Tak Menyerah meski Berpisah  (Jalan Berkat dari Kacang Hijau dan Roti Bakar)  Herisen Witno Ngongare

pada hari Sabtu, 26 Oktober 2019
oleh adminstube
 
 
Berawal dari gambar brosur acara yang masuk di WhatsApp dari saudara saya, Erik, salah satu anggota team Stube-HEMAT Yogyakarta, di situ nampak ada kata-kata “Anda Gagal?” dan “Per Angusta Ad Augusta” yang lebih menonjol dibanding lainnya, ini membuat saya menjadi penasaran, karena saya baru pertama kali melihat kata-kata itu dan ingin tahu lebih dalam, akhirnya saya memutuskan ikut kegiatan tersebut.
 
 
Ternyata kegiatan ini adalah sebuah pelatihan tentang kegagalan! Namun bukan kegagalan semata tetapi Kegagalan dilihat dari sudut pandang Alkitab dan psikologi dengan tema Per Angusta Ad Augusta yang berarti Dari Kesulitan Menuju Kemuliaan. Saya menemukan semangat baru dan bersyukur karena Tuhan tidak pernah meninggalkan keluarga kami dan kami percaya diri untuk terus melangkah, dan beberapa pesan refleksi yang menguatkan, seperti “Teruslah melangkah dengan kaki kanan yang menuju masa depan dan kaki kiri di masa lampau” yang berarti, jika berhenti melangkah maka kita terjepit di antara dua masa yang dapat membuat kita bimbang, maka teruslah melangkah dan hadapi kehidupan bersama Tuhan.
 
Ada salah satu sesi yang membuat saya terkesan, yang menghadirkan beberapa orang yang telah mengalami gagal and bangkit kembali, seperti Andmesh Kamaleng, yang mengalami kedukaan tapi tidak menyerah, Maria Calista, yang mengangkat keluarganya melalu suara emas, Marco C Alvino, putus kuliah tak membuatnya menyerah dan Sudarmono meski kehilangan tangan tidak kehilangan harapan. Sungguh, ini pelatihan yang sangat menarik karena peserta mendapat ruang dan kesempatan untuk menceritakan kegagalan yang pernah dialami dan bagaimana menyusun strategi untuk bangkit dari kegagalan itu sendiri.
 
Temasuk pengalaman saya, ketika itu Mei 2006 menjelang kenaikan kelas di Sekolah Menengah Pertama, saya dan keluarga mengalami situasi yang sangat berat, ketika Ayah meninggalkan kami selamanya. Ayah tiada disaat saya masih bergantung padanya untuk menyelesaikan PR sekolah, saat kakak saya membutuhkan support dari segi mental and finansial untuk kuliah dan ibu yang kehilangan pendamping hidup. Saat mendengar tangisan ibu, saya merasakan suasana hati yang sangat kehilangan. Hadir di pikiran sebuah janji untuk tidak akan menyakiti hati ibu. Bertahun-tahun saya membantu ibu menyelesaikan pekerjaan rumah dan berjualan es kacang hijau dan roti bakar. Saya tidak ragu dan malu untuk berjualan karena ini menjadi jalan untuk melanjutkan kehidupan dan mencukupi kebutuhan kuliah kakak. Akhirnya tahun 2010 saya menyelesaikan SMA dan melanjutkan kuliah di Yogyakarta dibiayai oleh ibu saya.
 
Saat ada libur kuliah saya kembali ke kampung halaman, namun saya malah mendukakan hati ibu, yaitu berpacaran, karena ketika itu ibu mengingatkan saya untuk tidak berpacaran sampai selesai kuliah, tetapi saya melanggarnya. Kembali hati ibu tersakiti dan mengeluarkan air mata dengan kelakuan saya itu. Keadaan ini membuat saya ingat apa yang pernah saja janjikan dan merasa gagal untuk menjaga ibu. Saya menyesal dan meminta maaf kepada ibu. Saya tetap menjaga janji ini sampai saat saya melanjutkan kuliah di S2 dan menyelesaikannya.

Kegagalan tidak bisa lepas dari hidup manusia, bahkan tidak ada manusia yang tidak mengalami kegagalan, tapi bagaimana ia bangkit lagi dari kegagalan itu. Saya menemukan makna bahwa kegagalan membuat saya melihat dari arah yang berbeda dan melakukan sesuatu dengan niat baik dan kesungguhan, maka Tuhan akan mengizinkan dan berhasil melewatinya. Keberhasilan jika tanpa Tuhan, itu sementara, tapi berhasil bersama Tuhan itu abadi. (Refleksi kecil setelah pelatihan Per Angusta Ad Augusta).



  Bagikan artikel ini

Per Angusta Ad Augusta

pada hari Jumat, 25 Oktober 2019
oleh adminstube
 

‘Per Angusta Ad Augusta’ sebuah istilah Latin yang berarti ‘Dari Kesulitan Menuju Kemuliaan’. Kata-kata ini mendorong seseorang untuk tekun saat ‘masa sulit’ dengan tetap optimis sampai akhirnya berhasil. Kegagalan tak bisa lepas dari kehidupan manusia, tetapi bagaimana cara seseorang merespon kegagalan secara kontruktif tanpa kehilangan sikap baik itulah yang penting, dan yang terutama adalah bagaimana ia belajar dari kegagalan dan menemukan energi untuk memulai yang baru.

