pada hari Jumat, 11 Desember 2015
oleh adminstube
Gender: Teori Dan Praktik
 
Di Kampung Halaman
Diskusi Mahasiswa tentang Gender

Stube-HEMAT Yogyakarta menyelenggarakan pelatihan maskulinitas dan feminitas pada 27-29 November 2015. Diskusi kecil sebagai tambahan agar lebih banyak lagi mahasiswa yang berbicara mengenai gender serta sharing permasalahannya dilakukan pada tanggal 9 Desember 2015 di Sawah Resto.



Acara ini memunculkan cakrawala manfaat baru. Selain mengenal Stube-HEMAT secara lebih dekat, mereka mengasah kembali pengetahuan feminis yang dimiliki, serta mendapatkan teman baru antar kampus (UKDW, STIKES Bethesda, dan STAK Marturia). Sekalipun mayoritas teman-teman mahasiswa yang hadir berlatar prodi teologi, mereka merasakan bahwa isu gender tidak lekang oleh waktu – selalu baru bila dibicarakan dan digumuli. Mereka tidak saja memapar teori yang didapat tetapi juga pengalaman di kampung halaman.
 
Pascah Hariyanto, seorang aktifis Stube-HEMAT Yogyakarta yang berasal dari Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, sekarang menempuh studi Pendidikan Agama Kristen di STAK Marturia bertutur, “Dalam keluarga harus ada keseimbangan. Tugas-tugas yang ada harus dibagi secara proporsional”.

Sementara Bagus, seorang mahasiswa dari Jember, Jawa Timur berpendapat, “Pembedaan laki-laki dan perempuan itu dimulai dari lingkungan. Lingkungan itu konstruksi, seperti nasihat orang tua pada umumnya kepada anak gadisnya bahwa kalau nanti tidak bisa masak, bagaimana mau jadi istri yang baik”. Sebelum masuk jurusan teologi, Bagus pernah tinggal bersama mentor di Surabaya. Dia melihat pembagian tugas dalam keluarga yang sehat seperti tugas cuci baju adalah suami dan masak adalah tugas istri.
 
Reza, yang berasal dari Kediri, Jawa Timur, menambahkan bahwa fenomena yang saat ini terjadi adalah cowok pinter masak dan cewek bisa membereskan kerusakan genteng. Dulu memang cewek dan cowok punya tugas sendiri tapi sekarang standarnya cair.
 
Anggi, berasal dari daerah yang sama dengan Reza, yaitu Kediri, mengakui tidak begitu mendalami ilmu feminis. Namun, ia sepakat pada kesetaraan. Secara teologis dua insan diciptakan oleh Allah. Laki-laki dibentuk oleh Allah. Wanita diciptakan dari tulang rusuk bagian atas. Sekalipun prosesnya berbeda, hak dan kewenangannya tetap dijamin oleh semesta.
 
Eko, menunjukkan bahwa masyarakat sudah melakukan kesetaraan. Mereka saling membantu dan bergotong royong. Di kampungnya, Tanjung Bintang, Tanjung Karang, Lampung, beberapa gadis yang sudah menginjak dewasa, biasanya jadi TKI di luar negeri. Saat pulang kampung mereka punya uang dan menganggap seolah-olah laki-laki tak punya kuasa. Dalam hal ini, kesetaraan disepakati oleh Eko tetapi dia tidak sepakat apabila kemudian uang yang mendominasi. Pembagian kerja harus menjadi kesepakatan bersama dan sepakat jangan sampai kesetaraan gender ini menyimpang.
 
Erly, mahasiswa STIKES Bethesda yang berasal dari Sumba Barat Daya mengatakan bahwa ia hanya tahu praktek-praktek di rumah saja. Pekerjaan kakak laki-lakinya banyak dilakukan di luar rumah. Diakui bahwa laki-laki memang dominan dalam pembagian warisan.


Weweh, nama akrab dari Alva Kurniawan yang berasal dari Pugung Raharjo, Lampung. Penghargaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan sudah dimulai ketika ada kegiatan sosial bersama, seperti hajatan. Laki-laki dan perempuan seolah-olah sudah tahu apa yang harus dilakukannya. Pada umumnya, laki-laki mengambil pekerjaan yang memerlukan tenaga besar, sementara perempuan selalu mengambil bagian di dapur.
 
Pinto, yang berasal dari Tegal, Jawa Tengah, menggambarkan rutinitas dan kehidupan sebagian besar perempuan dan ibu-ibu bekerja. Ada ruang-ruang yang dibatasi sehingga sekalipun mereka bekerja mereka tetap mengurus rumah juga.
 

Kesetaraan hadir dengan berbagai ragam bentuk dan pengertian. Kesetaraan bukan bentuk baku yang tidak bisa berubah karena sewaktu-waktu bisa luntur dan berubah. Untuk menjaga agar kesetaraan tetap terpelihara maka diskusi, kerja bersama, dan refleksi harus senantiasa dilakukan. Kiranya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan tetap hadir dan kita perjuangkan dalam kehidupan. (YDA)


  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 7 Desember 2015
oleh adminstube

Pohon Cemara:

Semangat dan Harapan

 

 

 

 

 

Berbagi, apakah yang terlintas di dalam pikiran kita? Sudahkah kita mengerti dan mampu melakukannya? Saya rasa semua orang belum mampu mendeskripsikan dengan baik apa itu kata berbagi.

 

 

 

Minggu pagi itu (6/12/2015) cuaca di Yogyakarta mendung, tetapi kami tetap melaju dengan sepeda motor menuju pantai Samas, memenuhi undangan teman-teman Reispirasi untuk mengikuti kegiatan konservasi pesisir pantai dengan menanam pohon Cemara Udang atau Cemara Pantai (Casuarina Equisetifolia).

 

 

 

 

 

 

Kurang lima menit dari pukul 10 pagi, kami (Loce, Yohanes, Stenly dan Frans) tiba di pantai Samas. Disambut oleh Mas Deny dan beberapa temannya, kami berbincang-bincang sebentar dan langsung mengambil posisi masing-masing. Saya berpartner dengan Yohanes menancapkan bambu sebagai pengarah untuk menggali lobang, Stenly dan Frans menggali lubang dan memasukan bibit satu per satu ke dalam lubang tersebut, sementara Mas Deny dan teman-temannya mengangkut bibit dan pupuk kompos dari rumah ke pesisir pantai.

 

 

 

 

 

 

 

 

Tujuan penanaman Cemara Udang sendiri menurut Mas Deny selain untuk penghijauan juga sebagai langkah konservasi yang bermanfaat untuk pencegahan dan mengurangi abrasi di pesisir pantai Samas ini. Sebagaimana perlu diketahui, pada bulan Agustus 2013 pernah terjadi abrasi yang sangat merugikan masyarakat yang tinggal dekat pesisir, akibatnya beberapa rumah ikut rusak berat terkena abrasi pantai ini bahkan beberapa rumah ada yang roboh tergerus abrasi. Kegiatan menanam pohon cemara udang ini diharapkan dapat meminimalisir terjadinya abrasi dan menjadi benteng hembusan angin laut yang mengandung garam. Pembatas atau “barrier” ini juga dipakai untuk konservasi penyu agar tidak terjadi disorientasi pada keberlangsungan kehidupan penyu yang dipelihara di sini.

 

 
Dalam waktu kurang lebih lima setengah jam, kami berhasil menanam 220 pohon cemara dengan peserta berjumlah tujuh orang. Satu langkah kecil yang kami lakukan hari itu diharapkan dapat memberi dampak baik dan mampu menyadarkan masyarakat sekitar pesisir pantai Samas agar mau ikut terlibat menanam pohon cemara karena akan banyak membawa keuntungan bagi masyarakat itu sendiri.

 

 

Kegiatan menanam pohon cemara merupakan pemaknaan kami terhadap kata berbagi. Apakah yang kamu bagikan hari ini? (SAP)


  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 30 November 2015
oleh adminstube
Tak Sama tapi Setara
Pelatihan Maskulinitas dan Feminitas
 

Kesetaraan laki-laki dan perempuan menjadi harapan yang harus mewujud dalam kehidupan manusia. Terwujudnya kesadaran setiap insan terhadap hal tersebut membutuhkan proses pemahaman dan refleksi terhadap hakekat laki-laki dan perempuan. Memang benar bahwa saat ini masih ada kesenjangan antara laki-laki dan perempuan yang berdampak adanya pembedaan perlakuan terhadap laki-laki atau perempuan, seperti kesempatan untuk belajar dan pekerjaan, hak untuk berpendapat dan mengambil keputusan, dan laki-laki dianggap lebih berkuasa dan perempuan dianggap lemah.

Stube-HEMAT Yogyakarta melalui program pelatihan Maskulinitas dan Feminitas berusaha menumbuhkan kesadaran kesetaraan laki-laki dan perempuan di kalangan anak muda dan mahasiswa. Pelatihan yang diadakan hari Jumat – Minggu, 27 – 29 November di Wisma Pojok Indah, Condongcatur, Yogyakarta bertujuan untuk mendapat informasi yang benar tentang maskulinitas dan feminitas dalam pemahaman gender, mampu menganalisa dalam konteks Indonesia dan mampu mengkampanyekan kesetaraan laki-laki dan perempuan.

Pdt. Hendri Wijayatsih, M.A., dosen UKDW Yogyakarta dan anggota Pokja Gender Justice Mission 21, yang menjadi fasilitator pelatihan mengungkapkan bahwa masih ada salah paham antara seks dan gender. Ia memaparkan bahwa seks adalah ciri biologis yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Sedangkan gender adalah sifat yang dilekatkan pada laki-laki dan perempuan berdasarkan konstruksi sosial dan kultural (budaya).
Sesi Maskulinitas dan Feminitas dalam Tradisi Nusantara (konteks Indonesia) dipaparkan oleh Dr. Inayah Rohmaniyah, M.Hum., M.A., dosen UIN Yogyakarta dan konsultan Komunitas Indonesia untuk Adil dan Setara (KIAS Indonesia). Ia mengungkapkan bahwa kesetaraan laki-laki dan perempuan di Indonesia belum terwujud seutuhnya dan masih ada pembedaan perlakuan yang dipengaruhi oleh budaya lokal di Indonesia, akibatnya muncul perbedaan pemahaman gender di satu daerah dengan daerah yang lain. Bentuk-bentuk diskriminasi dari ketidaksetaraan, antara lain 1) stereotype (label negatif yang digeneralisir), 2) adanya subordinasi, posisi superior dan inferior, 3) marjinalisasi atau peminggiran, 4) triple burden atau beban berlebih, dan 5) kekerasan berbasis gender.
 
Kemampuan komunikasi sangat penting dalam kampanye kesetaraan laki-laki dan perempuan di masyarakat. Proses ini diawali dengan pengenalan seseorang terhadap dirinya serta konteks masyarakat di mana ia berada, memahami pesan-pesan yang hendak disampaikan, mampu mengemas pesan-pesan secara menarik dan unik, serta cerdas dalam memilih media, baik secara langsung, cetak atau sosial. Hal-hal ini diungkapkan oleh Majes Maestra, fasilitator dari PKBI Bantul.
 
Praktisi hukum, Setyoko, S.H., M.H.I., dari P2TPA DIY memaparkan fakta kekerasan dalam keluarga itu masih terjadi sampai sekarang, kekerasan suami terhadap istri, istri terhadap suami, maupun orang tua terhadap anak. Satu kekerasan akan memicu kekerasan yang lain, karena itu kekerasan di dalam rumah tangga harus dihentikan dari sekarang. Selain itu, ia juga membagikan langkah-langkah pengaduan jika mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Korban, setelah mengalami kekerasan langsung ke rumah sakit dan meminta visum, kemudian mengadukan kekerasan yang dialami di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) yang ada di Mapolres setempat.

Langkah akhir dari pelatihan ini adalah membuat project work. Project work ini merupakan hasil refleksi peserta terhadap materi yang telah mereka dapat sebelumnya dan topik yang ia minati. Hasilnya dikemas menarik dan unik dan kemudian dipublikasikan kepada masyarakat sebagai bentuk edukasi kesetaraan laki-laki dan perempuan.
 
Mari anak muda, wujudkan kesetaraan laki-laki dan perempuan! (TRU).

 

 


  Bagikan artikel ini

pada hari Rabu, 25 November 2015
oleh adminstube
Stube-HEMAT Yogyakarta

 

Program Pelatihan

 

Maskulinitas dan Feminitas

 

 

 

 

 

 

 

 

Kekerasan dan intimidasi dialami oleh orang-orang yang lemah secara fisik dan minim pengetahuan. Mereka cenderung pasrah dan menerima keadaan tanpa tahu bagaimana bergerak memperjuangkan hak-haknya mendapat perlakuan setara dengan yang lain. Wanita kerapkali dianggap lemah dalam melakukan pekerjaan yang mengandalkan otot. Laki-laki, bagi sebagian keluarga mendapat prioritas bersekolah. Perempuan bukan prioritas menempuh pendidikan tinggi karena akhirnya menjadi ibu rumah tangga. Kondisi ini jamak ditemui di masyarakat Indonesia.

 

 

 

Kesadaran untuk memperjuangkan kesetaraan telah dilakukan para pendahulu kita. Bung Karno dalam bukunya “Sarinah” meletakkan fondasi kehidupan wanita merdeka. Perjuangan kemerdekaan juga merupakan perjuangan hak-hak kesetaraan kaum wanita.

