Realita tentang air dan problematikanya perlahan menguat dalam diri saya. Pada awalnya saya tahu permasalahan tentang air tetapi tidak menggeluti lebih dalam. Perhatian ini muncul ketika saya mengikuti kegiatan Stube HEMAT Yogyakarta yang mendorong peserta termasuk saya melihat kembali permasalahan berkaitan air khususnya di kampung halaman. Saya, Patrisia Oktaviani Jabur dari pulau Flores, provinsi Nusa Tenggara Timur tepatnya di kabupaten Manggarai Timur. Saat ini saya sedang kuliah di Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta jurusan Ilmu Komunikasi.
Berita tentang air kerap kali terjadi mana-mana bahkan terjadi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, salah satunya adalah di daerah Ranakolong, Manggarai Timur. Saya menemukan satu berita dengan judul “Krisis Air bersih, ada ‘Parade Jerigen di Ranakolong, Manggarai Timur” di https://ekorantt.com/2019/11/23/krisis-air-bersih--ada-parade-jerigen-di-ranakolong-manggarai-timur/ Berita ini menginformasikan bahwa salah satu masalah yang paling sering dialami oleh warga Manggarai Timur Khususnya warga Desa Ranakolong adalah krisis atau kekurangan air bersih. Hal ini sering terjadi, dan lebih parah lagi saat musim kemarau, debit air akan akan berkurang. Saat musim kemarau warga di sana harus mengumpulkan tampungan air seperti jerigen sebanyak-banyaknya untuk menimba air di tempat yang menyediakan air atau sumber air. Untuk mendapatkan air pun masyarakat harus menampung air untuk kebutuhan sehari-hari dan persediaan jangka panjang.
Sebagai penduduk kabupaten tetangga, saya mengamati bahwa sebenarnya ketersediaan air di daerah ini bisa tercukupi andai saja masyarakat di sana tidak menebang pohon sembarangan yang berakibat berkurangnya sumber mata air dan kekeringan terus terjadi. Di sisi lain, pemerintah juga perlu lebih memperhatikan masyarakat dalam masalah ketersediaan air. Berdasarkan berita di atas saya menanggapi bahwa memang tidak salah masyarakat di Desa Ranakolong mengeluh berkaitan dengan air karena sekarang sangat sulit untuk memperoleh air bersih apalagi dengan pemahaman masyarakat yang minim berkaitan proses pengelolaan dan penyediaan air bersih itu sendiri, selain lambatnya respon pihak yang berkompeten dalam menangani masalah pipa atau bak penampungan yang rusak.
Dari keadaan ini saya memahami bahwa pertama, perlu menumbuhkan kesadaran masyarakat agar tidak lagi menebang hutan atau pohon sembarangan, karena keberadaan pepohonan sebagai syarat utama terkumpulnya air atau sumber-sumber mata air. Kedua, masyarakat perlu mendapat sosialisasi pentingnya penanaman kembali hutan yang telah ditebang, dan yang ketiga, pemerintah harus turut membantu ketersediaan air di daerah Desa Ranakolong, baik dengan gotong royong menanam pohon maupun menyiapkan bak penampung air yang cukup besar untuk mencukupi kebutuhan air warga sehingga saat musim kemarau tidak lagi terjadi krisis air.
Kesadaran terhadap realitas permasalahan air bersih bisa terjadi di mana pun, termasuk di daerah di mana saya berasal. Kesadaran akan suatu permasalahan tidak muncul otomatis, tetapi perlu pemantik untuk menumbuhkan kesadaran yang menghubungkan seseorang dengan realitas sosial yang ada dan mendorong seseorang berpartisipasi memperhatikan lingkungannya. Terimakasih Stube HEMAT yang telah membuka mata saya melihat realita permasalahan air. ***