Campur tangan negara dalam persoalan pendidikan dengan berbagai kebijakan yang selalu berkaitan perkembangan sosio politik (ganti menteri ganti kebijakan) telah menghasilkan praktik-praktik pendidikan yang dehuman di Indonesia. Dan akibatnya sangat jelas, berbagai masalah besar antara lain kemiskinan, pengangguran, pendidikan, korupsi, kekerasan, kepemimpinan terus bermunculan. Kualitas pendidikan kita menjadi terpuruk, daya saing rendah, produktivitas rendah, kretifitas rendah, moralitas bermasalah, dan lain sebagainya, menjadi relitas yang tak terelakkan dan membuat kita bertanya masih adakah harapan menuju suatu perubahan yang baik?
Pada sisi yang lain sebagian kecil masyarakat yang menyadari "lingkaran setan" permasalahan pendidikan dan yang peduli dengan masa depan generasi bangsa ini telah memperjuangkan berbagai bentuk pendidikan yang membebaskan dan humanisasi. Berbagai bentuk pendidikan alternatif terus bermunculan di berbagai tempat dan telah menunjukkan hasil yang luar biasa bagi anak didik.
Mahasiswa Kristiani sebagai bagian penting dari bangsa ini, disadari atau tidak disadari juga telah menjadi obyek dari pendidikan yang dehumanisasi ini. Karena itu sangat penting membangun kesadaran dan kekritisan dalam berpikir agar dapat menyikapi persoalan pendidikan di Indonesia dan mahasiswa dapat turut menjadi agen perubahan yang membantu mengembangkan pendidikan yang membebaskan.
Pada hari Senin, 25 Agustus 2008 yang lalu, Stube-Hemat Yogyakarta mengadakan Diskusi Publik "Menggagas Pendidikan Murah Berkualitas" di Wisma Immanuel, Yogyakarta. Dalam pengantarnya, Koordinator Stube Ariani Narwastujati menyampaikan bahwa Stube-HEMAT ingin menjangkau mahasiswa khususnya yang sedang menempuh studi di Yogyakarta untuk ikut memberikan pemikirannya bagi pendidikan di Indonesia. Bagaimana mewujudkan pendidikan di Indonesia yang murah tanpa mengorbankan kualitas. Diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang sedang melanjutkan studi di Yogyakarta. Diskusi ini menghadirkan Bahruddin, Kepala Sekolah Qaryah Thayyibah, Salatiga, sebuah sekolah alternatif setingkat SLTP di Salatiga yang kaya prestasi.
Diskusi dimulai pada pukul 9.30. Bang Roni, MC acara ini, dengan semangat mengajak peserta untuk menyanyi bersama lagu pujian "Bagaikan Bejana" sebagai pembuka acara ini. Diskusi dipandu oleh Pdt. Mathelda Yeanne Tadu.
Untuk mengawali diskusi, Bahruddin memaparkan bahwa sebenarnya pendidikan tidak bergantung dengan biaya. Karena belajar merupakan kebutuhan setiap orang. Bila orang tidak punya uang, maka dia harus belajar untuk punya uang.
Belajar tidak ada hubungannya dengan uang. Kalau pada akhirnya Qaryah Thayyibah punya fasilitas: laptop, kamera, dan lain sebagainya, itu dimulai dari kemandirian mereka. Pendidikan di sana berfokus pada anak. Apa yang dimaui anak, itu yang dikembangkan. Sedangkan guru berfungsi sebagai pendamping belajar anak saja. Sering kita terjebak bahwa pendidikan adalah mengumpulkan sebanyak-banykanya informasi, dan hanya berorientasi pada ijasah. Sedangkan pendidikan di Qaryah Thayyibah berorientasi pada kehidupan. Apa yang menjadi masalah tiap anak, proses pemecahan masalah itulah yang menjadi pendidikan mereka.
Bahruddin kemudia memutar film dokumentasi tentang Sekolah Qaryah Thayyibah dan menceritakan dimulainya sekolah ini, metode belajar di Qaryah Thayyibah, dan proses belajar dan prestasi yang dihasilkan oleh murid-murid Qaryah Thayyibah.
Para peserta tertarik dengan apa yang disampaikan oleh Bahruddin. Diskusi dimulai dari pertanyaan tentang bagaimana memulai karya seperti Qaryah Thayyibah. Bahrrudin menjawab kalau mau ya mulai aja. Untuk kendala, dianggap nggak ada kendala. Anggap kendala sebagai tantangan. Dimulai dari yang ada saja. Apa yang kita punya, itu dimanfaatkan, jangan mengada-ada. Untuk selanjutnya, fasilitas yg dibutuhkan akan ada dengan sendirinya. Yang terpenting adalah kemandirian kita. Kita perlu mengelola sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya. Jangan bergantung dengan bantuan.