 

 

 

Studi maskulinitas dan feminitas telah dilakukan sejak 80-an. Hasil studi ini mendorong kesetaraan tidak hanya kesamaan hak dan peran laki-laki dan perempuan. Namun sampai pada isu-isu kesetaraan buruh, kaum lemah dan marjinal. Ya, perjuangan kesetaraan tak hanya gender saja.

 

 

 

Studi ini mempengaruhi banyak negara dan meratifikasi kesetaraan gender seperti kuota perempuan dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, agama, dan teknologi. Beberapa pekerjaan, tidak ada pembedaan gender dan fisik untuk mengisi posisi tertentu.

 

 

 

Diskusi tentang maskulinitas dan feminitas perlu terus dilakukan agar perjuangan kesetaraan meraih bentuk yang utuh. Karena itu, sekalipun perjuangan kesetaraan sudah berkembang, setiap komponen bangsa berhak untuk bergerak dan menyuarakan kesetaraan. Harapannya, semakin banyak orang merasakan kebahagiaan karena hak-haknya dijamin dan dipenuhi. Perjuangan kesetaraan harus kreatif, inovatif, dan dievaluasi, sehingga dapat menjadi patokan di masa mendatang.

 

 

 

Pemahaman dan panggilan untuk memperjuangkan kesetaraan menjadi penting disadari oleh kaum muda mahasiswa. Stube-HEMAT Yogyakarta menyajikan pelatihan agar mereka mampu berpikir, merasakan dan berkarya memperjuangkan kesetaraan.

 

 

 

 

 

Tujuan

 

 

 

  1. Peserta mendapat informasi yang benar mengenai maskulinitas dan feminitas dalam pemahaman gender dan kemudian menganalisa dalam konteks Indonesia untuk mengurangi resistensi.
  2. Peserta mampu mempromosikan isu kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam setiap aspek.
  3. Peserta mendapat informasi yang baik tentang kasus kesetaraan gender baik Nasional maupun Internasional.

 

 

 

 

 

Tema Pelatihan

 

Kita Setara Dalam Hak dan Partisipasi

 

 

 

Materi & Fasilitator

 

Landasan Teologis Pelatihan Maskulinitas dan Feminitas

 

oleh Pdt. Hendri Wijayatsih, M.A (UKDW)

 

 

 

Perkenalan Stube-HEMAT

 

oleh Trustha Rembaka, S.Th. (Stube-HEMAT Yogyakarta)

 

 

 

Maskulinitas dan Feminitas dalam Tradisi Nusantara

 

oleh Dr. Inayah Rohmaniyah, S.Ag., M.Hum, MA (UIN Yogyakarta)

 

 

 

Mengkomunikasikan Pemahaman Kesetaraan dalam Masyarakat,

 

oleh Majes Maestra (PKBI Bantul)

 

 

 

Strategi Sederhana Memperoleh Keadilan Gender di Mata Hukum

 

oleh Setyoko, SH. (LBH APIK)

 

 

 

Project Work (FGD – Diskusi Kelompok Minat)

 

oleh Team Stube-HEMAT Yogyakarta dan kelompok

 

 

 

Presentasi Temuan Hasil Project Work

 

oleh Team Stube-HEMAT Yogyakarta dan kelompok

 

 

 

Rencana Tindak Lanjut

 

oleh Team Stube-HEMAT Yogyakarta dan kelompok

 

 

 

 

 

Follow Up

 

Refleksi Pribadi tentang topik

 

Hasil kerja Project Work

 

Jurnal Harian terisi lengkap

 

Dokumentasi fotografi kesetaraan laki-laki dan perempuan

 

Tulisan berkait kesetaraan laki-laki dan perempuan

 

 

 

Pelaksanaan

 

Jumat – Minggu, 27 – 29 November 2015

 

di Wisma Pojok Indah. Jln Kubus 15, Tiyasan,

 

Condongcatur, Yogyakarta.

 

 

 

Sasaran Peserta:

 

Pemuda Gereja, Mahasiswa, Aktivis dalam Masyarakat.

 

Keseimbangan komposisi laki-laki dan perempuan (50% : 50%)

 

Komposisi peserta baru dan peserta lama (50% : 50%)

 

Keragaman asal daerah peserta

 

 

 

Pelaksana

 

Trustha Rembaka S. Th, Vicky Tri Samekto, Stenly Recky Bontinge, S. T. Sarloce Apang, S. T. Yohanes Dian Alpasa, Indah Thresia M. Siahaan

 

 

 

Volunteer

Resky Yulius (UKDW - Kaltim), Elisabeth Uru Ndaya (UST - Sumba)


  Bagikan artikel ini

pada hari Sabtu, 21 November 2015
oleh adminstube
Berbagi Tidak Selalu Materi

 

 

 

 

 

 
Memberi tidak harus menerima kembali dan berbagi tidak harus dengan materi. Semboyan itulah yang membuat mahasiswa dari Stube-HEMAT Yogyakarta berani berkunjung kembali ke Hafara, salah satu lembaga penampungan orang-orang penderita psikotis, anak jalanan dan orang yang masih mengalami gangguan kejiwaan di Yogyakarta, pada tanggal 20 November 2015.

 

 

 

 

 

 

Lembaga ini jauh dari hiruk-pikuk perkotaan yang dinamis, memberi sentuhan ketenangan, pembinaan dan pendampingan khusus karena teknik pengajaran pasti berbeda dengan cara pada umumnya. Pak Bowo, ketua Hafara memiliki pengalaman sebagaimana penghuni lainnya sebelum dia mendirikan tempat ini. Pengalaman hidup di jalanan yang sering berbenturan dengan petugas Satpol PP membawa dia bisa merasakan keprihatinan yang luar biasa dan mengajarinya berbagi di lembaga ini bersama para sukarelawan. Lahan milik kas desa pun digunakan untuk mendirikan bangunan penampungan.

 

 

Halaman Hafara sudah tidak asing lagi buat mahasiswa-mahasiswa ini. Terlihat senyum lebar dari bapak, ibu penderita psikotis menyambut mereka serta para pengasuh yang kebetulan saat itu ada. “Mengapa lama tidak datang? “ sapaan pertama yang terlontar dari bibir mereka. Suasana semakin riang saat mereka bercengkerama bersama dengan bermain, bernyanyi, senam, dan nonton film bersama. Hal-hal sederhana yang dilakukan tetapi sangat membuat mereka senang.  Melihat tawa bapak-ibu penghuni membuat para mahasiswa itu menyadari bahwa kehadiran mereka sangat berarti. "Waktu, cinta, dan perhatian adalah salah satu wujud dalam memberi, meski hanya sederhana setidaknya bisa melakukan hal yang berguna," ungkap Indah yang mengkoordinir kelompok ini.

 

 

 

Imelda, mahasiswa perawat profesi STIKES Bethesda berbagi dengan keahlian yang dimiliki, mengukur tensi tekanan darah para penghuni. "Sudah lama bapak-ibu disini tidak diukur tensinya Mbak, mohon bantuannya ya," pinta Ibu Widya selaku pemimpin pengasuh.

 

Pada saat nonton film bersama yang berjudul "Boncengan" dengan durasi 15 menit, suasana pertemuan itu menjadi sedikit senyap. Meski mata para penghuni terlihat kosong tetapi mereka tetap menatap layar putih yang ada di depan mereka. Setelah film selesai, salah satu mahasiswa menceritakan lagi film tersebut dengan bahasa yang sederhana. Film tersebut mengajarkan tentang jangan berbuat curang hanya untuk menginginkan sesuatu.

 

Selesai kegiatan, mahasiswa-mahasiswa pun pamit pulang karena langit mulai gelap. Mereka berjanji akan datang lagi. Kunjungan ini mengajarkan bagaimana rasa peduli kepada sesama dan melakukan sesuatu hal buat masyarakat, yang menjadi muatan pelatihan Pembangunan Masyarakat: Lanjut Usia dan Tunawisma yang dilakukan beberapa waktu yang lalu. Semoga memberi manfaat. (ITM)


  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 16 November 2015
oleh adminstube
Lebih dari Sekedar Pertandingan

 

 

 

 

 

 

 

 

Jika pernah melihat film Armageddon, kita tahu bagaimana kisah pencarian orang yang tepat, dalam waktu dekat, untuk misi berat. Meski tak seberat misi di film tersebut tapi hal ini terjadi di dunia nyata. Ya, kejadian itu berlangsung ketika Stube-HEMAT membentuk 3 tim dalam dua hari, untuk ikut serta dalam lomba voli putra, putri dan lomba vokal grup pada 14 - 16 November 2015, yang diadakan Komunitas Oikumene Nusantara. Misi ini dilakukan sebagai upaya untuk mempererat jejaring dengan kaum muda Yogyakarta.

 

 

 

Oikumene Nusantara adalah salah satu komunitas pemuda Kristen di Yogyakarta. Memang, komunitas ini baru dua bulan berdiri tapi kiprahnya terbilang berpengaruh, mereka “berani” mengadakan event besar. Ini adalah sebuah motivasi bagi kaum muda Kristen agar lebih produktif tidak terbatas dalam gedung Gereja sendiri, tetapi keluar menjangkau Gereja lain bahkan menyentuh masyarakat luas, sebab terbukti peserta lomba tidak hanya pemuda Kristen, tapi tampak juga saudari kita yang berhijab ikut serta berpartisipasi dalam lomba voli.

 

 

 

Pertolongan Tak Dinyana

 

Saat kami sulit membentuk tim, pertolongan datang tak terduga dari dua aktivis Stube-HEMAT, mereka adalah Nuel, asal Alor, dan Frans asal Sumba. Mereka berdua berupaya sekuat tenaga membangun 2 tim peserta lomba voli. Tercatat, 4 pemain pria berhasil dikumpulkan Nuel dan 4 pemain wanita direkrut Frans.

 

 

 

Pertandingan voli berlangsung di Gedung Voli UNY pada tanggal 14 November 2015 sementara tim vokal grup terbentuk atas arahan Indah (Tim Kerja Stube-HEMAT), David (wakil ketua PMK ITY dan aktivis Stube HEMAT asal Kal-Teng), yang hobi menyanyi, berhasil menghimpun 5 orang temannya sesama PMK ITY yang “sehobi”. Mereka berlatih menyanyikan dua lagu, Tunjukkan KuasaMu (Nanaku) dan Do’a Kami (True Worshippers).

 

 

 

Berkenalan di Lapangan

 

Sekali latihan untuk pertandingan voli memang tidak mencukupi, terbukti kedua tim Stube tumbang di babak penyisihan. Tim putri tumbang oleh sang juara turnamen, Forsa, tim sarat pengalaman yang dihuni pemain-pemain hebat tingkat lokal. Sementara tim putra “dilumat” oleh juara dua, tim voli Universitas Sanata Dharma. Bagi awam tentu mengecewakan, tapi bagi kami hasil itu diluar ekspekstasi, membentuk tim saja sudah bagus, apalagi berani tampil melawan raksasa-raksasa itu, sungguh bak Daud versus Goliat. Walau mereka baru saling kenal tapi kekompakkan mereka terlihat di dalam dan luar lapangan.

 

 

 

Tempaan pasti menguatkan

 

Beda lomba beda nasib, benarkah Dewi Fortuna di pihak kita? Ada 6 tim terdaftar, tapi yang hadir saat pertandingan vokal grup digelar minggu malam (15/11/2015) di GBI Shine, hanya dua, kami dan KMK STPMD “APMD”, tim vokal grup yang sudah malang melintang di dunia tarik suara.

 

 

 

Lega bercampur gembira di hati, walau kritik pedas dewan juri ditujukan pada kami. Sebab kita belajar dari kritik orang lain. Dalam pada itu, Stube-HEMAT mengunci juara dua. Benar saja, esoknya saat penutupan lomba di Kapel UKRIM, kami menyabet gelar juara 2 sekaligus menegakkan kepala, setelah tertunduk dua hari lalu.

 

 


Lomba voli dan vokal grup mengajarkan kami bahwa sempurnanya sebuah tempayan tercipta dari tempaan keras sang penjunan. Selamat berkarya dan terus berproses dalam tempaan hidup yang sesungguhnya. (SRB).


  Bagikan artikel ini

pada hari Selasa, 20 Oktober 2015
oleh adminstube
Program Pembangunan Masyarakat
Lanjut Usia Dan Tunawisma
Aku: Tak Lekang oleh Waktu
 
 
“Ada ungkapan ‘Menjadi Tua adalah Kepastian, Menjadi Dewasa adalah Pilihan.’ Masa tua pasti dialami setiap manusia, namun kedewasaan harus terus menerus diupayakan seiring dengan bertambahnya usia,” ungkap Trustha Rembaka mengawali pelatihan Stube-HEMAT Yogyakarta tentang Pembangunan masyarakat: Lanjut Usia dan Tunawisma. Kemudian Indah Theresia dalam Alur Program memaparkan bahwa berkembangnya suatu daerah diikuti peningkatan kesejahteraan dan naiknya usia harapan hidup di daerah tersebut yang berimbas bertambahnya penduduk lanjut usia. Sementara makin maju suatu daerah makin mahal harga tanah daerah tersebut yang berakibat munculnya kelompok masyarakat yang tidak mampu menjangkau kebutuhan rumah tinggal. Apa yang harus dilakukan dan dipersiapkan menghadapi realita tersebut?
 
