Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki konsekuensi logis bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, ribuan pulau berarti keberagaman penduduk dan budaya, flora fauna dan sumber alam, di sisi yang lain beresiko kesenjangan pembangunan antar wilayah yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dan ekonominya. Banyak anak muda menyadari realita ini dan berusaha meningkatkan kualitas dirinya melalui pendidikan dan melanjutkan studi di kota lain, salah satunya di Yogyakarta.
Stube-HEMAT Yogyakarta sebagai lembaga pendampingan mahasiswa dari berbagai daerah yang studi di Yogyakarta memberi kesempatan kepada mereka untuk memikirkan daerah asal mereka melalui program Eksposur Lokal yang berupa pemetaan potensi dan tantangan daerah, membuka jejaring di daerah dan menerapkan ilmu mereka. Ada tiga mahasiswa menjadi peserta tahun ini, siapa saja mereka?
Erik Puae,
Mahasiswa Manajemen Informatika dan Komputer di Bina Sarana Informatika, Jakarta Selatan tetapi bersemangat mengikuti pelatihan di Stube-HEMAT di Yogyakarta. Ia berasal dari desa Puao, Wasile Tengah, Halmahera Timur, Maluku Utara. Minatnya untuk ikut ekposur lokal muncul ketika melihat masyarakat desanya mengalami kelambatan pembuatan surat-menyurat dari desa. Ternyata perangkat desa setempat belum terampil menggunakan komputer untuk mengetik surat-menyurat. Ia menawarkan pelatihan komputer kepada perangkat desa supaya keterampilan mereka meningkat. Namun kegiatannya tidak berhasil karena perangkat desa tidak memberikan jadwal pelatihan tersebut.
Akhirnya ia mengubah target peserta pelatihan kepada anak muda di desanya dan siswa-siswa SMK Marhaen. Ada dua puluhan anak muda dan pelajar antusias mengikuti pelatihan komputer dasar, yaitu mengoperasikan komputer dan mengetik. Mereka belajar dalam beberapa kelompok dan menyesuaikan waktu yang mereka miliki, karena di antara mereka harus sekolah dan bekerja. Saat ini ada peserta pelatihan yang telah mempraktekkan keterampilannya sebagai pengetik di sebuah sekolah.
Angela Saleilei,
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan di STPMD APMD Yogyakarta, berasal dari desa Saureinu, Sipora Selatan, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Ia memiliki perhatian terhadap lingkungan di desanya karena penduduk masih membuang sampah sembarangan bahkan di sungai. Tak jarang penduduk yang tinggal di dekat sungai mengeluh karena sungai kotor sehinggatidak bisa untuk mandi. Letak kandang ternak yang mayoritas dibangun tepat di belakang rumah penduduk juga perlu penataan ulang, sehingga ia berpikir untuk memberi pencerahan kepada penduduk untuk peduli lingkungan dan kesehatan.
Ketika ia berinteraksi dengan penduduk, iamengalami kesulitan mengajak mereka berpartisipasi dalam sosialisasi kebersihan lingkungan. Ini disebabkan rendahnya kesadaran penduduk terhadap lingkungan, bahkan termasuk mahasiswa setempat yang mestinya memiliki pemikiran lebih maju. Meskipun demikian pemerintah desa Saureinu mendukung kegiatannya dengan memberi kesempatan untuk presentasi. Pemerintah desa akan mengajak masyarakat untuk bekerja sama dan berpartisipasi menciptakan lingkungan desa Saureinu yang lebih bersih di waktu yang akan datang.
Nastasya Derman,
Gadis muda dari desa Gardakau, Benjina, Kepulauan Aru, Maluku. Desanya merupakan kawasan kepulauan sehingga fasilitas pendidikan tidak merata, bahkan pulau di mana Tasya tinggal hanya ada Sekolah Dasar, jadi anak-anak harus bersampan melintasi laut untuk melanjutkan sekolah di SMP. Ini mendorong Tasya, seorang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta memanfaatkan liburan dengan mendampingi belajar anak-anak sekolah di desanya maupun melalui jalan-jalan keliling desa melalui hutan bakau dan pesisir pantai, bercerita dan menulis ulang apa yang dilihat dan membaca buku.
Anak-anak antusias mengikuti kegiatan tersebut karena Tasya mengajar dengan cara dan pendekatan yang berbeda, suka memuji, belajar langsung ke alam dan memberi ruang berekspresi melalui tulisan dan gambar. Para orang tua pun merasa senang karena anak-anak bersemangat untuk belajar dan menemukan pengalaman baru tentang pelajaran dan lingkungan sekitar mereka tinggal.
Pengalaman yang menarik, bukan? Ini saatnya anak muda mengabdikan ilmu dan mencerahkan masyarakat, meskipun sederhana tetapi kualitas hidup masyarakat meningkat. (TRU).