Terpilih sebagai salah satu peserta program Exposure To Raja Ampat di pulau Papua khususnya provinsi Papua Barat Daya yang baru saja dimekarkan, merupakan berkat Tuhan Yesus yang diberikan kepada saya. Ini menjadi pengalaman pertama saya mengabdi masyarakat di rumah saya sendiri, Papua. Di lain pihak, hal ini menjadi sebuah tantangan apa yang bisa dilakukan dengan melihat dan merasakan langsung realita yang ada.
Selama dua minggu di bulan Februari, saya mengelola waktu untuk membagikan ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat di Majaran, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Di sana saya melihat realita yang membuat saya sedih yakni melihat ketertinggalan sumber daya manusia. Harus diakui bahwa pendidikan di Papua harus ‘berlari’ untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain dengan peningkatan fasilitas pendidikan dan tenaga pendidik.
Kegiatan di Majaran bersama Multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat berupa pelatihan public speaking, belajar bahasa Inggris, membaca, menulis, menceritakan ulang dan mengoperasikan PowerPoint. Dalam proses pelatihan, kami melihat bahwa masyarakat setempat memiliki semangat dan daya juang tinggi tapi minim fasilitas untuk mengembangkan potensi dan kapasitas mereka. Di kampung Wonosobo, saya menemukan anak-anak mempunyai niat dan semangat belajar tinggi, tetapi kurang pengajar. Seorang ibu mengatakan bahwa anak-anak di sini sebenarnya pintar, tapi tidak ada tenaga pengajar untuk melayani dan mendidik mereka.
Dari pengalaman ini saya menemukan berbagai hal sebagai refleksi bahwa tidak cukup hanya mengajar tapi harus disertai bimbingan atau didikan. Anak muda, anak-anak dan masyarakat akan mudah mengerti bila mendidik sambil melayani. Selanjutnya penting dilakukan transfer ilmu pengetahuan kepada anak-anak muda dan masyarakat untuk memperluas wawasan mereka, sekaligus menjadi dasar untuk melangkah menuju masa depan yang lebih baik dan sehat.
Lebih lanjut lagi, saya melihat anak muda setempat terampil berburu, tetapi mereka tidak tahu bagaimana cara mengelola potensi yang ada di sekitar mereka, seperti sagu, kelapa, keladi dan ikan laut. Sebenarnya mereka mampu jika ada pendampingan untuk mengangkat potensi yang mereka miliki, misal mengolah sagu menjadi kue kering, keladi menjadi keripik balado, atau ikan laut menjadi campuran sambal. Menurut saya, pendampingan harus terus menerus dilakukan sampai menuju perkembangan. Pemberdayaan anak-anak muda dan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan potensi yang dimiliki, supaya bisa bekerja mandiri dengan berwirausaha.
Terima kasih kepada Stube HEMAT Yogyakarta yang sudah menjadi wadah mengembangkan kapasitas anak muda dalam berkarya. Harapan ke depan, semoga banyak mahasiswa mendapat kesempatan melakukan pemberdayaan masyarakat. ***