 
Pelatihan yang diadakan 16 – 18 Oktober 2015 di wisma Sargede dan dilanjutkan di Bumi perkemahan Sumberboyong Pakem ini membekali mahasiswa memahami sistem perlindungan terhadap lanjut usia dan tunawisma, membangun jejaring untuk memberdayakan lanjut usia dan tunawisma. Yang tidak kalah penting adalah sebuah pemahaman untuk mahasiswa bagaimana merancang masa depan secara mandiri sejak di bangku kuliah.
 
Drs. Suryana, M.Si dan Ir. Baried Wibawa, keduanya dari Dinas Sosial DIY memberikan apresiasi positif kepada mahasiswa yang mengadakan kegiatan tentang lanjut usia dan tunawisma. Kedua narasumber memaparkan peran pemerintah dalam pemberdayaan dan perlindungan terhadap lanjut usia dan tunawisma berwujud regulasi dan fasilitas yang bisa diakses oleh mereka dalam berbagai wadah unit pelaksana teknis, seperti panti wredha, rehabilitasi sosial dan tunawisma.

 

Eksposur sebagai wahana belajar lapangan peserta diadakan di tiga tempat. Yang pertama adalah Lembaga Sosial Hafara, bertempat di Gonjen Tamantirto, Kasihan, Bantul. Hafara adalah lembaga sosial yang bergerak di bidang pengentasan dan pemberdayaan komunitas jalanan serta kaum dhuafa. Fokus Hafara yaitu: satu, pengentasan anak jalanan melalui rumah singgah; dua, pengentasan dan pemberdayaan anak terlantar dan orang terlantar; tiga, pendidikan luar sekolah bagi anak-anak kurang mampu; empat, pemberdayaan masyarakat miskin, dan lima, kegiatan ekonomi produktif. Di Hafara, peserta pelatihan Stube-HEMAT Yogyakarta beraktivitas bersama berupa dialog dan sharing, membuat batako dan bermain dengan anak-anak dampingan.


 
Yang kedua, Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budhi Luhur yang dikelola Dinas Sosial DIY, berlokasi di Kasongan, Bantul. Peserta berdialog dengan warga binaan yang berjumlah lebih dari 80 orang lanjut usia. PSTW Budhi Luhur dikelola Dinas Sosial DIY. Dalam dialog, peserta menemukan berbagai kisah yang melatarbelakangi keberadaan mereka di situ, seperti ketidakmampuan keluarga dalam merawat, tidak adanya sanak saudara atau mereka diangkut dari jalanan.


Yang terakhir, Panti Wredha Hanna di Surokarsan, Yogyakarta. Panti ini merupakan wujud pelayanan gereja terhadap masyarakat yang sudah memasuki masa tua. Sembilan peserta pelatihan berinteraksi dengan sebagian warga panti, karena tidak sedikit yang mengalami keterbatasan kemampuan komunikasi dan kondisi fisik. Peserta pelatihan menemukan kenyataan bahwa keberadaan mereka di panti tidak melulu karena tidak mampu secara ekonomi, tetapi mereka sendiri yang memilih berada di situ dan tidak ada sanak saudara yang merawat. Perjumpaan ini membuat peserta merenungkan kembali makna keluarga. Selain itu, peserta belajar tentang totalitas kasih perawat saat mendampingi warga panti menjalani masa tua mereka.
 

Seusai eksposur, peserta menuju bumi perkemahan Sumberboyong Pakem. Perkemahan ini bertujuan memberi pengalaman merasakan hidup seperti tunawisma, hidup tanpa naungan dinding tembok dan atap rumah. Meski berada di dataran tinggi yang menjadi daerah resapan air, namun kondisi lingkungan cukup kering dan beberapa tanaman mati kekurangan air. Sekalipun demikian, peserta tetap antusias membangun tenda dan mempersiapkan presentasi eksposur.
 
Sesi Mengelola Keuangan ala Mahasiswa yang diampu Dr. Murti Lestari, board Stube-HEMAT disambut antusias oleh peserta dengan pertanyaan-pertanyaan seputar pengelolaan waktu antara kuliah dan aktivitasnya, bagaimana menata pemasukan, pengeluaran dan tabungan. Selain itu, peserta didorong untuk mandiri dan memiliki kegiatan produktif.

 
 
Pencerahan yang dialami peserta tentang lanjut usia, tunawisma, keluarga dan masa depan memotivasi peserta melakukan kegiatan lanjutan seperti menulis refleksi tentang hidup, membuat film pendek tentang keberadaan orang-orang terpinggirkan, tulisan ‘feature’ tentang kemanusiaan dan kumpulan foto-foto perjalanan hidup manusia. (TRU).


  Bagikan artikel ini

pada hari Selasa, 29 September 2015
oleh adminstube
Potensi Indonesia Sebagai
Poros Maritim Dunia
Ruang Driyarkara, Universitas Sanata Dharma,
28 September 2015
 

 

 
Indonesia menjadi poros maritim dunia? Mengapa tidak? Kita punya potensi ke sana. Berikut potensinya jelas Endang Susilowati, seorang pengajar pada Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, memaparkan argumentasinya berdasarkan penelitian yang selama ini ditekuni. Setidaknya ada enam potensi yang kita miliki: posisi geografis yang menguntungkan, kondisi wilayah dan hasil alam melimpah, luas wilayah teritorial dan panjangnya garis pantai, jumlah penduduk yang tidak asing dengan laut, karakter peraturan perundangan yang mendukung bahari, dan kebijakan pemerintah beraspek maritim.
 
Ruang Seminar Driyarkara, Gedung Pusat Universitas Sanata Dharma, hiruk-pikuk dipenuhi oleh puluhan mahasiswa yang siap mendengar dan berdiskusi pada acara kuliah umum tersebut. Dengan bersemangat dan penuh keyakinan, Endang menyampaikan materinya sehingga mahasiswa antusias memperhatikan. Dua tim Stube-HEMAT Yogyakarta, Stenly Recky Bontinge dan Yohanes Dian Alpasa diutus untuk menghadiri kuliah umum ini.
 
 
Di awal paparannya Endang menyitir syair Bung Karno,”...usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali.” Ide-ide untuk membangkitkan romantisme kemaritiman sesungguhnya sudah ada dalam benak pendiri bangsa ini. Mereka yakin bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menguasai laut, bangsa yang aktifitasnya di laut akan lebih sibuk daripada irama gelombang itu sendiri. Era 1950-an, wilayah teritorial RI hanya 3 mil laut. Artinya, laut di luar batas itu bukanlah kekuasaan RI dengan konsekuensi kapal-kapal besar bebas hilir mudik dekat teritorial Indonesia dan itu akan berdampak pada kehidupan ekonomi, sementara kapal-kapal militer asing akan mempengaruhi stabilitas keamanan. Karena dampak yang dihasilkan tidak selalu positif, maka pemerintahan di era Bung Karno, melalui deklarasi Juanda 13 Desember 1957 menyatakan bahwa NKRI adalah Negara kesatuan yang juga menguasai laut di antara pulau-pulaunya. Tanah, air, dan udara adalah wilayah kesatuan kekuasaan RI.
 
 
Pembicaraan tentang laut kemudian menghasilkan UNCLOS pada 10 Desember 1982 yang kemudian diratifikasi RI pada 1985 yang dituangkan dalam UU No.17 tahun 1985. Istilah archipelago yang diterjemahkan sebagai negara kepulauan sebenarnya kurang tepat karena Archipelago berasal dari kata arch (besar, utama) dan pelagos (laut), sehingga sejarawan A. B. Lapian menerjemahkan Archipelago State sebagai Negara Laut Besar yang ditaburi oleh pulau-pulau. Wilayah RI yang terdiri dari pulau-pulau memberi kekayaan potensi yang berlimpah; potensi geografis, potensi sejarah dan budaya Maritim, potensi kelautan (cadangan migas, tambang, dan pangan), potensi pariwisata, potensi industri, dan potensi jasa maritim.
 
 
Waktu menunjukkan pukul 12.00 WIB, semangat peserta kuliah umum masih belum kendur. Pada sesi pertanyaan, Yohanes menanyakan keberadaan relief kapal layar pada candi Borobudur, Visi Maritim presiden Joko Widodo, dan keuntungan perkembangan Maritim bagi mahasiswa dan masyarakat pegunungan lainnya. Endang menanggapi, “Layar dan kapal memang ada dalam relief candi Borobudur. Silahkan nanti dicek dan dipahami. Itulah gambaran sejarah kejayaan laut dari nenek moyang Indonesia. Visi Indonesia menjadi poros Maritim memang didengungkan oleh presiden Jokowi. Kalau sekarang terjadi perubahan nama misalnya dari Jalur Ekspedisi Gadjah Mada kepada Jalur Laksamana Cheng-Ho maka itu tidak perlu menjadi persoalan. Konsep kelautan memang belum menemukan bentuk yang definitif maka perkembangan konsep di sana-sini masih dapat dikreasikan.
 

 

Siapapun kita harus bergerak dari tradisi sendiri. Orang-orang yang ada di gunung maupun pesisir yang tidak berlatar kehidupan bahari, tidak perlu memaksakan diri untuk hanyut dalam pembicaraan tentang laut. Yang bertani silahkan bertani, maksimalkan potensi darat, teruslah berkarya dan jadilah produktif. Maka kejayaan RI akan siap dipandang dan disambut dengan girang. (YDA).
 

  Bagikan artikel ini

pada hari Kamis, 24 September 2015
oleh adminstube
Tak Hanya Bicara, Mereka Berkarya!

 

Presentasi Peserta Program  Eksposur Lokal

 

  

 

 

 

 

 

 

Masa liburan semester selalu ditunggu-tunggu mahasiswa, karena mereka bisa bersantai, melepas ketegangan selama studi. Ada pula mahasiswa yang bekerja part-time dan sebagian lagi pulang liburan di daerah asalnya. Stube-HEMAT Yogyakarta melalui program eksposur lokal memberi kesempatan kepada mahasiswa yang akan pulang untuk merancang kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat di mana ia berasal. Hal ini akan membantu mereka membuka jejaring sekaligus menumbuhkan kepedulian terhadap daerah asal, mendapat waktu untuk melakukan orientasi kerja setelah menyelesaikan studi di Yogyakarta, dan bisa membuat pemetaan potensi daerah mereka beserta hambatannya.

 

 

 

Tiga mahasiswa peserta eksposur lokal tahun 2015 adalah Selsius Imanuel Malailo (mahasiswa STPMD APMD jurusan Ilmu Pemerintahan), Wilton Paskalis Dominggus Ama (mahasiswa INSTIPER, jurusan kehutanan), dan Yoviani Minarti Rauf (mahasiswa UST, jurusan matematika).

 

 

 

 

Selsius Immanuel Malailo, biasa dipanggil Nuel, berasal dari desa Air Kenari, kecamatan Teluk Mutiara, kabupaten Alor, propinsi Nusa Tenggara Timur. Setelah selesai melakukan eksposur lokal, Nuel mempresentasikan temuannya di Stube HEMAT Yogyakarta pada 27 Juli 2015. Sesuai bidang studi yang digeluti, ia tertarik meneliti sejauh mana partisipasi masyarakat di desanya dalam proses pembuatan peraturan desa. Dari hasil wawancara dengan perangkat desa dan masyarakat setempat, ia mengambil kesimpulan bahwa masyarakat sudah terlibat langsung dan aktif dalam setiap proses melalui pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh desa. Namun ada sebagian kecil masyarakat yang tidak mengikuti secara langsung karena aktivitas sehari-hari yang tidak bisa ditinggalkan. 

 

 

 

 

Dalam hal ini ia menggagas: pertama, perlu wadah atau forum pertemuan yang menjaring aspirasi warga; kedua, perlu ada badan khusus yang mengelola pemanfaatan air desa, dan ketiga, perlu pendataan bantuan sosial dan masyarakat penerima.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Wilton Paskalis Dominggus Ama, biasa dipanggil Wilton berasal dari Waingapu, Sumba Timur, mempresentasikan hasil ekposur lokalnya di sekret Stube HEMAT Yogyakarta pada 1 Agustus 2015. Sesuai dengan studinya di Kehutanan Instiper, ia tertarik dengan pembudidayaan Cendana. Ia berharap dengan pemilihan inang yang tepat dalam budidaya Cendana maka populasi tanaman Cendana akan semakin meningkat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bibit Cendana yang ditanam dengan inang tanaman Krokot pertumbuhannya lebih cepat dibanding inang yang lain, seperti lamtoro, nila dan turi.

 

 

 

 

 


Selain itu, Wilton juga melakukan sosialisasi penanaman Cendana kepada pelajar di SMA dan SMK di sekitar Waingapu. Ada enam sekolah yang menjadi lokasi penanaman Cendana yang diadakan antara 14 – 19 Mei 2015.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Yoviani Minarti Rauf, biasa dipanggil Atik, berasal dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Ia mempresentasikan hasil eksposur lokalnya pada tanggal 22 September 2015. Ia prihatin dengan rendahnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dan menjaga lingkungan. Ketika pulang, ia mengadakan penelitian dan sosialisasi pentingnya hidup bersih dan sehat. Pengamatan yang dilakukan Atik menunjukkan bahwa di kampungnya yang berjumlah 20 kepala keluarga, hanya 7 rumah yang memiliki fasilitas WC.

