tenun. Semangat terus kelompok tenun dalam menjalani segala aktivitas kehidupan saat ini. ***