Sebagai lembaga pendampingan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang sedang studi di Yogyakarta, Stube HEMAT memahami bahwa mahasiswa yang merantau untuk kuliah di kota ini, membawa beban tersendiri di pundak mereka. Harapan-harapan keberhasilan baik dari diri sendiri dan keluarga, juga sanak-saudara dan masyarakat setempat menjadi salah satunya. Sementara di perantauan, mereka menghadapi persaingan, tantangan, kompleksitas, tuntutan standar tinggi sumber daya manusia dan perubahan yang bisa menghalangi terwujudnya harapan keberhasilan tersebut. Banyak kasus menyedihkan terjadi di tengah-tengah proses mewujudkan harapan tersebut seperti depresi bahkan bunuh diri. Melalui pelatihan Belajar dari Kegagalan dengan judul ‘Per Angusta Ad Augusta’ di Villa Taman Eden 1, Kaliurang, 18-20 Oktober 2019, Stube-HEMAT mengundang mahasiswa membangun optimisme untuk menghadapi segala tantangan terlebih menyikapi kegagalan.

Pdt. Bambang Sumbodo, M.Min, board Stube-HEMAT, membuka pelatihan dengan mengajak mahasiswa bersikap dalam membuat keputusan. Mengambil keputusan tidaklah mudah. Ada beberapa tipe dalam pengambilan keputusan, yaitu, pertama, asal memilih yang penting ia aman; kedua, mempertimbangkan untung rugi keputusan itu, pilihan yang menguntungkan akan diambil; ketiga, mempertimbangkan motivasi dari keputusan yang diambil dilandasi oleh motivasi yang benar. Nelson Mandela menjadi salah satu contoh pengambil keputusan yang dilandasi motivasi yang benar, meski dia harus menanggung 27 tahun hukuman penjara karena perjuangan anti ras dan diskriminasi di Afrika Selatan yang dia lakukan.

Upaya memaknai kegagalan dalam perspektif Kristen bersama Pdt. Dr. Jozef MN. Hehanussa menggugah antusiasme peserta untuk bertanya-tanya apakah Allah juga pernah gagal? Beberapa kisah tokoh di Alkitab seperti Adam dan Hawa yang gagal memegang perintah Allah dengan makan buah pengetahuan baik dan buruk, Musa gagal tidak masuk ke tanah perjanjian, Petrus menyangkal Yesus dan Yudas berkhianat, menjadi contoh kongkrit kegagalan. Jika manusia mengalami kegagalan, apakah artinya Tuhan juga gagal dalam menyertai manusia? Perdebatan dan diskusi yang seru mewarnai sesi ini. Kalau benar Tuhan gagal, apa yang akan dilakukan? Pergi dan berpaling meninggalkanNya? Kisah Sadrakh, Mesakh dan Abednego di kitab Daniel 3: 17-18, “Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu”, menjawab bagaimana harus bersikap saat rencana Tuhan tidak seturut keinginan manusia, yakni tetap setia. Rencana Tuhan tidak pernah gagal, hanya ketidakmampuan manusia memahami itulah yang membuat seolah Allah gagal dan tidak adil. Sungguh sesi ini memberi wawasan dan penguatan kepada peserta dalam menghadapi kegagalan.

 

Pendekatan psikologi bersama Drs. T.A. Prapancha Hary, M.Si, membantu para peserta mendalami pribadi mereka melalui gambar-gambar yang mereka buat sebelumnya. Tak hanya itu, peserta juga mengisi kuisioner untuk mengungkap karakter dan kecenderungan diri, yang nantinya bisa dikembangkan guna menyelesaikan kuliah dan masuk dunia kerja. Tak sedikit dari peserta mengakui kecocokan situasi diri yang ‘terbaca’ melalui gambar dan menerima saran-saran untuk dikembangkan.

 

Memahami penyebab dan konteks kegagalan akan membantu orang menghindari kegagalan selanjutnya dan membantu menemukan strategi yang efektif. Pengalaman beberapa tokoh, seperti Marco C. Alvino, putus kuliah tetapi sekarang hidup dari bisnis jagung; Maria Calista, bermodal suara mengangkat keluarganya; atau Sudarmono, penyandang disabilitas yang hidup dari menjahit, menjadi contoh riil orang-orang yang bangkit dari kegagalan dan berstrategi dalam hidupnya. Memang tidak mudah mengungkap kegagalan-kegagalan karena berarti mengakui kesalahan dan kelemahan, bisa menjatuhkan semangat bahkan membuka aib, padahal ini adalah bagian untuk memperbaiki diri dan menemukan bekal hidup yang baru.


Beberapa tekad peserta untuk menghindari kegagalan adalah dengan memperluas jejaring dengan mengenal orang, memetakan penyebab kegagalan, mengasah cara berbicara, melatih berbahasa Inggris, memperoleh ketrampilan menjahit dan berbisnis. Jadi, anak muda tetaplah optimis untuk melengkapi diri dan melangkah maju menghadapi masa depan. Per Angusta Ad Augusta. (TRU).








 


  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2024 (20)
 2023 (38)
 2022 (41)
 2021 (42)
 2020 (49)
 2019 (37)
 2018 (44)
 2017 (48)
 2016 (53)
 2015 (36)
 2014 (47)
 2013 (41)
 2012 (17)
 2011 (15)
 2010 (31)
 2009 (56)
 2008 (32)

Total: 647

Kategori

Semua  

Youtube Channel

Lebih baik diam dari pada Berbicara Tetapi tidak ada Yang Di pentingkan Dalam Bicaranya


-->

Official Facebook