 

 

 

 

 

 

 

Pendekatannya kepada kepala desa untuk sosialisasi kesehatan mendapat tanggapan positif dengan diadakannya pertemuan sosialisasi kesehatan dan komitmen untuk mengadakan arisan pembangunan WC di desa Golo Pongkor. Selain itu, Atik juga mengajak anak-anak usia SD belajar bersama tentang pelajaran sekolah, pengetahuan hidup bersih, tata cara bersikap dan berbicara dengan orang lain, dan bagaimana menciptakan rasa saling menghormati dan menghargai antara satu dengan yang lain. Di hari Minggu, ia mengalokasikan waktunya membimbing anak-anak sekolah minggu dan mengajarkan tentang pola hidup bersih dan sehat (PHBS) di Paroki Kerahiman Ilahi, Sok Rutung.

 

 

 

  

  

Luar biasa bukan liburan mereka? Teman muda, tetaplah melangkah maju dan berkarya untuk masyarakat. (TRU)


  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 31 Agustus 2015
oleh adminstube
Eksposur Pelabuhan Sadeng dan

 

Pantai di Gunungkidul

 

Jumat – Minggu, 28 – 30 Agustus 2015

 

 

 

 

 

 

 

Jumat, 28 Agustus 2015 merupakan hari yang dinanti oleh peserta program ekonomi Kelautan, mengapa? Karena hari itu mereka akan berangkat eksposur  ke Sadeng Gunungkidul. Mereka adalah Yohana Kahi Leba, Dhany AA Umbu Tunggu, Abisag Ndapatara dan Fransisca Evawati, didampingi oleh Trustha Rembaka dan Stenly R. Bontinge.

 


 

Perjalanan menuju Sadeng ditempuh sekitar dua jam dari Yogyakarta ke arah tenggara membelah bumi Gunungkidul. Jalan yang berkelok mengikuti kontur geografis Gunungkidul yang berbukit-bukit menjadi daya tarik eksotisme daerah ini. Bulan Agustus ini alam Gunungkidul didominasi warna coklat karena tanah yang mengering dan tanaman yang meranggas. Di beberapa tempat bisa ditemukan bukit-bukit kapur yang tergali, terpotong, terbelah, dan membekas menjadi bopeng wajah bumi Gunungkidul. Perjalanan berakhir setelah memasuki turunan curam yang ternyata tebing sungai Bengawan Solo purba. Lambaian daun hijau puluhan pohon kelapa menyambut kedatangan kami di kawasan pelabuhan Sadeng.

 


 

Setibanya di kantor UPTD pelabuhan Sadeng, kami disambut hangat oleh Pak Soleman dan Pak Sunardi. Setelah saling berkenalan dan menjelaskan tujuan kegiatan, kami didampingi oleh Pak Sunardi berjalan berkeliling pelabuhan Sadeng. Beliau menceritakan bangunan-bangunan yang ada di kawasan pelabuhan, seperti perkantoran, dermaga, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), mess karyawan dan tamu, gudang dan dok bengkel kapal serta menunjukkan aktivitas yang terjadi di pelabuhan, antara lain proses bongkar muat  ikan, lelang ikan, jual beli ikan, menyiapkan kapal melaut dan rekreasi. Beliau juga menceritakan siapa saja yang tinggal di pelabuhan Sadeng.

 

 

 

Peserta eksposur beraktivitas sesuai minat masing-masing untuk mengenal dan mendalami ‘kehidupan’ pelabuhan Sadeng. Aktivitas pelabuhan dimulai sejak pagi, mempersiapkan logistik kapal untuk melaut, membersihkan lantai tempat pelelangan ikan, dan anak buah kapal yang bertugas menyiapkan jaring dan berbagai tali-temali. Di kawasan yang berbeda, para pedagang menyiapkan lapak-lapak ikan untuk jualan sementara pedagang yang lain bersiap dengan kios nasi rames mereka. Puluhan kapal berbagai ukuran tertambat di kolam pelabuhan. Beberapa diantaranya adalah kapal patroli milik Polairud, TNI AL  dan kapal nelayan. Tak ketinggalan ada pemandangan bangkai kapal yang terendam di salah satu sudut kolam pelabuhan.

 

  

 

Kehidupan nelayan merupakan kombinasi kehidupan yang keras penuh resiko dan kebersamaan. Mereka harus menembus ganasnya gulungan ombak dan meniti tepian karang tajam beberapa hari di tengah laut, di bawah terik sinar matahari dan berselimut dingin udara laut. Namun di balik itu, kehidupan nelayan menggambarkan kekuatan kebersamaan sesama nelayan dan pekerja pelabuhan. Menyiapkan jaring, menggulung tali dan menyiapkan logistik untuk melaut dikerjakan bersama-sama. Saat berlabuh, membongkar muatan ikan dan memperbaiki kapal pun tak bisa lepas dari kerjasama antar mereka.

Sabtu siang peserta eksposur meninggalkan Sadeng menuju Joglo Karangjati dengan kumpulan rasa penasaran yang belum terjawab. Joglo Karangjati menjadi ‘home-base’ untuk beristirahat dan menyusun catatan kegiatan.
  

 


 

Eksposur dilanjutkan Minggu pagi dengan susur pantai dan tebing dari pantai Trenggole – Watulawang – Pok Tunggal yang menjadi primadona wisata pantai Gunung Kidul. Ketiga pantai ini dulunya saling terpisah, namun kini bisa ditempuh dengan jalan kaki menyusuri pantai dan tebing karang.


 
Sayangnya, beberapa bagian tebing karang dipotong dan tanaman pandan laut ditebang demi pembuatan jalan setapak dan pengembangan wisata. Di beberapa bagian tebing pun bisa ditemukan jejak corat-coret vandalisme pengunjung. Sebuah ironi saat menikmati keindahan alam dan merusak alam.

 

 
 

 

Pantai Sundak, Ngandong dan Sadranan menjadi bidikan kami selanjutnya. Snorkling menjadi primadona di Sadranan. Belasan lapak menyediakan kacamata selam yang bisa disewa oleh pengunjung menjadi pemasukan tambahan bagi penduduk setempat. Namun di sisi lain, tingginya aktivitas para penikmat snorkling bisa mempengaruhi kelestarian alam bawah laut di pantai Sadranan.

 

 

Perjalanan kembali ke Yogyakarta melewati Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS), yang di beberapa bagian sedang dibangunan. JJLS ini diharapkan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat di kawasan selatan Daerah Istimewa Yogyakarta. (TRU).


  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 31 Agustus 2015
oleh adminstube
Ayo Belajar Ke Baros!!!

 

 

 

 

 

 

Baros adalah sebuah dusun yang terletak di pesisir Selatan Yogyakarta, tepatnya di Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul. Pesona dusun Baros tampaknya belum begitu akrab terdengar oleh masyarakat luas di Yogyakarta apalagi bagi kaum muda. Mungkin jikalau ada yang pernah akrab mendengar nama dusun Baros, mungkin karena dusun Baros adalah daerah pertanian dan penghasil tanaman bawang merah. Jika demikian, lantas mengapa tulisan tersebut berjudul: Ayo Belajar Ke Baros? Pesona apakah yang sebenarnya ditawarkan di dusun tersebut? Bukanlah pesona yang spektakuler yang ditawarkan disana, bukan pula keindahan alam yang kelasnya mendunia. Tetapi daerah tersebut bisa menjadi pusat perhatian dunia, karena Dusun Baros memiliki kawasan konservasi mangrove. Itulah yang menjadi pusat perhatian dari berbagai kalangan aktivis lingkungan hidup, baik tingkat mahasiswa maupun umum, dari lingkup regional hingga cakupan internasional.

 

 

 

   

 

Apa yang bisa dipelajari di sana? Yang bisa dipelajari ialah terbangunnya sebuah ekosistem dari hasil konservasi hutan mangrove serta manfaat mangrove bagi warga dusun Baros. Mangrove bagi warga dusun Baros adalah sebagai pelindung lahan pertanian. Mengapa demikian? Karena lahan pertanian warga dusun Baros berada di daerah pesisir pantai Selatan Yogyakarta, mangrove yang tumbuh disana adalah sebagai alat penyaring kadar garam laut yang dibawa oleh angin.  Selain sebagai penyaring kadar garam laut, mangrove diharapkan mampu menangkal abrasi pantai bahkan berguna sebagai pengikat endapan lumpur sehingga menjadi daratan baru di sekitar tanaman mangrove. Tumbuhnya mangrove juga akan diikuti dengan berkembangnya habitat lain disekitar mangrove, seperti terbentuknya habitat perkembangbiakan ikan air payau, kepiting, burung, dan ular. Tumbuhnya habitat baru tersebut berarti juga sebagai bentuk keseimbangan ekosistem dari ancaman kepunahan. Warga sekitar bisa menikmati hasil dari berkembangbiaknya ikan dan kepiting sebagai sumber tambahan gizi dan ekonomi.

 

 

 

 

 

Dimulai tahun 2003, tanaman mangrove ditanam di sekitar pesisir dusun Baros, kemudian pemuda KP2B (Keluarga Pemuda Pemudi Baros) menerima mandat untuk menjaga tanaman mangrove yang telah dirintis tersebut hingga saat ini. Saat ini genap sudah 15 tahun usia hutan mangrove di kawasan dusun Baros, dan kini hasil dari rimbunnya hutan mangrove sudah dapat dinikmati oleh warga sekitar dan bagi para pengunjung yang memiliki visi serupa tentang lingkungan hidup. Hal itu dibuktikan dengan kepedulian Stube HEMAT Yogyakarta mengangkat pelatihan ekonomi kelautan dengan tema: Ada Apa Dengan Laut Indonesia? Pada pelatihan tersebut Stube HEMAT Yogyakarta mengirim peserta pelatihan untuk terjun langsung ke lapangan dari tanggal 28 – 30 Agustus 2015 untuk menganalisis dan melihat realita di dusun Baros. Adapun peserta yang dikirim adalah Selsius Imanuel Malailo (APMD), Yoel Yoga Dwianto (STAK Marturia), dan Yakoba Ratundima (STT Terpadu, Sumba).

 

 

 

 

 

 

 

 

Banyak hal yang diperoleh selama peserta mengamati langsung di lapangan dari tanggal 28 – 30 Agustus 2015, baik terkait permasalahannya, perintisan, ekosistem yang terbentuk dari hasil konservasi hutan mangrove hingga dampak sosial ekonomi bagi warga dusun Baros yang terletak di pesisir laut Selatan. Bagi mahasiswa ataupun para penggiat lingkungan hidup yang tertarik dengan cara pelestarian alam kawasan pesisir laut, ayo kita belajar ke Baros. (PIAF)


  Bagikan artikel ini

pada hari Sabtu, 29 Agustus 2015
oleh adminstube
Eksposur Muncar:

 

Dari Potensi Ekonomi Hingga Ancamannya

 

 

 

 

 

 

Eksposur Muncar merupakan salah satu rangkaian pelatihan Ekonomi Kelautan tahun 2015. Semula ada kabar bahwa Muncar merupakan pusat industri dan penghasil ikan terbesar di pulau Jawa, sehingga tersirat pula ancaman akumulasi limbah dari tahun ke tahun. Hal inilah yang mendasari ketertarikan untuk melihat lebih dekat keadaan Muncar dan menyaksikan potensi laut serta belajar pengelolaannya.

 

 

 

 

Empat peserta yang melakukan eksposur adalah Nova Yulanda P. Sipahutar (Mahasiswa Pascasarjana Komunikasi UGM), Nikson Retang (Mahasiswa Peternakan di Waingapu, Sumba), Ana Ndawi Ngana (Mahasiswa Bahasa Inggris, UST), dan Christian Apri Wijaya (Mahasiswa Komunikasi UGM).

 

 

 

 

 

 

 

Kamis pagi, 27 Agustus 2015, peserta berangkat dari stasiun Lempuyangan. Ketidaktahuan tentang Banyuwangi dan Muncar menyebabkan pertanyaan dalam benak dan terus membayangi perjalanan. Selama di kereta api ada sedikit rasa jemu tetapi terobati dengan pemandangan tanah Jawa Timur nan eksotis dan kereta api yang nyaman. Empat belas jam pulang dan pergi tak terasa bisa dilalui dengan gembira.

 

 

 

 

Aktifitas pertama yang dilakukan adalah berdiskusi dengan Pak Yulis, Ketua pepanthan Muncar GKJW Banyuwangi. Beliau bertutur tentang kondisi dan dinamika kehidupan Muncar seperti: saat tangkapan melimpah, maka kehidupan membaik, konsumsi meningkat dan barang mewah terbeli, namun saat tangkapan minim, tidak jarang warga nelayan menjual perabot untuk memenuhi kebutuhan hidup.

 

 

 

 

 

 

 

Setelah berbincang dengan Pak Yulis, kelompok eksposur Muncar mengunjungi pabrik pengalengan ikan. Tidak ada gambar di dalam pabrik karena ada larangan memotret. Di pabrik inilah peserta menjadi tahu bahwa pengalengan ikan ternyata tidak sepele. Ada peralatan pembersih, pengepak, dan pengemas yang dirancang canggih dan higienis. Pemotong dan pembersihan ikan dikerjakan oleh ibu-ibu. Sementara pengalengan dan pembumbuan dilakukan mesin. Perjalanan ikan dari pembersihan sampai pengalengan tidak sampai sehari. Setiap hari pabrik bisa menghasilkan 5000 kaleng. Setelah dipacking, ekspor bisa sampai Afrika. Bila tangkapan ikan di Muncar surut, maka bahan baku didatangkan dari Thailand dan Filipina.

