Nilai kearifan lokal di Satar Lenda, Manggarai
Oleh Kresensia Risna Efrieno
Melihat realita demokrasi di daerah menjadi kesempatan bagi anak-anak muda menggali lebih dalam mengenai demokrasi yang sesungguhnya. Atau hal ini justru memunculkan pertanyaan, bagaimana idealnya berdemokrasi? Demokrasi sebenarnya sangat luas, mulai dari demokrasi politik, sosial dan ekonomi. Bahkan dari kehidupan kita sehari-hari saja, bisa mencerminkan apakah kita berdemokrasi atau tidak.
Idealnya demokrasi adalah menuju kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran bersama di mana pun kita berada tanpa ada pihak lain yang terbebani atau merasa kesulitan. Praktik-praktik demokrasi di setiap daerah pasti berbeda dan memiliki keunikan masing-masing. Di Propinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Manggarai, Desa Satar Lenda, praktik berdemokrasi terlihat dalam kehidupan sosial bermasyarakat sehari-hari. Masyarakat Manggarai mengenal istilah “Muku Ca Pu’u Neka Woleng Curup, Ipung Ca Tiwu Neka Woleng impung” yang berarti bahwa masyarakat Manggarai sebagai satu keluarga, satu keturunan harus tetap bersatu menjalin sebuah kebersamaan dalam segala perbedaan. Kearifan lokal inilah yang menjadi semboyan masyarakat Manggarai menunjukan sikap berdemokrasi sejak dulu, khususnya demokrasi sosial.
Demokrasi Sosial masyarakat di Desa Satar Lenda yang menurut saya unik adalah Sistem Barter Kerja, atau dalam bahasa daerah adalah ‘Dodo’. Ini adalah sistem kerja yang digunakan oleh masyarakat di desa untuk meringankan beban pengeluaran uang saat sewa kerja. Sistem kerja ini dilakukan dengan prinsip membayar tenaga kerja dengan tenaga juga. Sehingga selain bisa meringankan beban, masyarakat juga menciptakan kehidupan sosial baik dan harmonis. Kebiasaan ini telah dilakukan oleh masyarakat sejak zaman nenek moyang di sana. Kebiasaan ini juga bukan hanya diterapkan dalam sistem kerja tetapi, juga dalam konsep arisan. Jika arisan yang sering dibuat adalah arisan uang, maka di desa saya agak sedikit unik dan berbeda. Ibu-ibu di sana sepakat untuk membuat kelompok Arisan Babi. Setiap tiga bulan sekali satu orang boleh sembelih babi peliharaannya untuk diberikan kepada anggota kelompok lain dengan imbalan uang sebagai gantinya. Kebiasaan ini dilakukan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dan juga untuk menjalin kerjasama dan sosialisasi yang baik antar masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan ini lestari hingga sekarang dan sangat membantu masyarakat di desa yang ekonominya kurang mampu.
Manusia tanpa bantuan manusia lain adalah sebuah kemustahilan, itulah mengapa manusia disebut sebagai makhluk sosial, karena manusia satu dengan yang lain saling membutuhkan. Oleh karena itu kebiasaan ini harus terus dilakukan untuk menunjang kesejahteraan manusia dalam lingkungan bermasyarakat. Pemuda di Desa Satar Lenda sebagai penerus generasi mempunyai tanggung jawab untuk meneruskan kebiasaan ini. Salah satu solusinya adalah anak muda harus tetap menjalin hubungan baik dengan sesama pemuda lain, membuat komunitas anak muda, mendiskusikan hal-hal yang berkaitan kebiasaan baik yang ada di desa. Saling berbagi pergumulan dan mengadakan diskusi rutin, anak-anak muda akan dengan mudah berkerjasama dalam segala hal, baik itu berkaitan dengan kebutuhan ekonomi maupun sosial. Mari lestarikan budaya lokal yang mendatangkan kebaikan dalam kebersamaan dan berdemokrasi dari hal-hal yang kita lakukan sehari-hari.***