Mengenai peran guru, guru adalah seperti perawat, melindungi. Bukan melarang atau mengarahkan. Saat ini, kualitas pendidikan Indonesia peringkat ke-14 dari 14 negara di Pasifik-Asia Tenggara. Dan yang paling memprihatinkan, adalah kualitas guru yang ada.
Bagaimana untuk meyakinkan orang lain dg sistem Qaryah Thayyibah?
Tidak ada agenda khusus untuk meyakinkan orang, tapi menyikapi secara proaktif setiap kritikan, tanggapan dan masukkan. Bukan menghabiskan tenaga untuk meyakinkan orang, tapi tenaga digunakan saja untuk meningkatkan pendidikan di Qaryah Thayyibah.
Stube-HEMAT Yogyakarta bersama GKJ Mergangsan mengadakan seminar tentang multikulturalisme pada 23 Juli 2008. Seminar ini dihadiri oleh pendeta dan jemaat GKJ Mergangsan, mahasiswa yang aktif dalam kegiatan-kegiatan Stube-HEMAT Yogyakarta, dan mahasiswa-mahasiswa Belanda yang sedang berkunjung ke GKJ Mergangsan. Dalam seminar ini, peserta membahas tentang keragaman budaya dan masalah-masalah sosial di Indonesia dan Belanda.
Program Ekologi Stube-HEMAT Sumba diadakan dalam bentuk pelatihan. Pelatihan ini diadakan pada 7-8 Juni 2008 di Waimarang, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Pelatihan ini diikuti oleh 37 mahasiswa, 26 pria dan 11 wanita. Fasilitator dalam pelatihan ini adalah Ari Hau Dima (Direktur Yayasan Alam Lestari, Sumba) dan Martinus Nd. Tarambiha (Program Coordinator of Christian Reformation Welfare Foundation for East Sumba).
Pelatihan ini memberikan pemahaman kepada peserta tentang pentingnya pelestarian alam. Selain itu, mereka juga belajar tentang perubahan iklim dan pemanasan global. Yang menarik, tiap peserta ditantang untuk berperan serta dalam usaha melestarikan lingkungan di daerahnya.
Program Analisis Sosial Stube-HEMAT Sumba diadakan dalam bentuk Pelatihan Analisis Sosial. Pelatihan ini diadakan pada 30 Mei-1 Juni 2008 di Kapunduk, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Pelatihan ini diikuti oleh 40 mahasiswa, 26 pria dan 14 wanita. Fasilitator pelatihan ini adalah Tim Kerja Stube-HEMAT Sumba, Martha Hebi, ST, dan Oktavianus Landi, ST. Pelatihan ini diadakan dengan tujuan membangun kesadaran mahasiswa tentang masalah-masalah sosial yang terjadi di sekitar mereka.
Lewat pelatihan ini, peserta mempertajam pemahaman mereka tentang masalah sosial yang terjadi di sekitar mereka dan memperkenalkan mereka dengan beberapa lembaga yang bergerak untuk mengatasi masalah sosial di Sumba. Eksposur dalam pelatihan memberikan kesempatan bagi peserta untuk melakukan interaksi langsung dengan orang-orang yang mengalami masalah sosial.
Pelatihan ini juga memberikan dasar spiritual Kristen sehingga peserta lebih sadar tentang kasih Tuhan dan penerapan iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam menghadapi masalah-masalah sosial yang ada.
Program Orientasi Stube-HEMAT Sumba dilakukan pada 26-27 April 2008 dalam bentuk Pelatihan Kepemimpinan Berkarakter Kristen di Lewa, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Pelatihan ini diikuti oleh 38 mahasiswa, 24 pria dan 14 wanita. Selain memperkenalkan Stube-HEMAT Sumba, pelatihan ini bertujuan untuk mengajak peserta belajar tentang karakter dan kepemimipinan. Fasilitator dalam pelatihan ini adalah Tim Kerja Stube-HEMAT Sumba, I Gusti Made Raspita (koordinator Yayasan Sumba Sejahtera), dan Drs. Kristofel A. Praing, M.Si dan timnya.
Dengan mengikuti program ini, mahasiswa dan pemuda di Sumba memiliki kesempatan untuk saling mengenal dan membuka jaringan antar lembaga dan gereja. Mereka belajar materi yang tidak diajarkan di kampus dengan metode yang berbeda. Wawasan mereka semakin terbuka ketika bertemu dan berbagi dengan teman-teman dengan pengalaman, ketrampilan, dan latarbelakang berbeda. Hal ini semakin melengkapi dan memperkaya antara satu dengan yang lain.
