Waropen adalah kabupaten baru yang mekar pada tahun 2003. Sebelumnya daerah ini merupakan bagian dari kabupaten Yapen Waropen. Waropen memiliki potensi hutan bakau dan budidaya kepiting yang luar biasa. Kabupaten ini dikenal dengan kota 1000 bakau karena dikelilingi dengan tumbuhan bakau hampir di seluruh pesisirnya. Sebuah aset yang berpotensi sangat besar yang bisa diolah sebagai sumber pendapatan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menjadi utusan Stube HEMAT Yogyakarta ke kabupaten Waropen untuk berbagi ilmu dan menularkan ketrampilan merupakan anugrah besar dan sangat berkesan, karena baru pertama kali saya menginjakkan kaki di Tanah Papua. Berbagi dengan pemuda dan masyarakat di sana tentang apa itu batik, bagaimana membuat batik, serta filosofis batik juga sekaligus menggali potensi anak muda dan mengangkat motif-motif eksotis Waropen dalam batik menjadi kegiatan yang seru dan mengasyikkan. Kegiatan menarik ini tidak lepas dari program yang digagas oleh Dinas Pemuda dan Olahraga Waropen yang menggandeng Stube-HEMAT Yogyakarta, sebuah lembaga pendampingan mahasiswa yang berpusat di Yogyakarta dalam program ‘Pelatihan Membatik dan Usaha Produktif Berbasis Batik’.
Perjalanan ke Waropen menjadi sebuah tantangan tersendiri. Selain jauh di bagian timur Indonesia, perjalanan ditempuh dengan beberapa kali transit pesawat dan lanjut moda transportasi laut. Bersama Bapak Enos Refasi (Kepala Bidang Pemuda dan Olahraga Waropen) dan Iron Kayai (staff dinas pemuda dan olahraga), kami memulai perjalanan pada tanggal 21 Desember 2019. Sekitar jam 15:00 WIB kami terbang dari Yogyakarta menuju Surabaya, selanjutnya menuju Makasar. Pukul 23.45 WITA kami tiba di Makasar dan berganti pesawat menuju Biak. Pukul 07.00 WIT pesawat mendarat di Biak, dan masih berlanjut menuju Serui. Ternyata perjalanan belum selesai sampai di Serui, karena kami masih naik speed boat selama dua jam untuk sampai Waropen. Akhirnya tanggal 22 Desember 2019 jam 15:00 WIT, kami tiba di tempat tujuan dengan selamat. Sungguh perjalanan yang seru dengan mengalami realita transportasi Indonesia dalam bingkai negara kepulauan.
Sambutan hangat masyarakat Waropen dengan penyambutan adat sangat menyentuh hati dan membuat saya lupa atas perjalanan panjang yang melelahkan. Saya juga belajar mengenal alam Papua yang memiliki hutan yang masih sangat lebat. Rasa lelah terobati dengan kegembiraan saat saya bertemu dengan beberapa peserta yang pernah ikut pelatihan membatik di Stube HEMAT Yogyakarta. Kami bersama membahas kegiatan membatik yang akan kami lakukan esok hari.
Pelatihan membatik dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2019 pukul 09.00 WIT yang dibuka resmi oleh kepala Dinas Pemuda dan Olahraga. Pukul 11.00 WIT saya mulai memberikan materi perkenalan tentang batik kepada semua peserta yang hadir. Saya memulai dengan menjelaskan sejarah batik, penyebaran motif batik di daerah Jawa dan memperkenalkan alat dan bahan membatik. Setelah diskusi bersama terkait proses serta bahan untuk membuat batik, kami melanjutkan dengan menggambar motif pada kertas yang dipandu langsung oleh teman-teman peserta yang pernah pelatihan ke Jogja, dengan menggali motif lokal dari Waropen seperti bunga, burung, kepiting dan beberapa alat musik.
Setelah maka siang dilanjutkan dengan menggambar motif pada kain mengikuti motif yang telah di gambar pada kertas, dilanjutkan dengan mencanting dan mewarnai. Proses pewarnaan dilakukan dengan dua teknik yaitu colet dan celup. Dari kedua teknik ini yang paling mudah menurut peserta adalah teknik celup karena tidak membutuhkan proses yang lama. Sedangkan bagi peserta yang punya hobby menggambar, cenderung memilih ke teknik colet karena memiliki banyak variasi warna.
Dari kegiatan ini saya melihat ada ketertarikan anak muda pada batik dan banyak potensi yang bisa dikembangkan. Alam yang masih alami, aneka pepohonan, terumbu karang, aneka ikan dan burung-burung, serta hutan mangrove yang cantik bisa menjadi inspirasi motif-motif lokal batik khas Waropen yang bisa dikemas dalam industri kreatif yang dikelola oleh pemuda. Hal ini terlihat dari pernyataan teman-teman yang pernah belajar ke Yogyakarta dan aktif berbagi tentang batik pada anggota sanggar masing masing.
Walau hanya sehari, saya merasa puas telah memberi pemahaman dan cara membatik agar menghasilkan produk yang siap dijual dan diterima semua kalangan. Jadilah anak muda yang kreatif agar bisa menularkan ide dan gagasan kepada orang lain untuk bersama membangun Indonesia lebih baik. (EP).