Oleh Yoel Yoga Dwianto, S.Th.
Krisis kesadaran akan kelestarian lingkungan hidup adalah masalah yang selalu up-to-date karena bumi semakin tua dan manusia memerlukan perubahan radikal yang mengedepankan kesadaran pentingnya memelihara lingkungan hidup. Perubahan pola dan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan demi keberlajutan kehidupan harus menjadi kesadaran personal dalam masyarakat bahkan harus melembaga dan menjadi budaya baru masyarakat posmodern. Kesadaran ini menjiwai kehidupan manusia, mulai dari konsumsi kebutuhan pokok, konsumsi energi, penggunaan teknologi, kebutuhan peralatan rumah tangga, penggunaan sarana fasilitas transportasi, penataan bangunan serta perawatan rumah, pola pertanian serta mata pencaharian lainnya, pengembangan industri, pengembangan bisnis, pengembangan organisasi, ekonomi, politik, dan pendidikan.
Atas dasar itu Stube HEMAT Yogyakarta mengadakan diskusi tentang Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab di Wisma Pojok Indah (19/02/2022). Di awal kegiatan Trustha Rembaka, S.Th., koordinator Stube HEMAT Yogyakarta, memperkenalkan lembaga dan memetakan sejauh mana peserta tahu tentang Sustainable Development Goals (SDGs). Sebagian peserta mengaku baru mendengar istilah ini, tetapi menjadi tertarik untuk mendalaminya.
Dalam proses diskusi, setiap peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia yang sedang kuliah di Yogyakarta mendapat kesempatan untuk mengungkapkan apa saja yang mereka konsumsi dan apa saja yang mereka produksi. Masing-masing memiliki jawaban beragam, Ika dari Lampung mengakui dirinya lebih banyak mengkonsumsi daripada memproduksi, dari makanan, minuman, air, sabun, shampo, listrik, kuota, berita, dan bahan bakar. Ia berharap dapat menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab dalam hal konsumsi dan produksi.
Suparlan, S.Sos.I, MA dari Yayasan Sheep Yogyakarta dan Dewan WALHI Jogja, sebagai narasumber diskusi menyampaikan bahwa menjadi environmentalis itu gampang. Environmentalis ada karena pemanasan global dan perubahan iklim yang terjadi pada dunia saat ini. Ini terjadi akibat maraknya pembangunan global dan revolusi industri tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan hidup. Pertanian merasakan dampak perubahan iklim dan pemanasan global dari perubahan musim, perubahan ketersediaan air, serangan hama dan penyakit yang memicu gagal tanam dan gagal panen. Dampak jauhnya adalah kerawanan pangan dan ancaman kelaparan. Jadi, tepat kalau konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab menjadi salah satu poin dari SDGs untuk menyadarkan masyarakat global tentang pola konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Semakin tinggi konsumsi individu, semakin besar emisi gas buang yang dilepaskan ke atmosfir. Akumulasi gas buang menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Parahnya, dunia terjebak dalam keserakahan kapitalis yang mengeruk alam tanpa mempertimbangkan kelestariannya. Dalam kegiatan kelompok, peserta menghitung karbon yang dihasilkan dari aktivitas sehari-hari mereka. Misalnya penggunaan satu buah rice cooker selama 1 jam menghasilkan 267 gram CO2. Bayangkan berapa banyak CO2 yang dihasilkan penduduk dunia hanya dari penggunaan rice cooker!
Pdt. Bambang Sumbodo, S.Th, M.Min., board Stube HEMAT memandu peserta berefleksi apa yang diperlukan manusia saat ini. Kesadaran untuk memiliki pola pikir menuju kehidupan yang lebih baik serta ramah lingkungan menjadi sesuatu yang sangat penting. Hidup tidak lagi berorientasi pada keuntungan sesaat tapi pemikiran yang berkelanjutan demi menjaga keberlangsungan alam dan lingkungan hidup. Beragam temuan tentang dampak pemanasan global, konsumsi dan produksi yang tidak bertanggung jawab dan karbon yang dihasilkan seharusnya membuat semua peserta memikirkan ulang cara hidup masing-masing.
“Aku bangun di pagi hari dan bertanya dengan diriku sendiri, apa yang bisa aku lakukan hari ini,
bagaimana caranya agar aku dapat menolong dunia hari ini.”
(Julia Butterfly Hill)
Pendampingan Studi Sosial SMPK Tirta Marta BPK Penabur Pondok Indah
Oleh Kresensia Risna Efrieno.
