Seperti benih yang bertunas, pengarusutamaan gender berkembang walaupun tidak semudah yang bisa diucapkan. Pengarusutamaan gender melintasi perbedaan budaya, agama, struktur sosial dan berbagai paradigma yang ada. Bertempat di Andreas Hermes Academy, Bonn, Germany, workshop internasional tentang pengarusutamaan gender diadakan dengan mengundang partner organisasi EED dan ESP dari berbagai negara seperti Ghana, Uganda, Kenya, Brazil, Congo, Ecuador, Myanmar, Kamboja, India, dan Indonesia untuk saling berbagi tentang permasalahan gender dan belajar tentang perhatian yang diberikan EED dan ESP dalam mempromosikan keadilan dan kesetaraan perempuan melalui program pendidikan dan pelatihan yang diadakan.
Stube-HEMAT, salah satu organisasi partner ESP di Indonesia berpartisipasi dalam workshop tersebut dengan mengirim Koordinator Stube-HEMAT, Ariani Narwastujati, sebagai wakil lembaga.
Mendorong perempuan untuk setara dengan laki-laki dalam pergaulan sosial tidak semudah yang dibayangkan. Ada banyak kompleksitas dan konflik baik disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Ditambah lagi zona nyaman yang ada dalam masyarakat seringkali mengabaikan potensi perempuan untuk melakukan lebih dari yang biasanya ia lakukan.
Gender tidak hanya berbicara masalah perempuan yang tertindas, namun juga kesetaraan antara perempuan dan laki-laki. Perbedaan latar belakang para peserta memberikan dinamika yang menarik karena memberikan kesempatan bagi tiap-tiap peserta untuk mendengarkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh negara atau benua mereka.
Di Myanmar contohnya, dimana perempuan tidak bebas bergerak atau berkarya karena budaya, sistem patriarki, dan peraturan keagamaan di sana.
Banyak perempuan di dunia belum menyadari bahwa mereka seringkali menjadi korban dari sistem pendidikan, politik, ekonomi yang tidak mengutamakan kesetaraan. Siapa yang bertanggungjawab terhadap hal ini? Jawabannya adalah seluruh anggota masyarakat. Kesadaran terhadap kesetaraan gender adalah kunci untuk memampukan perempuan untuk bebas dan mandiri sehingga memberikan kontribusi positif bagi masa depan komunitas.
Eti, dari Sumba, mahasiswa Biologi UKDW, akan melakukan analisis daya dukung lingkungan di daerah ekowisata air terjun Laiputi di Praingkareha, Sumba Timur. Ia melihat pengelolaan ekowisata di sana perlu ditingkatkan kualitas pengelolaannya, terutama berkaitan dengan kelestarian lingkungan hidup.
Vicky, dari Palembang, mahasiswa Teologi STAK Marturia, akan magang di Yayasan Bina Mandiri untuk program pengembangan pertanian organik di Desa Cinta Manis Baru Sumatera Selatan. Vicky ingin turut membangun kesadaran warga jemaat Cinta Manis Baru akan bahaya dari penggunaan pupuk dan obat-obat kimia sebagai sarana perawatan tanaman dalam jangka panjang.
Victor, dari Lampung, mahasiswa Teologi STAK Marturia, akan melakukan kegiatan berkaitan dengan pengelolaan air di jemaat GKSBS Rawajitu, Lampung. Kualitas air di sana cukup buruk karena ada di lingkungan lahan gambut. Harapan dari kegiatan ini, jemaat GKSBS Rawajitu: 1) menyadari pentingnya air bersih bagi kehidupan, 2) menggunakan kearifan lokal untuk memperbaiki kualitas air, dan 3) menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat setempat dan juga lembaga sosial non pemerintah yang bergerak di bidang pengelolaan air.