 

 

Jumat sore, peserta berkunjung ke sekretariat LSM Satu Hati. Ada Mas Kiki dan Mas Jalil yang mendampingi. LSM Satu Hati mengaku tidak berkonsentrasi pada studi kelautan. Fokusnya adalah pendidikan dan lingkungan. Pendidikan dikembangkan dengan menyelenggarakan bimbel dan pengadaan perpustakaan. Sementara lingkungan terkait dengan pola hidup dan pelestarian sumber daya yang ada di Muncar. Lingkungan biasanya terkait limbah. Limbah ada di pabrik-pabrik pesisir, maka secara tidak langsung, LSM Satu Hati juga bersinggungan dengan laut. Rupanya potensi tidak serta merta mendatangkan keuntungan dan dampaknya tidak selalu positif bagi lingkungan. LSM Satu Hati menyerukan agar masyarakat mulai sadar, ada perubahan pada sungai, tanah, dan udara di sekitar.

 

 

 

Sabtu pagi, peserta mengunjungi bengkel las di pelabuhan. Pak Jimat merupakan salah satu dari dua pemilik bengkel yang memiliki mesin bubut di Muncar. Kondisi bengkel terkesan usang tersalut oli. Hal ini memunculkan harapan dimasa mendatang ada program pemerintah untuk memperbaharuinya.

 

 

 

Sharing bersama Pdt. Soni Saksono Putro memunculkan harapan untuk menyelenggarakan pelatihan bagi pemuda gereja terkait dengan pelabuhan. Seorang warga jemaat yang bekerja di Komisi Penanggulangan AIDS mengungkapkan praktek Pekerja Seks Komersial dari kapal ke kapal dan mereka perlu pendampingan dan ini menjadi satu masukan berharga saat melihat potensi dan permasalahan di laut.

 


Beberapa potensi laut yang masih bisa digarap dan sudah diusahakan oleh beberapa jemaat GKJW Banyuwangi adalah Nasi Goreng Cumi Hitam, Industri Gula di kebun kelapa pesisir, persewaan kapal untuk wisata, perayaan tradisi kelautan, dan usaha keramba apung di laut. Selamat merespon peluang yang ada. (YDA)


  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 24 Agustus 2015
oleh adminstube
Hegemoni Wisata di Pulau Surga

 

Sebuah pengalaman singkat

 

merasakan kehidupan laut di Karimunjawa

 

 

 


 

Pergi ke Karimun Jawa adalah keinginan banyak orang karena kepulauan ini memiliki segudang pesona alam. Kepulauan ini semakin hari semakin bersolek menantang wisatawan untuk menjejakan kaki kesana. Dari pelabuhan Jepara, antusiasme tinggi pengunjung sudah terlihat. Tidak perlu ada pertanyaan kemana anda akan pergi ketika di pelabuhan ini. Sebab pasti Karimun Jawa sajalah jawabannya.

 


 

Magnet wisata Karimun Jawa menguat sejak 8 tahun lalu. Awalnya, promosi dilakukan hanya dari mulut ke mulut hingga akhirnya saat ini calon pengunjung dimanjakan dengan berbagai jenis paket wisata. Mereka tinggal klik, transfer dan menikmati.

 

Fasilitas Pendukung

 

Akses ke kepulauan ini cukup mudah, tersedia dua pilihan, menggunakan Kapal motor cepat (waktu tempuh 2 jam) atau menggunakan kapal fery (waktu tempuh 5 jam). Biasanya, prosedur formal setelah menginjakkan kaki di pulau ini adalah bertemu guide masing-masing yang akan mengantar ke penginapan, tapi, tetap ada saja satu dua orang pelancong yang memilih hemat menggunakan metode back packer.

 

  

 

Di kiri kanan jalan terdapat home stay, hampir semua rumah di Karimun berubah menjadi Home stay, bersaing dengan hotel mewah milik investor. Masing-masing memiliki peminatnya sesuai ketebalan kantong. Memilih menginap di rumah teman ataupun kenalan untuk merasakan kehidupan asli masyarakat Karimun Jawa bisa menjadi pengalaman original berinteraksi dengan kearifan lokal dan bahkan masalah mendasar. Jangan samakan fasilitas rumahnya dengan home stay atau hotel, tapi di situlah letak kehidupan sesungguhnya, menjadi anak pantai yang cinta damai, mandi ramai-ramai di lokasi terbuka dekat mata air, sampai menikmati pemandangan pantai lewat toilet tak berdaun pintu.

 

 

 

Sisi Lain

 

Profesi pemandu wisata diakui sebagai ujung tombak pariwisata Karimun Jawa. Mereka  bekerja atas dasar kepercayaan dengan menjaga nama baik (teman seprofesi, pemberi kerja dan daerah Karimun Jawa) demi citra pariwisatanya. Mereka belumlah semapan guide di Yogyakarta atau Bali, tapi dituntut bekerja ramah seperti pramugara, kuat bak pengawal bahkan rajin layaknya pembantu. Hal ini terlihat dari kompaknya guide menyediakan makanan (memanggang ikan) bagi wisatawan, mencucikan peralatan makan dan snorkling sampai memberikan P3K pada pengunjung yang cedera di lokasi.

 

Pariwisata Karimun Jawa didukung banyak pihak. Masyarakatnya ikut berpartisipasi menggerakkan roda pariwisata, berkolaborasi dengan pemerintah dan investor (dalam maupun luar negeri). Perlahan, terjadi peningkatan ekonomi warga walau belum bisa dikatakan merata.

 

Dibalik gemerlap pariwisata yang selama ini tersamarkan, tertutupi hegemoni tawa canda riang, romantika ekspresi wisatawan penikmat pulau surga inibanyak hal yang menjadi pekerjaan rumah bersama. Ketersediaan energi listrik yang mencukupi bagi penduduk setempat, air bersih, kesempatan mendapat pendidikan tinggi, sanitasi sampai kehidupan malam dengan tawaran sex komersial menjadi tanggung jawab bersama yang harus segera mendapat penanganan. (SRB)


  Bagikan artikel ini

pada hari Minggu, 23 Agustus 2015
oleh adminstube
“Dari Among Tani ke Dagang Layar”
Ayo, Lihat (Lagi) Laut kita!
Pelatihan Sehari, Sabtu 22 Agustus 2015
 
 

 

Program Ekonomi Kelautan Stube-HEMAT Yogyakarta diwujudkan dalam satu rangkaian kegiatan Diskusi, Pelatihan Sehari, Eksposur dan Presentasi. Proses ini diharapkan membawa mahasiswa yang menjadi peserta mendalami ekonomi kelautan secara utuh. Pelatihan sehari  ini dilaksanakan pada Sabtu, 22 Agustus 2015 di Aula CD Bethesda Yogyakarta, diikuti duapuluh enam mahasiswa dari berbagai kampus dan asal daerah dengan menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya adalah Dinas Perikanan dan Kelautan DIY.
 
 
Indah Theresia, salah satu team Stube-HEMAT Yogyakarta menyampaikan materi pengenalan Stube-HEMAT, khusus menggali makna motto H-E-M-A-T, yaitu Hidup, Efisien, Mandiri, Analitis dan Tekun. Peserta merenungkan motto tersebut dan kemudian menulis refleksi pribadi berkaitan motto Stube-HEMAT Yogyakarta.
 
Penjelasan Alur Program dipaparkan oleh Trustha Rembaka, S.Th, koordinator Stube-HEMAT Yogyakarta yang memaparkan latar belakang program ekonomi kelautan, di mana Indonesia yang wilayahnya sebagian besar adalah lautan, namun potensi yang ada di dalamnya belum secara optimal dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakatnya. Dari hal inilah, Stube-HEMAT Yogyakarta memotivasi dan memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk melihat kembali laut dengan segala potensi dan masalah yang ada melalui interaksi langsung dengan kehidupan laut dan nelayanbeserta stake holder yang dimiliki. Setelah mengikuti kegiatan ini, peserta akan melihat dan menyadari potensi kelautan di Indonesia, yang akhirnya diharapkan mampu menemukan terobosan atau temuan baru untuk pertumbuhan ekonomi kelautan di berbagai daerah di Indonesia, khususnya daerah asal peserta masing-masing.
 

 

Dwiyanto, dari Dinas Perikanan dan Kelautan DIY mengungkap Potensi dan Masalah Maritim Indonesia. Ia menyampaikan bahwa ide atau gagasan presiden Joko Widodo tentang harapan dan peluang Indonesia menjadi poros maritim dunia merupakan gagasan cerdas dan cemerlang bagi Indonesia, karena mampu menjabarkan potensi Indonesia di kancah kelautan dunia intenasional. Sesungguhnya sebelum itu,  Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono x dalam pemaparan visi-misi DIY 2012-2017) menyatakan, “...maka, mengalihkan pusat pertumbuhan ekonomi dari wilayah Pantura ke Pantai Selatan (Pansel) dengan berkembangnya klaster-klaster industri kecil dan agribisnis di pedesaan, serta industri kelautan, perikanan dan pariwisata maritim di wilayah pesisir, yang didukung oleh infrastruktur jalan Selatan-Selatan, menjadi pilihan strategis yang harus diwujudkan.” Ini menegaskan bahwa ini saatnya DIY membangun sebuah peradaban baru, dari among tani ke dagang layar.

 

Dwiyanto juga menguraikan potensi maritim berdasar kegiatan, seperti perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan produk perikanan, industri bioteknologi, pariwisata bahari dan pantai, pertambangan dan energi, perhubungan laut, industri dan jasa maritim dan pulau-pulau kecil. Masalah ekonomi kelautan sebenarnya berkutat pada tiga hal, yaitu, pertama, tingginya investasi pembangunan pelabuhan, pengadaan kapal dan aktivitas riset; kedua, budaya maritim belum dimiliki oleh sebagian besar masyarakat indonesia; ketiga, pemanfaatan sumber daya ikan oleh negara lain secara ilegal.
 
Mahasiswa juga dibekali dengan Analisa Sosial, agar memiliki kemampuan pengenalan, pemetaaan dan analisa terhadap suatu situasi secara menyeluruh dan mengambil pilihan respon secara holistik. Sesi ini disampaikan oleh Vicky Tri Samekto, salah satu team Stube-HEMAT Yogyakarta.
 
 
Sebagai studi lapangan, di akhir pelatihan peserta dibagi dalam tiga kelompok yang akan melakukan eksposur, yaitu kelompok satu ke pelabuhan Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur (27 – 30 Agustus 2015), kelompok dua di pelabuhan Sadeng dan pantai di Gunungkidul, dan kelompok tiga di kawasan Mangrove Baros, Bantul (28 – 30 Agustus 2015). Selamat berproses! Kobarkan semangat cinta bahari! (TRU).
 

  Bagikan artikel ini

pada hari Sabtu, 1 Agustus 2015
oleh adminstube
PROGRAM EKONOMI KELAUTAN
Ada Apa dengan Laut Indonesia?
Diskusi – Pelatihan – Eksposur – Presentasi
 
 
Indonesia memiliki kawasan maritim yang mencakup 70% wilayah Indonesia dan memiliki panjang total garis pantai Indonesia sepanjang 54.716 km. Namun, kenyataannya sektor maritim tidak mendapat perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat. Hal ini berdampak pada banyaknya kasus pencurian ikan oleh negara lain di lautan Indonesia, rendahnya kesejahteraan sosial di kalangan pekerja dan nelayan, tidak adanya kebanggaan hidup sebagai nelayan di kalangan anak muda sebagai generasi penerus dan tidak adanya kurikulum pendidikan bagi anak-anak yang menanamkan cinta dunia maritim.
 
Keadaan ini melumpuhkan potensi kelautan yang dimiliki Indonesia dan masyarakatnya. Karena itu rasa cinta laut harus ditanamkan dalam hidup sejak anak-anak, sehingga memiliki pengetahuan tentang kelautan Indonesia yang membentang dari Samudera Hindia, Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut  Sulawesi, Laut Maluku, Laut Pasifik, Laut Arafura, Laut Timor dan daerah-daerah kecil lainnya, area strategis ekonomi laut, daerah maritim, atau tempat maritim militer.
 
Sebenarnya pengetahuan didapat dari belajar, keahlian diperoleh dari melakukan dan cinta diperoleh dari mencintai. Melalui pelatihan ini, mahasiswa belajar kekayaan maritim Indonesia secara menyeluruh dan mengetahui potensi maritim yang bisa dikembangkan.
 
Tujuan
 
  • Peserta menyadari potensi kelautan di Indonesia dan memperkuat nilai tawar nelayan nasional.
  • Peserta berinteraksi dengan kehidupan laut, nelayan dan permasalahan ekonomi kelautan.
  • Peserta menemukan terobosan atau temuan baru untuk pertumbuhan ekonomi kelautan di berbagai daerah di Indonesia.

