Berimajinasi berarti kita sedang membayangkan hal yang menyenangkan di masa depan. Imajinasi juga berarti kita memiliki sebuah harapan di masa depan yang lebih baik dari saat ini. Tetapi bagaimana dengan imajinasi liar yang mengarah kepada perpecahan dan melahirkan konflik baru.
“Imajinasi seperti ini sangat banyak kita temukan dizaman ini dan semakin tidak terarah”, kata Dr. Zuly Qodir, Dosen Sosiologi Politik UMY yang menjadi fasilitator membuka diskusi. Beliau mengupas beberapa imajinasi yang terjadi saat ini dalam kehidupan masyarakat kita seperti adanya imajinasi agama dalam media seperti Islam sebagai agama, dalam media barat dipotret sebagai “agama yang negatif”. (Ahmed and Matthes 2017; Knott et al. 2013),sedangkan Yahudi dan Kristen diimajinasikan sebagai “musuh” utama Islam (Karim dan Eid, 2018).Selanjutnya ada imajinasi-imajinasi yang lain seperti imajinasi politik dalam media, imajinasi politik keagamaan, imajinasi “yang lain” tentang politik dan sebagainya. Semua imajinasi itu mengarahkan dan membuat masyarakat memilih salah satu, mau berpikir untuk kehidupan berbangsa dan bernegara atau harus berpikir untuk kehidupan kesejahteraan kelompok masing-masing. Masyakarat kita digiring menjadi individu yang hanya memingkirkan tentang diri dan kelompoknya. Hal ini yang menyebabkan masyakarat kita tidak manusiawi, bermunculanlah banyak perilaku kekerasan, berkurangnya response sosial, kebangkitan kelompok etnik, perlawan dan berbagai permasalahan yang timbul dari akar rumput untuk mendapatkan keadilan”,tutup Dr. Zuly.
“Permasalahan yang muncul semakin meluas dan berkembang seketika, saat di goreng dengan isu hoax. Dengan berbagai keterbatasan dan kurangnya pengetahuan masyarakat kita tentang menggunakan media sosial membuat kita menjadi sasaran empuk dari bertebarannya berita hoax di media sosial sambung”,Valentine Wiji, Kepala Sekretariat Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia atau MAFINDO. MAFINDO sendiri adalah kelompok relawan yang tergerak hati untuk melakukan pengumpulan data dan informasi yang terdapat di berbagai media masa, media sosial atau biasa disebut literasi digital. Fokus dari kelompok ini adalah melawan kurang informasi dan salah informasi.
MAFINDO berdiri pada 19 November 2016 dengan semangat memerangi hoax dengan merangkul berbagai lapisan elemen masyarakat, untuk terus berbagi informasi. Mafindo juga bergabung dalam cekfakta.com dan bekerjasama dengan lebih dari 20 media daringkredibel seperti kompas.com, tirto.id, detik.com, antara dan beberapa lainnya serta didukung oleh Google, AMSI, & First Draft. Selain itu MAFINDO memiliki satu akun group Facebook yang bisa menjadi saluran informasi bagi semua orang Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax atau disingkat menjadi FAHHH yang sudah memiliki 61.995 orang anggota sampai hari ini dan Instagram @turnbackhoaxid dengan 3.659pengikut.
Valentine Wiji mengajak semua peserta untuk ikut bergabung dengan group FB tersebut agar bisa saling berbagi berita dan memberi informasi yang benar kepada keluarga dan sanak saudara. Sebab media masa saat ini memiliki peran penting dalam menyebar luaskan informasi. Pastikan keluarga kita terbebas dari isu hoax. Menurut global web index, per-Januari 2019 platfoms Youtube memiliki 88%, Whatsapp 83%, Facebook 81% dan Instagram 80% yang aktif dan sering diakses oleh masyarakat Indonesia.
Jika masyarakat sudah bijak dalam menggunakan media sosial maka diharapkan dapat mengurangi korban kekerasan atas nama agama, suku, dan ras. Terlebih dalam situasi tahun pemilu saat ini, masyarakat diharapkan ikut terlibat aktif memerangi isu hoax yang bertebaran di media sosial. Mari budayakan membaca agar kita bisa lebih cerdas dan bijak bermedia sosial. (SAP)