Pertanyaan yang sering muncul di benak kita adalah kita sudah demokratis? ‘Kita’ diartikan sebagai rakyat, pemerintah, pelaku-pelaku politik, sistem maupun kebijakan demokrasi yang ditetapkan. Masing-masing negara menggunakan sistem demokrasi yang berbeda, seperti Indonesia dengan negara kepulauan terbesar dan heterogen, baik penduduk maupun budaya, sistem demokrasi menyesuaikan situasi dan kondisi di masyarakat, karena pada dasarnya demokrasi dengan kedudukan tertinggi adalah rakyatnya, sehingga tujuan demokrasi ditujukan untuk rakyat, melalui hak-hak setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat secara merdeka.
Harus diakui bahwa pembahasan mengenai demokrasi tidak akan ada habisnya dan demokrasi bukan hanya soal pemilu, tapi juga mencakup bidang ekonomi, teknologi, dan sosial budaya. Melihat dinamika demokrasi saat ini menggugah rasa penasaran bagaimana sebenarnya penerapan demokrasi di negara ini. Ini menjadi titik pijak Stube HEMAT Yogyakarta mengadakan diskusi tentang demokrasi dengan tema besar ‘Demokrasi dari zaman ke zaman’ (Sabtu, 17/04/2021) dengan mengangkat topik ‘Mencerna demokrasi serta dinamikanya dalam perkembangan teknologi digital dan tantangan pandemi’ yang dihadiri puluhan mahasiswa dari berbagai daerah yang kuliah di Yogyakarta. Hadirnya narasumber yang berpengalaman di dunia politik yakni George Bungaran Laurances Panggabean, menjadi hal yang istimewa dalam diskusi kali ini.
Dalam pemaparannya, narasumber menjelaskan bahwa fase demokrasi (1945-1959) merupakan demokrasi parlementer karena sistem pemerintahan parlementer, dan saat itu kabinet bertanggung jawab kepada parlemen. Era Reformasi menjadi tonggak bagi penegakan Demokrasi Pancasila sebagai koreksi masa Soeharto yang dikenal otoriter. Dari pemaparan tersebut timbul pertanyaan ‘Apakah benar demokrasi saat ini rakyatlah yang ada di depan, atau sebaliknya, elit-elit politiklah yang ada di barisan depan? Saat ini di lapangan warna ‘money politik’ menjadi seperti kebiasaan, dan bukan lagi kapasitas, kualitas, dan kompetensi yang menjadi patokan calon anggota dewan. Di sini uanglah yang berbicara, siapa yang menggelontorkan uang dengan nominal besar membuka peluang mengeruk suara dan terpilih. Sebenarnya, demokrasi tidak hanya pada bidang politik, tetapi juga bisa mencakup misalnya dalam bidang ekonomi seperti UMKM dan Koperasi sebagai usaha pembangunan masyarakat.
Pdt. Bambang Sumbodo, Board Stube HEMAT, menanggapi bahwa pada tahun (1959-1965) merupakan demokrasi terpimpin dengan ditandai adanya dekrit presiden. Dalam bidang keagamaan, pada era Orde Baru semua keagamaan termasuk gereja, harus memuat asas Pancasila, jika melangar maka tidak akan diakui negara. Bergeser ke era saat ini, kembali lagi politik uang yang andil dalam sistem demokrasi. Ir. Hero Darmawanta M.T, Board Stube HEMAT menyampaikan bahwa bentuk demokrasi yang ada di Indonesia merupakan hasil dari proses yang diambil dari permasalahan dan dinamika bangsa. Demokrasi yang relevan harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini sehingga bisa menemukan sistem demokrasi yang cocok agar tidak tertinggal dari dunia luar, termasuk dalam teknologi digital.
Peran generasi muda sangatlah penting bagi tegaknya demokrasi melalui pelaksanaan Pemilu. Dari diskusi tersebut peserta diajak berpikir apakah demokrasi seperti sekarang inikah yang diinginkan rakyat? Demokrasi yang bijak adalah demokrasi yang mengedepankan kepentingan rakyat itu sendiri. Mari kita perjuangkan bersama.***