 

 
Pelaksanaan
 
Diskusi (28 Juli 2015 di Omah Limasan): Maritim Indonesia: antara Harapan dan Kenyataan
 
Pembekalan Peserta (Sabtu, 22 Agustus 2015 di Aula CD Bethesda, Klitren Lor GK III/347 Yogyakarta
 
Eksposur/Plunge into/Berbaur dalam Realita Kehidupan:
 
Sadeng dan Pantai Gunungkidul, 28 – 30 Agustus 2015.
Berbaur dengan masyarakat setempat yang berinteraksi dengan laut dan pesisir. Menemukan dinamika kehidupan sehari-hari, mata pencaharian, lingkungan, air bersih, hasil laut, pesisir dan wisata. Membidik potensi yang bisa dikembangkan di kawasan pantai dan pesisir gunungkidul, antara lain pantai, tebing, wisata, camping.

 

 
Konservasi Mangrove Baros di Bantul, 28 – 29 Agustus 2015.
Menyusuri kawasan pesisir yang mengalami kerusakan dan menemukan model-model konservasi yang dapat diadopsi dan diterapkan di kawasan lain di Indonesia, bahkan bisa dikembangkan menjadi kawasan ekowisata.
 
Pelabuhan Muncar, Banyuwangi, 27 – 30 Agustus 2015.
Menyelami kehidupan sehari-hari nelayan dan menemukan realitas kehidupan antara masalah dan kesempatan, misal kesehatan, taraf hidup, pendidikan, kesehatan.Selain itu, menemukan sisi lain yang potensial untuk peningkatan taraf hidup masyarakat setempat, misalnya hasil laut, kawasan pesisir, wisata. Stakeholder: Satuhati, GKJW Banyuwangi, pepanthan Muncar

 

 
Presentasi Eksposur dan Rencana Tindak Lanjut, 12 – 13 September 2015
 
Follow Up
 
  • Tulisan rekomendasi hasil pelatihan
  • Kurikulum pembelajaran cinta laut
  • Tulisan dan video ‘feature’ mereka yang hidup di laut
  • Proposal konsep pengembangan kawasan maritim dan atau kegiatan ekonomi (profit) berbasis laut
  • Lainnya (ide-ide yang ditemukan ketika berproses selama pelatihan dan eksposur)

 

 
Kontribusi
Rp 25.000,00
sertifikat, materi, akomodasi
dan subsidi transportasi
 

  Bagikan artikel ini

pada hari Kamis, 30 Juli 2015
oleh adminstube
Ada Apa dengan Laut Indonesia?

 

Selasa, 28 Juli 2015

 

 

 

 

 

 

Indonesia sebagai negara maritim dengan komposisi 70% wilayah lautan dan memiliki garis pantai sepanjang 54.716 km memiliki sejuta potensi untuk diperhatikan secara serius oleh pemerintah dan masyarakat guna optimalisasi sumber daya yang terkandung di dalamnya. Rendahnya kepedulian terhadap lautan, kesejahteraan sosial di kalangan pekerja laut dan nelayan masih  harus terus ditingkatkan dan diperjuangkan. Banyaknya pencurian ikan oleh negara lain di lautan Indonesia, tidak adanya kebanggaan hidup sebagai nelayan di kalangan anak muda sebagai generasi penerus dan tidak adanya kurikulum pendidikan yang menanamkan cinta dunia maritim merupakan ancaman kejayaan Indonesia sebagai negara maritim.

 

 

 

 

 

 

Sudah selayaknya sebagai bagian dari bangsa ini Stube-HEMAT Yogyakarta merasa prihatin atas situasi di atas dan turut mendukung program-program yang menunjang kejayaan laut Indonesia dengan mengadakan program Ekonomi Kelautan untuk menumbuhkan kembali perhatian dan kecintaan kaum muda terhadap dunia maritim.

 

 

 

 

Diawali dengan diskusi kecil pada hari Selasa, 28 Juli 2015 di Sekretariat Stube-HEMAT Yogyakarta12 mahasiswa hadir bertukar pikiran dengan Ir. Satimin Parjono, nara sumber yang memiliki pengalaman mengembangkan dunia kelautan di lingkup DIY, juga perintis pelabuhan ikan Sadeng, Gunung Kidul.

 

 

 

 

Sharing pengalaman peserta mengenai dunia laut membuat peserta diskusi berpikir ulang tentang laut dan kehidupannya. Stenly, mahasiswa dari Sulawesi bergaul akrab dengan laut karena jarak rumahnya kurang dari 100 m dari laut,  seperti halnya Yolan dan Ana dari Sumba, tetapi beda jauh dengan Riri dan Aby yang tinggal cukup jauh dari laut.  Selanjutnya masing-masing peserta diminta mengamati peta Indonesia dan mengungkapkan apa yang ada dalam benak masing-masing atas wilayah ini. Beberapa peserta menyebutkan keunikan bentuk pulaunya, kepulauan yang mirip kapal dan kumpulan pulau di tengah laut dan masih banyak jawaban lainnya.

 

 

 

Ir Satimin Parjono mengungkapkan bahwa interaksinya dengan dunia maritim berawal dari nol karena awalnya  dekat dengan pertanian.  Titik balik terjadi saat pindah ke bagian seksi perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan DIY yang mempelajari pemasaran, perdagangan dan sosial budaya perikanan. Di bagian ini ditemukan fakta bahwa tingkat konsumsi ikan penduduk Yogyakarta masih rendah, sekitar 1,6 kg/orang/tahun. Hal ini tidak bisa dibiarkan, oleh karena itu Ir. Satimin tergugah pikirannya dan tertantang bagaimana meningkatkan konsumsi ikan di kota maupun di desa. Berbagai cara dilakukan, dengan membuka kios ikan di alun-alun utara, demo pengolahan ikan, penjualan ikan sampai ke pasar-pasar daerah di berbagai kabupaten di DIY. Beliau juga mendapat mandat untuk melaksanakan pembangunan pelabuhan ikan di Sadeng, di pantai selatan Yogyakarta. Meskipun mengalami berbagai tantangan, pembangunan bisa diselesaikan dengan harapan pelabuhan Sadeng diberkahi dan bermanfaat.

 

 


Ekonomi kelautan tidak hanya berbicara tentang peningkatan produksi ikan tetapi mencakup peningkatan taraf hidup pelaku bidang kelautan (nelayan), pengolahan hasil laut lainnya, industri pariwisata, konservasi lingkungan dan pendidikan. Diskusi ditutup dengan komitmen untuk menumbuhkan kembali cinta laut melalui eksposur di kawasan Karimunjawa, Muncar Banyuwangi, Gunungkidul dan Bantul. (TRU)


  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 15 Juni 2015
oleh adminstube
Mahasiswa Tangguh Bencana, Akankah?

 

PELATIHAN BENCANA ALAM DAN PELESTARIAN ALAM

 

Omah Petruk, Pakem, 12 – 14 Juni 2015

 

 

Bencana alam sudah menjadi peristiwa yang akrab di telinga masyarakat saat ini, karena sering terjadi akhir-akhir ini. Mulai dari meletusnya gunung merapi, banjir, tanah longsor dan berbagai bencana alam lainnya, dan yang masih hangat adalah gempa bumi di Nepal. Pertanyaannya? Apakah disetiap bencana ada masyarakat yang dapat langsung sigap membantu korban? Apakah mereka secara mandiri dan sadar memiliki tanggung jawab? Tidak semua masyarakat, bukan?

 

 

 

Mengapa? Karena mereka belum memperoleh pengetahuan yang memadai tentang mitigasi bencana. Mitigasi bencana yang dimaksud disini adalah menyiapkan masyarakat atau pemuda setempat untuk memiliki kesigapan menghadapai bencana yang tiba-tiba terjadi, atau sering disebut tanggap bencana.

 

 

 

 
Judul di atas merupakan topik pelatihan Stube_HEMAT yang berkaitan dengan Bencana dan Pelestarian Alam. Selama tiga hari dua malam, para peserta (22 mahasiswa, 4 relawan dan 6 tim kerja) melakukan pelatihan di Omah Petruk, Wonorejo, Pakem, dari tanggal 12-14 Juni 2015. Hawa dingin yang menusuk selama pelatihan tidak mampu membekukan semangat para peserta ini. Nara sumber yang dihadirkan adalah:

 

 

 

 

 

  • Johan Dwi Bowo, dari Perkumpulan Lingkar, dengan materi “Pengertian Bencana dan Mitigasi Bencana”
  • Waluyo Raharjo kepala BASARNAS Yogyakarta, dengan materi “Apa itu BASARNAS dan sharing pengalaman”
  • Endro Sambodo, anggota TIM SAR MERAPI, membawakan materi “Partisipasi Mahasiswa dalam Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana”

 

Masing-masing nara sumber memiliki kemampuan dan pengalaman yang berbeda-beda. Sebagai pengalaman praksis, para peserta diajak ke beberapa tempat ekposur seperti, Yakkum Emergensi Unit (YEU), Museum Gunung Merapi (MGM), dan Desa Hargobinangun sebagai desa tangguh bencana.


  
Museum Gunung Merapi mendokumentasikan semua aktivitas Gunung Merapi dari awal meletus sampai sekarang, sehingga peserta mendapatkan gambaran utuh bagaimana aktivitas vulkanik gunung berapi dan bencana yang ditimbulkan.


 
 
   
Lembaga YEU memiliki teknologi dan beberapa alat peraga yang dipakai dalam kondisi tanggap darurat, sehingga peserta bisa belajar dan menyikapi hal-hal yang harus dilakukan dalam kondisi tersebut.

Sementara Desa Hargobinangun sebagai desa tangguh bencana memiliki masyarakat yang sigap dan tangguh serta mampu untuk mengkordinir diri mereka serta keluarga untuk menghindari bencana.

 

 

 

Menurut Sarloce Apang selaku koordinator lapangan pada pelatihan ini, antusias peserta sangat besar meskipun harus melawan hawa dingin dan berharap, “Teman-teman peserta yang telah mengikuti pelatihan ini diharapkan dapat memahami apa tindakan yang dapat mereka ambil ketika berada dalam siatuasi darurat, dan mereka juga diharapkan terus memperkuat jejaring yang sudah ada. Selanjutnya akan lebih baik apabila mereka lebih mendalami mengenai Bencana dan Mitigasi bencana sebagai bekal untuk dibawa ketika pulang ke daerah asal mereka”.

 


 

Pelatihan ditutup dengan sesi terakhir follow up atau merencanakan tindak lanjut. Para peserta berniat mengambil bagian melanjutkan apa yang sudah mereka dapatkan, mulai dari sharing ke teman-teman komunitas, menindak lanjuti belajar ke YEU, memanfaatkan lahan untuk reboisasi, dan membuat video pendek mengenai bencana.***SAP

 

 

 

 


  Bagikan artikel ini

pada hari Jumat, 5 Juni 2015
oleh adminstube
Bencana Alam dan
Pelestarian Alam
 
 
Deskripsi
Indonesia terletak di lingkaran gunung api Sircum Pasifik dan Mediterania karena 13% gunung-gunung yang ada di dunia terletak di sini. Negara ini memiliki resiko tinggi terkena gempa dan letusan gunung berapi. Fakta menunjukkan banyak kerusakan akibat bencana alam tersebut. Karakter samudera dari setiap pulau beresiko gelombang pasang bahkan tsunami.
 
Kondisi terburuk bisa dikurangi jika orang-orang tahu resiko yang akan terjadi, bagaimana menghindari dan merehabilitasinya. Segala usaha dilakukan untuk menyiapkan orang-orang menghadapi bencana alam dan cepat pulih dari trauma. Bencana alam yang disebabkan salah kelola alam harus dikurangi dengan menegakkan aturan seperti penghentian penebangan ilegal dan penggundulan hutan, meningkatkan usaha-usaha reboisasi, melindungi usaha-usaha pertanian dan pendidikan publik mengenai kesadaran lingkungan harus terus dilakukan. Faktor-faktor penghambat seperti mental korup, rendahnya transparansi dan akuntabilitas dalam birokrasi dan eksploitasi alam yang tidak terkontrol harus dihentikan.
 
Stube-HEMAT Yogyakarta berinisiatif mengadakan pendampingan dan pelatihan Bencana Alam dan Pelestarian Alam untuk mahasiswa, yang nantinya mahasiswa memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap keadaan alam dan lingkungan sekitar di mana ia tinggal.
  
Tujuan:
 
  1. Peserta mengetahui kondisi alam di mana mereka tinggal.
  2. Peserta disiapkan dengan baik sebagai pelaku untuk mengurangi resiko bencana alam dengan menyebarluaskan informasi dan melakukan pencegahan.
  3. Peserta tahu pentingnya kontrol daerah atas sumber alamnya dari eksploitasi.
  4. Peserta mampu melakukan perubahan pola pikir untuk mencintai lingkungan dengan tidak memboroskan energi.

 

 
Hari Jumat – Minggu,
12 – 14 Juni 2015
Di Omah Petruk, Tanen, Pakem, Sleman
 
Kontribusi Rp 25.000,00 per orang
(copy materi, akomodasi, sertifikat dan subsidi transportasi)
Target peserta: 30 orang.
 
Fasilitator:
Pdt. Bambang Sumbodo, M.Min.
BPBD Sleman
BASARNAS
Pdt. Fendi Susanto, S.Si
Team Stube-HEMAT Yogyakarta
 
Eksposur:
Yakkum Emergency Unit (YEU)
Desa Hargobinangun Pakem (Desa Tanggap Bencana)
Museum Gunung Merapi Kaliurang
 
Silahkan segera kontak
Team Stube-HEMAT Yogyakarta
tempat terbatas!!

