Umat Kristiani dan Pilkada
Sebuah Sarasehan Pendidikan Politik
Pemilihan Kepala Daerah menjadi isu yang santer dibicarakan di Sleman, Gunungkidul dan Bantul. Penjaringan calon pun sudah berlangsung di tiga kabupaten tersebut. Bagaimana peran orang Kristen dalam menyikapi Pemilihan Kepala Daerah secara langsung?
Pergumulan ini mendorong pengurus Klasis GKI Yogya, Masyarakat Kristiani Indonesia (MKI) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) mengadakan Sarasehan Pendidikan Politik di UKDW, Senin (16/03/2015). Sarasehan dihadiri utusan gereja-gereja di Daerah Istimewa Yogyakarta, lembaga-lembaga pelayanan Kristen dan mahasiswa Kristiani. Tak ketinggalan Stube-HEMAT Yogyakarta mengutus Trustha Rembaka.
Bambang Priambada selaku ketua pelaksana mengungkapkan bahwa masyarakat Kristiani perlu penyadaran baru untuk bersatu secara rohani demi kemajuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian rektor UKDW Ir. Henry Feriadi, M.Sc. Ph.D., menegaskan bahwa core-business UKDW adalah pendidikan. Jadi, UKDW mendukung pelaksanaan Sarasehan Pendidikan Politik ini. Perlu disadari pendidikan adalah investasi jangka panjang yang hasilnya membutuhkan proses. Pendidikan juga sebagai proses transformasi yang dialami seseorang, masyarakat dan daerah menjadi lebih baik. Realitanya saat ini orang Kristen enggan masuk politik. Politik perlu dipelajari, bukan soal siapa tapi bagaimana politik mampu menghadirkan kesejahteraan umat.
KPU DIY diwakili Guno Tri Tjahjoko, MA., memaparkan regulasi pemilihan kepala daerah secara langsung. Pilkada langsung kabupaten Sleman, Bantul dan Gunungkidul akan dilaksanakan serentak 9 Desember 2015. Prof Dr. Nindyo Pramono, SH., pakar hukum bisnis dari UGM mengingatkan bahwa perbaikan bangsa ini membutuhkan partisipasi masyarakat Kristiani, dan perbaikan bangsa ini diawali dari diri sendiri, karakter dan integritas. Sedangkan Drs. Katin Subiyantoro dari PDI Perjuangan menyampaikan orang Kristen cenderung tidak mau terjun ke politik karena punya anggapan politik itu kotor. Hal ini akan berdampak jumlah wakil-wakil Kristiani semakin menurun. Orang Kristen yang akan terjun dalam bidang politik harus ‘beres’ dari dalam dirinya dan memiliki motivasi yang murni. Ini menjadi tantangan bagi gereja, gereja tidak bisa berdiam diri, gereja harus mampu mencetak umatnya menjadi kader yang baik dan layak pilih.
Pengurus partai politik nasionalis dihadirkan di sesi dua, antara lain Drs. John S. Keban dari Partai Golkar yang mengkritisi orang Kristen di Yogyakarta sebenarnya banyak tetapi sulit disatukan. Partai Golkar sebenarnya membuka peluang menjadi calon pemimpin daerah jika ada kader Kristiani yang berkualitas, untuk posisi wakil. Kemudian Brigjen. Purn. RM. Noeryanto dari Partai Gerindra mengungkapkan Yogyakarta adalah Daerah Istimewa, memiliki good governance, usia harapan hidup yang relatif tinggi, nyaman ditinggali dan city of tolerance. Namun sekarang mulai terganggu dengan beberapa kejadian yang cenderung intolerance. Masyarakat Kristen dan gereja di Yogyakarta kurang berani berperan dalam politik dan kurang berani bersuara. Sekarang mulailah tunjukkan dengan tindakan yang melibatkan masyarakat dan dirasakan masyarakat. Tak jauh beda dipaparkan Bertha Cahyani H.A. dari Partai Demokrat, ketika terpilih menjadi anggota dewan ternyata dukungan suara tidak hanya dari umat Kristiani.
Kritik terhadap umat Kristen diungkap Drs. Bambang Praswanto dari PDI Perjuangan, orang Kristen saat di dalam gereja menjadi sangat rohani, tetapi ketika di luar gereja, ‘hilang’. Hal ini tidak boleh terjadi, orang Kristen harus berperan dalam masyarakat. Kader-kader Kristiani banyak berperan dalam kepengurusan PDI Perjuangan. Dari partai Nasdem yang diwakili Cornus Dwisaptha, S.Sos, menyatakan bahwa meskipun partai Nasdem masih baru, tapi tetap bersikap tegas terhadap anggotanya, jika terlibat pelanggaran akan diberhentikan.
Dalam diskusi yang dipandu moderator Sri Bayu Selaaji terungkap bahwa sarasehan ini harus ditindaklanjuti dengan penguatan-penguatan peran orang Kristen dalam politik, khususnya menyambut Pilkada. Tindakan nyata yang lebih serius perlu diupayakan bersama adalah menumbuhkan perhatian kaum muda Kristen terhadap politik, meskipun saat ini sudah ‘terlanjur’ apriori. Semoga. (TRU)