Supervisi ke Stube-HEMAT Sumba dilakukan pada 31 Maret-5 April 2008 di Sumba dan Kupang. supervisi dilakukan oleh Ariani Narwastujati, S.Pd, S.S, koordinator Stube-HEMAT Yogyakarta dan Rev. Bambang Sumbodo, S.Th, board Stube-HEMAT Yogyakarta.
Supervisi ini dilakukan untuk melihat persiapan pelaksanaan program Stube-HEMAT Sumba, bertemu dengan stakeholder Stube-HEMAT Sumba, terutama gereja-gereja di Sumba, dan melihat realitas sosial dan potensi di Sumba.
Menutup rangkaian Program Ekologi, Stube-HEMAT mengadakan Seminar Pembuatan Bioetanol dari Pati Sagu pada tanggal 23 Juni 2008 dengan narasumber John Numberi, ST. MT.
Pada tanggal 6 Juni 2008, Stube-HEMAT mengadakan diskusi film “Earth Report” bekerjasama dengan Senat Mahasiswa Teologi Sekolah Tinggi Teologi Nazarene Indonesia (STTNI) di Sleman. Diskusi film ini diikuti oleh aktivis Stube-HEMAT dan 48 mahasiswa STTNI.
Talkshow pengelolaan sampah dan pembuatan pupuk organik dilakukan di Gereja Katolik Maria Assumpta, Babarsari, Sleman pada tanggal 2 dan 9 Maret 2008. Acara ini diikuti oleh mudika dan umat Gereja Katolik Maria Assumpta.
Sosialisasi pengelolaan sampah mandiri di Kampung Nyutran, Taman Siswa, Yogyakarta diadakan pada tanggal 3 Februari 2008. Kegiatan ini dihadiri oleh 25 orang warga Kampung Nyutran.
Program Ekologi dilakukan selama bulan Februari-Juni 2008. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah:
Sosialisasi pengelolaan sampah mandiri di Kampung Nyutran, Taman Siswa, Yogyakarta.
Talkshow pengelolaan sampah dan Pembuatan pupuk organik di Gereja Maria Assumpta, Babarsari, Sleman.
Pelatihan Ekologi dan penanaman pohon di Gunungkidul.
Diskusi film “Earth Report”.
Seminar pembuatan bioetanol dari pati sagu.
Pada tanggal 10 Mei 2008, mahasiswa belajar menulis artikel tentang masalah sosial dalam Pelatihan Jurnalistik. Materi pelatihan mulai dari motivasi menulis, dasar-dasar penulisan, sampai penulisan kreatif. Pelatihan jurnalistik ini menghadiri Nasrudin Anschory Ch, Musthofa Hasyim, dan Bustan Basir Maras sebagai narasumber sekaligus trainer.
Program Analisis Sosial diadakan selama bulan April-Mei 2008. Pada 18-20 April 2008. Kegiatan pertama yang diadakan adalah Pelatihan Analisis Sosial. Mahasiswa mengikuti Pelatihan Analisis Sosial dengan fasilitator Agus Mulyono dari Yayasan Bina Swadaya dan Edi Tanto, aktivis pertanian organik. Peserta pelatihan juga melakukan eksposur (terjun ke lapangan) untuk mengamati permasalahan sosial yang ada. Eksposur diadakan di angkringan, lahan parkir, penjual bakso, dan penjual buah di sekitar lokasi pelatihan.
Program Orientasi Stube-HEMAT dilakukan dalam 3 kegiatan. Kegiatan pertama adalah pengenalan mengenai Stube-HEMAT di Persekutuan Pemuda GPIB “Marga Mulya” Yogyakarta pada tanggal 20 Maret 2008 yang diikuti oleh 20 pemuda.
Kegiatan kedua adalah Pelatihan 7 Habits di Wisma Omah Jawi, Kaliurang dengan fasilitator Semuel Lusi, M.Si, trainer dari Yayasan Bina Dharma, Salatiga. Pelatihan ini dilaksanakan pada tanggal 28-30 Maret 2008 dan diikuti oleh 22 mahasiswa.
Materi pelatihan ini adalah:
Stube-HEMAT dan manfaatnya untuk mahasiswa.
Siapa aku?
Transformasi diri 1: Jadilah proaktif
Transformasi diri 2: Mulailah dari akhir
Transformasi diri 3: Dahulukan yang lebih dulu
Transformasi publik 1: Menang-menang
Transformasi publik 2: Dengarkan dengan sungguh
Transformasi publik 3: Sinergi
Bangun potensi totalmu: Asah gergajimu
Kegiatan ketiga adalah pengenalan Stube-HEMAT di Komisi Pemuda GKJ Samironobaru yang dihadiri oleh 13 orang.