  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 18 Mei 2015
oleh adminstube
SAFARI EDUKASI LINGKUNGAN

 

 

 

Di SD Sukowaten Baru

 

 

 

Apabila manusia berkonflik dengan alam, hasilnya adalah kesengsaraan bagi manusia itu sendiri. Hal ini perlu disadari dan harus secepat mungkin diatasi sejak dini. Setelah melakukan kegiatan yang pertama di Sekolah Anak Alam, kelompok mahasiswa peduli lingkungan yang berasal dari berbagai perguruan tinggi ini terus melancarkan aksi membangun kesadaran agar manusia peduli lingkungan sejak duduk di bangku sekolah dasar.

 

 

 

Tidak tanggung-tanggung dalam rentang dua bulan (April-Mei 2015), kelompok mahasiswa ini melakukan edukasi lingkungan di sembilan Sekolah Dasar dan satu rumah panti asuhan, yang meliputi SD. Sukowaten Baru, SD. Lempuyangan, SD. Balirejo, SD. Joannes Bosco, Panti Asuhan Putra Bala Keselamatan, SD. Babarsari, SD. Muhammadiyah Karangbendo, SD. Juru Gentong, dan SD. Kanisius Sorowajan.

 

 

 

Di setiap tempat, mereka menaburkan kesadaran betapa pentingnya usaha memelihara lingkungan. Meski dengan melakukan hal sederhana, seperti mempercantik tong sampah, diskusi tentang alam dan lingkungan serta membersihkan halaman sekolah, sudah menyentuh dan menggerakkan anak-anak melakukannya dengan antusias. “Mengapa kalian tidak suka bersentuhan dengan sampah?”, tanya salah seorang mahasiswa saat proses berlangsung. Dengan polosnya anak-anak menjawab dengan percaya diri, “Sampah itu bau! Menjijikkan!” Itulah kenyataan bagi banyak orang yang belum memahami bahwa sampah bisa diolah dan mendatangkan pendapatan bagi pengelolanya atau juga mendatangkan bencana saat manusia tidak mempedulikannya.

 

 

 

Semoga senyum dan semangat anak-anak ini akan menjadi titik awal kepedulian mereka pada lingkungan dan alam.

 

 

 

 

(Kegiatan di SD Lempuyangan)

 

 

 

 

(SD. Lempuyangan)

 

 

 

 

(Siswa dan hasil karya, SD. Balirejo)

 

 

 

 

(SD. Joannes Bosco)

 

 

 

 

Panti Asuhan Putra, Bala Keselamatan

 

 

 

SD. Babarsari


  Bagikan artikel ini

pada hari Selasa, 5 Mei 2015
oleh adminstube
Memahami Manajemen Konflik
Bersama Stube HEMAT
Dalam Kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Mahasiswa (LDKM) FKIP
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta
Youth Center, Sleman, 2 Mei 2015
 
 

 

Dinamika masyarakat dan perubahan sosial selalu terjadi dan sejalan dengan itu terjadilah kompromi-kompromi atau negosiasi atas suatu konflik yang terjadi. Mahasiswa sebagai generasi penerus harus memahami teori konflik dan bagaimana mengelola konflik untuk kebaikan bersama.  LDKM FKIP UST dengan tema ”Membangun Progresifitas Dewantara Muda demi Mewujudkan Kepemimpinan yang Berasaskan Ketamansiswaan” yang diadakan Jumat – Minggu, 1 – 3 Mei 2015 di Youth Center, Tlogoadi,  Sleman, Yogyakarta, dalam salah satu sesinya mengupas Management Konflik dengan nara sumber Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd., direktur Stube-HEMAT.
 

 

Peserta LDKM yang berjumlah 73 orang merupakan mahasiswa semester 2 dan 4 FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Mereka dibekali dengan teori konflik, penyebab-penyebab konflik sampai pada pengelolaan konflik, bahkan disebutkan bahwa conflict is the beginning of conscience, konflik merupakan awal dari sebuah kesadaran, seperti kesadaran mendapatkan hak dan perlakukan yang sama di depan hukum, mendapatkan kesempatan kerja dan pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain sebagainya.
 

 

 

Riswan Jaya, Ketua Majelis Mahasiswa (MM) FKIP mengungkapkan, “LDKM dilaksanakan dengan harapan meningkatkan kualitas dan motivasi mahasiswa baik di bidang akademik dan non-akademik. Sebagai calon-calon pemimpin, mahasiswa dilatih mampu mengelola konflik dengan baik yang mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat. Organisasi menjadi wadah penting bagi mahasiswa untuk berproses menuju perubahan, baik konteks pribadi maupun sosial”.
 
Secara khusus narasumber mendiskusikan model penyelesaian konflik Thomas-Kilmann yang berfokus pada 1) kebutuhan dan keinginan diri dan 2) fokus pada kebutuhan orang lain dan hubungan baik. Dua pendekatan ini menghasilkan lima jenis penyelesaian konflik yakni: menghindari konflik, menerima konflik, berkompromi dengan konflik, berkompetisi, dan kolaborasi. Dari kelima penyelesaian ini yang dianggap paling ideal ialah kolaborasi karena mengutamakan kemenangan untuk kedua belah yang berkonflik. Adapun beberapa langkah mengelola konflik secara damai adalah sbb: hargai hak orang lain untuk tidak sepakat, nyatakan perhatian, ungkapkan tujuan dan kepentingan bersama, terbuka pada pendapat yang berbeda, dengarkan dengan cermat semua pendapat, pahami isu utama yang terjadi, pikirkan konsekuensi yang mungkin timbul, pikirkan solusi-solusi alternatif, tawarkan beberapa kompromi dan negosiasikan perjanjian kerja sama yang adil.
 
Para peserta nampak antusias mengikuti diskusi dan mengungkapkan pengalaman mereka tentang suatu konflik. “Saya mendapat banyak pengetahuan tentang kepemimpinan dan menemukan karakter-karakter teman yang berjiwa pemimpin yang berbeda-beda dalam pemikiran dan pendapat”, ungkap Ni Putu S.Y. Darsani, peserta mahasiswa jurusan Pendidikan Fisika semester 4.
 

 

Selamat belajar menjadi pemimpin dan mengelola konflik! (TRU)
 

 

 


  Bagikan artikel ini

pada hari Kamis, 30 April 2015
oleh adminstube

 

 
 
 

 




Arti Hidup
 
Refleksi Exploring Sumba
Petrus Maure, S.Kom
 
 
Bisa melakukan perjalanan sampai ke Sumba merupakan pergumulan hidup saya. Saya yakin itu bagian dari rencana Tuhan yang saya imani, tentang arti hidup yang sebenarnya, yakni ketika kita menjadi berkat bagi orang di sekitar kita.
 
 
Dalam perjalanan saya ke Sumba, saya belajar memaknai sebuah pengembaraan untuk mencari arti apa itu teman, sahabat, saudara sampai menjadi keluarga. Semua ada tantangan tersendiri terutama dari dalam diri sendiri, yaitu apa yang saya punya, akan saya berikan dalam bentuk apapun. Tantangan lain dari luar diri saya, ialah keadaan tempat, ruang, kebiasaan serta adat istiadat masyarakat Sumba, karena masing-masing wilayah berbeda dan memiliki aturan sosial tertentu. Semua tantangan itu saya lewati dengan selalu berpegang ajaran Tuhan yaitu “KASIH.”
 
 
Menurut pemahaman saya, ”Tuhan memberi arti hidup tidak hanya dengan duduk diam dan menganggap diriNya sebagai orang yang harus dipuji dan disembah. Apabila Dia hanya duduk dan banyak berbicara tanpa berbuat, itu berarti Dia bukanlah RAJA yang Baik.
 
Sebagai mahasiswa yang mendalami komputer di Yogyakarta, saya mengetahui beberapa hal mengenai program-program komputer lebih mendalam dibanding mahasiswa pada umumnya, terlebih teman-teman yang berada di pelosok. Sukacita dan ingin memberi lebih saya rasakan ketika saya belajar bersama dengan mereka.
 
 
Banyak harapan semoga yang memiliki kewenangan membuat kebijakan berpihak pada anak-anak muda daerah yang selalu berkeinginan maju, sehingga akses informasi boleh mereka dapatkan setiap saat untuk kemajuan pengetahuan, ilmu dan teknologi. Semua itu juga akan membawa dampak untuk kemajuan dan kesejahteraan masayarakat di Pulau Para Marapu yang mereka cintai.
 

 

Sebagai penutup cerita refleksi ini, saya akan mengutip sebuah kata bijak yang kurah lebih sebagai berikut, “Sebaik-baiknya orang ialah yang berguna bagi orang lain. Semoga teman-teman muda yang lain terus bersemangat mencari arti hidup masing-masing. Amin. (PM)
 

  Bagikan artikel ini

pada hari Kamis, 30 April 2015
oleh adminstube

 


 


Rasanya Seperti
 
M i m p i
Refleksi Exploring Sumba
 
Elisabet N. Listiawati
 
 
 
Program Exploring Sumba mengantarkan saya ke Pulau Sumba. Selama 30 hari saya berada di Para Marapu sebutan untuk pulau Sumba atau juga Sandlewood. Saya tinggal di rumah tim Stube-HEMAT Sumba yakni Yulius Anawaru di kecamatan Wanggawatu, Waingapu, Sumba Timur.
 
 
Sampai di Bandara Umbu Mehang Kunda Waingapu, Tim Stube HEMAT Sumba yakni ada Om Lius, Om Yanto dan Pendeta Domi sudah datang menjemput dan langsung menuju sekretariat Stube-HEMAT Sumba. Kesan pertama adalah betapa panasnya kota Waingapu ini. Setelah perkenalan singkat dengan tim kerja, saya diantar menuju rumah Om Lius. Saya senang karena disambut dan diterima baik oleh keluarga ini.
 
Di sinilah awal saya mengaplikasikan ilmu yang saya peroleh selama kuliah dan membagikannya sehingga bermanfaat untuk orang lain. Sejujurnya, saya belum pernah melakukan perjalanan dan hidup di luar Jawa, tetapi niat dan tekad saya untuk belajar, dan melihat situasi serta keadaan di luar Pulau Jawa yang tentu berbeda membuat saya selalu bersemangat.
 

Saya belajar memahami bahwa tidak semua orang bisa menikmati kemudahan yang saya rasakan selama tinggal di Jawa, seperti makanan, akses jalan, transportasi, komunikasi, informasi dan lain sebagainya. Saya kaget dengan makanan yang biasa dikonsumsi oleh kebanyakan keluarga di Sumba yang rasanya hanya asin padahal saya tidak suka makanan asin, walaupun demikian tidak masalah, karena setiap kendala, masalah dan perbedaan itulah yang menjadi pembelajaran dan pengalaman yang dapat menjadikan saya menjadi pribadi yang lebih baik. Saya takjub dengan keindahan alam, dari padang sabana yang terbentang luas, pantainya yang indah dengan pasir putih air jernih dan bebatuan yang berdiri gagah mengawal pantai, bukit-bukit, air terjun hutan dan semua yang ada yang tidak akan pernah bisa saya jumpai kecuali di Sumba.
 
 
Saya juga banyak belajar dari teman-teman dan kini menjadi saudara-saudara baru untuk saya mulai dari budaya, bahasa, kebiasaan, tata krama, kuliner, pariwisata dan lain-lain. Saya sangat terkesan dengan penerimaan mereka atas apapun situasi dan kondisi yang terjadi, mereka tetap damai walaupun gaya bicara yang jauh berbeda, tetapi saya mengerti maksud mereka. Saya berusaha membagikan ilmu bidang saya sebanyak mungkin pada tiga kelompok perempuan tani di sekitar kota Waingapu. Kami sharing mengenai perkembangan pertanian di Sumba Timur di mana para petani belum melakukan pertanian berbasis modern seperti pertanian berkelanjutan, pertanian terpadu, pertanian organik sehingga sistem yang diterapkan cenderung konvensional. Mereka berharap bisa mengakses informasi dan membagikan kepada anggota kelompoknya.
 
 
Pengolahan pascapanen, tomat rasa kurma
di Kambera, Sumba Timur"
 
 
Pengolahan rempah (jahe) untuk minuman,
di Nggaha Ori Angu, Sumba Timur
 

Berbagi dengan teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) bagaimana membuat proposal dan penyusunan laporan sangat menyenangkan. Proposal harus ditulis dengan benar, jelas dan lugas. Hal ini sangat penting karena dengan kemampuan menulis proposal pengabdian masyarakat seperti ini akan membantu kita mengembangkan diri mengasah ilmu, dan bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya. Teman-teman mahasiswa ini penuh semangat, rasa ingin tahu mereka sangat tinggi, kreativitas dan kebersamaan mereka sehingga saya berharap mereka bisa memanfaatkan ilmu dan pengalaman yang telah saya bagikan dalam membuat program dan proposal. Saya juga berharap mereka memiliki daya juang yang tinggi dan semangat pantang menyerah hingga proposal mereka lolos.
 

