Tingkat kesuburan tanah tidak selalu stabil bahkan terus mengalami pengikisan yang disebabkan oleh perilaku bertani yang sifatnya monokultur, hanya fokus pada satu jenis tanaman tertentu. Selanjutnya kebiasaan kedua yang sering dilakukan petani adalah tidak melakukan rotasi tanaman. Hal ini juga terjadi pada petani di Lambanapu dan sekitarnya. Adapun dampak berkelanjutan yang ditimbulkan dari tindakan di atas, yakni menurunnya kualitas produksi pangan. Bertolak dari situasi di atas STUBE HEMAT melalui kegiatan multiplikasi melakukan diskusi yang mengangkat tema “Menjaga kelestarian tanah untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan” (Sabtu, 22/01/2022).
Dari tema ini F.X Bambang Broto Kiswarno selaku pembicara menjelaskan tentang pertanian selaras alam, dan kembali ke alam memelihara dan menjaga lingkungan sekitar dari perilaku bertani yang merusak alam. Dalam pelatihan ini Bambang juga menjelaskan tentang bagaimana menjaga kelestarian tanah dari pola tanam monokultur, cara membuat trikoderma (mikro organisme fungsional sebagai pupuk biologis tanah), PGPR (bakteri yang hidup di perakaran untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman), MOL (mikroorganisme starter dalam penguraian dan fermentasi), dan ekoenzim (limbah organik yang difermentasi untuk menjadi pupuk organik).
Kegiatan ini dilakukan di Lambanapu dengan diikuti peserta mahasiswa, pemuda gereja dan masyarakat penggiat usaha pertanian hortikultura. Di pelatihan ini narasumber mengenalkan hal-hal baru seperti PGPR, MOL, Ekoenzim, dan Trikoderma. Rasa ingin tahu peserta cukup tinggi, mereka tidak hanya sekedar mencatat materi yang disampaikan tetapi juga ikut serta dalam proses pembuatan PGPR, MOL, Trikoderma dan Ekoenzim. Cara ini bisa membantu mereka memahami lebih mendalam terkait materi yang disampaikan.
Pelatihan ini membuka pemahaman peserta untuk memahami langkah–langkah cerdas untuk menjaga kelestarian tanah dari perilaku bertani yang berlebihan dan peserta mampu membuat PGPR, Trikoderma, Ekoenzim dan MOL yang bisa digunakan pada lahan milik sendiri.