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak lepas dari realita sosial. Begitu banyak fenomena sosial terjadi di masyarakat seperti permasalahan berkaitan dengan pendidikan, kemiskinan, kesenjangan sosial, teknologi, ekonomi dan lain sebagainya. Dari realita ini apa yang seharusnya kita lakukan? Apakah kepekaan dan kesadaran sosial akan tumbuh dengan sendirinya? Kesadaran terhadap isu atau realitas sosial ini perlu terus ditumbuhkan dan diasah, untuk memicu timbulnya kesadaran terhadap realita yang terjadi.
Seiring dengan harapan untuk terwujudnya kesadaran manusia khususnya anak muda, Stube HEMAT memberi ruang pendampingan kepada siswa-siswi SMPK Tirta Marta BPK Penabur Pondok Indah Jakarta dalam Studi Sosial 2022 yang mengangkat tema “Aku dan Sesamaku – We Care We Share”. Kegiatan Studi Sosial ini adalah bagian kepedulian Yayasan Tirta Marta-BPK Penabur, Pondok Indah Jakarta, untuk mengasah kepekaan siswa-siswinya atas realita yang terjadi di sekitarnya, terciptanya generasi muda yang tahu apa yang harus dilakukan sebagai respon atas pemasalahan yang ada. Kondisi pandemi tidak menghalangi proses belajar, kegiatan berlangsung secara online selama 3 hari, dimana Stube HEMAT Yogyakarta memfasilitasi selama dua hari, 2 dan 3 Februari 2022.
Hari pertama (2/2/2022) menjadi awal siswa dan siswi mengenal Stube HEMAT dan Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd., Direktur Eksekutif Stube HEMAT memaparkan tentang Stube HEMAT dan pelayanannya untuk mengembangkan sumber daya manusia di berbagai wilayah di Indonesia. Ariani juga menayangkan video yang membantu siswa-siswi mengetahui kegiatan Studi Sosial di tahun-tahun sebelumnya, dan mengungkap realita kehidupan yang terjadi di Raja Ampat, Papua Barat yang perlu dukungan layanan pendidikan berkualitas dan fasilitas penunjang lainnya.
Untuk memperkuat kedekatan personal dengan para siswa, pihak sekolah membagi para siswa ke dalam 7 kelompok kecil dan tujuh tim Stube HEMAT sebagai fasilitator. Di kelompok kecil yang terdiri 9-10 siswa, tim Stube HEMAT memandu para siswa untuk mendalami kepribadian mereka melalui ‘game quiz’. Para siswa terlihat sangat antusias ketika mengetahui karakter diri mereka, seperti orang yang baik, orang yang pintar, orang yang percaya diri, orang yang kocak dan orang yang mandiri. Sebagian mengaku sesuai tetapi ada juga yang tidak sesuai. Proses ini membawa mereka pada sebuah kesadaran bahwa diri mereka berharga dan bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain sebagai respon terhadap kesulitan yang terjadi di sekitarnya.
Pada hari kedua (3/2/2022) sesi pertama yang disampaikan oleh Trustha Rembaka, S.Th., Stube menayangkan kehidupan anak-anak SMP di Pulau Sumba yang mengalami keterbatasan fasilitas pendidikan, mereka berangkat sekolah berjalan kaki, naik ke bukit demi mendapat jaringan internet selama belajar online, malam belajar dengan penerangan lampu minyak karena tidak ada listrik, mencari kayu bakar untuk memasak, juga bertugas memelihara ternak keluarga. Di bagian ini para siswa belajar mengungkap permasalahan dan kesenjangan yang dialami teman sebaya di daerah lain di Indonesia. Selanjutnya di sesi kedua, Kresensia Risna Efrieno mendampingi para siswa menyaksikan tayangan video mengenai daya juang dalam kehidupan dengan menayangkan potret kehidupan Sudarmono, seorang difabel karena kecelakaan kerja, yang tidak menyerah karena keadaan dan berjuang untuk melanjutkan kehidupan. Ia bersama isterinya merintis usaha bisnis peyek kacang dan berkembang sampai sekarang.
Dari rangkaian pembelajaran ini para siswa berefleksi dan menentukan sikap, apa yang bisa mereka lakukan sebagai wujud kepedulian terhadap sesama, yang selanjutnya dituangkan ke dalam project planning secara kelompok. Kegiatan Studi Sosial ini bukan sekedar untuk menumbuhkan kesadaran atau kepekaan akan realita sosial, tetapi sampai pada bagaimana bertindak sebagai realisasi akan kesadaran itu. Sudahkah kita sadar akan realita sosial yang terjadi di sekitar kita? Mari buka mata, buka hati dan tentukan langkah untuk bertindak dan berbagi.***