Kekayaan Indonesia menjadi peluang inovasi yang memberikan nilai tambah, salah satunya adalah inisiatif untuk mengolah pangan lokal. Ini penting dipahami oleh masyarakat di daerah untuk meninjau kembali kekayaan alam yang bisa diolah khususnya oleh anak muda. Pertanyaannya, sudahkah kita mengetahui potensi yang ada di daerah masing-masing? Apa yang bisa anak muda lakukan? Menjadi sebuah kekhawatiran bersama jika anak muda Indonesia tidak tahu potensi daerahnya sendiri.
Sebagai respon terhadap pangan lokal, Stube HEMAT Yogyakarta mengadakan pelatihan Keanekaragaman Hayati: Inisatif Pangan Lokal. Mahasiswa belajar keanekaragaman hayati termasuk mengenal dan memetakan pangan lokal di daerah masing-masing. Peserta pelatihan berproses dari brainstorming tentang potensi pangan lokal hingga mengenal indeks ketahanan pangan di Indonesia. Selain itu, mahasiswa juga berkunjung langsung ke tempat pengolahan pangan lokal yang inspiratif, yaitu UKM Putri 21 di Playen, Gunungkidul yang mengolah tepung Mocaf (Sabtu, 27/08/2022). UKM Putri 21 berawal dari inisiatif Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ingin berinovasi dengan mengolah singkong menjadi produk lain dan tahan lama. Nama kelompok ini diambil dari 21 kaum perempuan yang bersemangat untuk merintis mengolah singkong menjadi tepung Mocaf (Modified Cassava Flour).
Proses pengolahan Mocaf memanfaatkan fermentasi memakai mikroba sehingga tepung yang dihasilkan berwarna putih dan berkurang aroma singkongnya. Pada tahap awal, singkong yang dibutuhkan ditimbang, dikupas dan diparut. Pada tahapan fermentasi, singkong direndam selama 3 hari dan air rendaman diganti tiap 24 jam. Tahapan selanjutnya adalah pengeringan singkong di bawah sinar matahari. Setelah kering, giling bahan mocaf, dan ayak halus. Tepung mocaf sudah siap dan siap diolah. Ketekunan UKM Putri 21 mengolah Mocaf mengantar UKM 21 mendapat Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil dari Departemen Perindustrian Republik Indonesia dengan nama usaha ‘Putri 21’. Saat ini UKM 21 memproduksi mie mocaf, beras analog dan cookies mocaf, sedangkan produk singkong lainnya adalah gathot instan, thiwul instan, kemudian produk selain singkong, yaitu keripik jantung pisang, keripik kulit telo, keripik bonggol, pia isi ubi ungu dan lainnya.
Kunjungan belajar ini memperkaya wawasan dan pengalaman mahasiswa tentang pengolahan pangan lokal, termasuk mencicipi hasil olahan dari bahan dasar singkong, yaitu beras analog, yang terbuat dari singkong, ubi jalar dan jagung. Peserta mengaku bahwa ini pertama kali makan beras analog. “Ternyata rasanya sama seperti rasa nasi dari beras ya,” ungkap beberapa peserta. Setelah itu, mahasiswa menyimak paparan dari ketua sekaligus perintis UKM Putri 21, Suti Rahayu, yang mengalami kegagalan tapi tidak menyerah dan akhirnya berkembang, bahkan kewalahan memenuhi permintaan pasar. Selanjutnya peserta mengamati proses pembuatan tepung mocaf dan produk-produk UKM Putri 21 yang dipasarkan di “Toko Putri 21”. Kemasan produk merupakan karya design sendiri dan produk-produk tersebut telah dipasarkan di beberapa toko jejaring, online, sampai gerai di bandara YIA.
Jadi, pada dasarnya pengolahan pangan lokal berawal dari kemauan dan ketekunan untuk memulai, yang bisa membuka peluang bagi masyarakat untuk mendapat nilai tambah ekonomi dari inovasi-inovasi produk. Jangan menunggu lama lagi, mahasiswa dan anak muda segera melangkah untuk memetakan potensi lokal di daerahnya dan mengolah menjadi produk yang menarik dan menguntungkan.***