Inilah pengalaman saya selama di tanah Para Marapu. Suka duka, canda tawa, tangis dan bahagia telah saya lalui dan saya sangat senang diterima di tengah saudara-saudara di Sumba yang sudah memberikan saya nama Sumba Rambu Anawulang. Mengikuti program Eksploring Sumba adalah pengalaman yang tidak ternilai dan tak akan pernah saya lupakan.** (ENL)

  Bagikan artikel ini

pada hari Kamis, 30 April 2015
oleh adminstube
Mahal Lingkunganku

 

Besar Peduliku Sejak Dini

 

 

 

 

 

 

Kami tak tahu apakah kepedulian lingkungan benar sudah dilakukan atau baru sekedar wacana? Yang kami tahu, kami telah melakukan hal sederhana seperti mengajarkan cara memilah sampah, melukis tong sampah dan membersihkan sungai. Sederhana bukan?

 

 

 

Kami adalah kelompok mahasiswa yang berinisiatif memperingati hari lingkungan hidup dengan serangkaian kegiatan. Mahasiswa yang tergabung di kelompok ini terdiri dari mahasiswa-mahasiswi beberapa sekolah tinggi dan universitas di Yogyakarta seperti, Institut Teknologi Yogyakarta (ITY), Universitas Sarjanawiyata, Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa, dan Institut Seni Indonesia.

 

 

 

Rangkaian kegiatan diawali pada hari Selasa, 28 April 2015 dengan mengunjungi dan berbincang dengan pengelola dan anak-anak di Sekolah Sangar Anak Alam (Salam). Kedatangan kami bertiga puluh satu disambut bentangan sawah dan tawa ceria anak-anak Salam membuat semangat kami semakin membara.

 

 

 

Kami mulai memandu anak-anak secara mandiri karena para guru sedang ada pertemuan. “Yuk adik-adik, kita berkumpul, bermain dan belajar bersama,” Martius salah seorang dari kami mulai mengajak anak-anak berkumpul. Kami langsung berbagi tugas untuk berbicara tentang pentingnya menjaga lingkungan yang selanjutnya anak-anak diajak menghias tong sampah dengan mencat memakai kuas untuk menggambar sesuatu.

 

 

 

 

 

 

 

Kegiatan menggambar ini sangat menarik minat mereka, bahkan ada yang merengek minta menggambar banyak-banyak. Kami kemudian membagi mereka dalam dua kelompok. Dalam waktu 10 menit mereka harus berbagi dengan anak yang belum menggambar, sehingga semua anak bisa berpartisipasi menggambarkan sesuatu pada tong sampah. Beberapa anak terlihat menonjol, beberapa mengarahkan teman-temannya untuk mengambar, beberapa yang lain memberikan ide-ide keren buat teman-temannya bahkan ada beberapa anak yang menyemangati kawan-kawannya dengan caranya sendiri. Kepedulian itu memang harus ditumbuhkan sejak dini, dan kami akan mengajak banyak anak dari sekolah lain. *** (DT)


  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 20 April 2015
oleh adminstube
Timur Bergerak

 

Diskusi Manajemen Konflik di Kampus APMD

 

  

 

 

Pada tanggal 17 April yang lalu, kampus APMD kembali menjadi tuan rumah sharing manajemen konflik. Berjalannya kegiatan ini dimotori oleh Imanuel (APMD), Imelda (Stikes Bethesda), Fred (UGM) dan Rony (UGM). Mereka adalah para mahasiswa yang rindu menularkan pemahaman betapa pentingnya menjadi peacemaker di kalangan mahasiswa perantau pada umumnya. Oleh sebab itulah kegiatan ini digelar sebagai ajang untuk berbagi pengalaman bagaimana cara mengelola konflik dengan bijak. Dimulai pukul 17:00 WIB sampai 20:30 WIB, acara ini diikuti dengan penuh antusias oleh para mahasiswa yang hadir.

 

 

 

Acara sharing dimulai oleh Imel dengan mengajak peserta saling memperkenalkan diri kepada peserta yang lainnya. Bagi peserta yang baru bergabung dalam acara ini, Indah melanjutkan dengan memperkenalkan secara singkat apa itu Stube HEMAT. Untuk keakraban suasana, Nuel membawakan sebuah game keakraban dan mengawali proses jalannya diskusi.

 

 

Pendalaman materi tentang pemahaman dan identifikasi konflik disampaikan oleh Rony, dalam pemaparannya saudara Rony mengkaji bahwa sumber konflik bisa saja terjadi oleh karena sebuah kepentingan baik individu maupun kelompok yang diakibatkan perebutan sumberdaya alam. Bertolak dari masalah tersebut Rony mengajak peserta bersama sama memetakan dan menganalisis konflik tersebut karena sebuah analisa yang matang dan data yang cukup akan membantu proses mediasi kedua belah pihak yang bersengketa. Metode yang digunakan untuk membantu dalam memetakan konflik diambil dari analogi bawang bombai dan pohon konflik.

 

 

 

 

Selanjutnya Fred mendampingi role-play untuk memahami fase konflik dan cara penyelesaiannya. Pada role play yang dimainkan oleh tiga kelompok peserta inilah rumusan analisis dan daftar alternatif penyelesaian konflik digali dan diterapkan, hingga fase-fase yang terjadi dalam konflik bisa jelas dipahami oleh peserta. Adapun contoh kasus yang diangkat oleh masing masing kelompok adalah; konflik antara mahasiswa dan dosen yang sulit ditemui dengan berbagai alasan kesibukan, konflik antara orang tua dan kenakalan anak dalam rumah tangga, dan konflik pihak ketiga dalam hubungan sepasang kekasih yang berujung pada perkelahian.

 

 

 

 

 

Sharing pengalaman ini adalah wujud tindak lanjut dari hasil mengikuti pelatihan manajemen konflik yang dilaksanakan Stube-HEMAT Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Pada follow-up ini dihadiri oleh 25 mahasiswa dari berbagai kampus seperti Stikes Bethesda, UKDW, UKSW Salatiga, STMIK AMIKOM, ITY, UAD, UIN Sunan Kalijaga, STPMD APMD, INSTIPER, UGM, STTNAS, UWMY, UST, juga dihadiri oleh aktivis dari YMCA. Kegiatan selanjutnya dari kelompok follow-up ini adalah membahas tuntas proses advokasi konflik bersama LBH Yogyakarta. (PIAF)


  Bagikan artikel ini

pada hari Minggu, 12 April 2015
oleh adminstube
Mengurangi Kekerasan

 

terhadap Lingkungan

 

oleh PMK Institut Teknologi Yogyakarta

 


 

  

 

 

 

Setelah mengikuti pelatihan manajemen konflik “Cerdas Kelola Konflik” dari Stube HEMAT Yogyakarta, beberapa peserta dari Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Institut Teknologi Yogyakarta yang dulu bernama Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan (STTL) tertarik melakukan follow up “unik” yaitu pengurangan kekerasan terhadap lingkungan. Mengapa demikian? Menurut mereka, kekerasan tidak hanya dilakukan manusia kepada sesamanya, tetapi juga dilakukan manusia terhadap lingkungan, seperti buang sampah sembarangan bahkan tidak memilahnya. Seperti apa kegiatannya? Pilihan jatuh pada kegiatan edukasi lingkungan untuk anak usia Sekolah Dasar. Edukasi lingkungan sangat penting karena menjadi bekal pengetahuan dasar untuk memahami pentingnya alam bagi manusia.  Aksi insidental selama ini seperti bersih sungai tidak membuahkan hasil, seperti yang diungkapkan David, Sekretaris PMK ITY, “Saya kaget saat melihat sungai kotor lagi setelah kami bersihkan sehari sebelumnya”. Kebiasaan buang sampah di sungai ternyata tetap dilakukan bahkan sehari setelah aksi bersih sungai Gajah Wong menyambut hari bumi.

 

 

 

Keluguan Anak Menegur Orang Dewasa. Secara psokologis orang dewasa cenderung menurut jika ditegur anak kecil, contohnya seorang suami atau ayah belum tentu segera mematikan rokoknya jika ditegur istri, tetapi jika anaknya yang menegur pasti dia akan langsung mematikannya. Konsep seperti inilah yang diharapkan tumbuh di kalangan anak-anak, mereka melakukan dan berupaya menegur siapa saja yang melakukan kekerasan terhadap lingkungan.

 

 

 

Membuktikan Realita.  Pergerakan itu mesti didahului alasan filosofis mendasar maupun pembuktian bahwa anak kecil bisa menjaga lingkungan bukan isapan jempol. Maka siang itu Jumat (10/4/2015) dengan didampingi Tim Stube-HEMAT Yogyakarta, rombongan PMK ITY bersama beberapa mahasiswa dari FKIP UST juga mahasiswa APMD mengunjungi Sanggar Anak Alam (Salam), sebuah sekolah alternatif yang menitikberatkan pendidikan melalui media lingkungan. Anak-anak benar-benar diajari bagaimana menjaga lingkungan terbukti dengan adanya Bank Sampah dan biogas di sekolah tersebut. Teriknya matahari tidak menjadi halangan bagi para mahasiswa untuk berdiskusi dengan Ibu Wahya (Pengurus Salam). Para mahasiswa diperlihatkan sebuah film dokumenter yang menceritakan seorang anak kecil mengurangi timbunan sampah di sekitar SALAM, bahkan mereka juga melarang orang dewasa membuang sampah di situ dengan memasang  “hantu-hantuan” penjaga.

 

 

 

Kejadian itu menunjukkan sebuah unjuk rasa dibalut keluguan seorang anak, namun efektif membuat orang dewasa malu akan tindakan yang tidak ramah lingkungan. Materi diskusi siang itu cukup membakar semangat peserta, mereka menemukan kemenangan kecil, yang menjadi landasan mereka untuk memulai edukasi lingkungan ke sekolah-sekolah dasar yang direncanakan akan berlangsung mulai bulan ini. Martius selaku ketua gerakan ini mengatakan, “Ternyata anak kecil saja sudah berani menjaga lingkungan, mengapa kita orang dewasa bisa kalah dengan mereka”. Keakraban siang itu ditutup dengan foto bersama, sambil berkomitmen masing-masing dalam hati akan terus berjuang menolak kekerasan terhadap lingkungan. (SRB)

 


  Bagikan artikel ini

pada hari Minggu, 12 April 2015
oleh adminstube

 

Diskusi HIPMASTY dan Stube-HEMAT Yogyakarta
Konflik Rumit Pedagang Sayur
dan Peternak
di hall APMD, hari Sabtu, 11 April 2015
 
  
 
 
 

 

Berbicara konflik rasanya tidak asing lagi di telinga kita. Tetapi apakah kita tahu dan mengerti serta memahami apa yang dimaksud dengan konflik? Ada banyak konflik yang terjadi di Indonesia, konflik antar suku, antar kelompok, antar agama dan antar berbagai elemen masyarakat lainnya. Untuk itulah anak muda harus banyak belajar berkaitan permasalahan seputar konflik dan penanganannya seperti yang dilakukan oleh Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Sumba Timur di Yogyakarta (HIPMASTY) untuk melakukan sharing dan diskusi lebih mendalam tentang, ‘Apa itu konflik, apa penyebabnya dan beberapa hal lain berkaitan dengan konflik.’
 
Diskusi yang diadakan di hall kampus APMD (11/04/2015) semakin menarik ketika tim Stube-HEMAT Yogyakarta, Yohanes membawakan role-play kasus yang terjadi di kampung halaman yang diangkat dari kehidupan teman-teman Sumba. Konflik terjadi ketika seorang petani sayur bernama Amran tiba-tiba menaikan harga jual sayurnya dua kali lipat sehingga membuat warga geram dan tanpa menunggu lama seorang peternak bernama Jiron melepaskan kuda dan kerbaunya yang memakan habis sayur-sayuran milik Amran. Selama proses role-play peserta yang hadir dibagi menjadi tiga orang, ada yang berperan menjadi Jiron, Amran dan seorang mediator.
 
Kurang lebih dua puluh tiga orang terlibat aktif dalam role-play tersebut dan masing-masing kelompok memperoleh waktu tiga puluh menit untuk melakukan tugasnya. Beberapa kesimpulan yang bisa diambil dari role-play yang dimainkan adalah:
  • Dibutuhkan skill atau kecakapan untuk melakukan mediasi konflik.
  • Pentingnya sikap yang bersahabat dan hangat terhadap kedua belah pihak sebagai cara pendekatan sekaligus mendapat kepercayaan dari setiap pihak yang berkonflik.
  • Selama mediator belum mendapat kepercayaan dari salah satu yang berkonflik, maka dia tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai mediator.
  • Setiap pihak yang berkonflik harus merasa dimenangkan dalam konflik sehingga mudah untuk mencapai kesepakatan.

 

 

 

Di akhir kegiatan, Yohanes menyampaikan bahwa, “Konflik seperti apapun, selama apapun, tidak akan bertahan jika mediator mengetahui dan mampu mengidentifikasi konflik serta memberikan solusi kepada pihak yang berkonflik”. Dari ungkapan dan raut wajah para peserta, mereka terlihat gembira dan belajar banyak hal dari kegiatan malam itu. Semoga bermanfaat dan mengembangkan skill memediasi konflik. (LEA)
 

  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 30 Maret 2015
oleh adminstube
Cerdas Kelola Konflik
Villa Taman Eden 1, Kaliurang 27-29 Maret 2015
 
 
Mendengar kata “Konflik” kebanyakan orang mendefinisikan suatu masalah yang dianggap  harus dihindari, berdampak negatif dan berakhir dengan kekerasan. Ternyata konflik bisa memberi dampak positif dalam kehidupan. Dari keterbatasan pengetahuan ini Stube-HEMAT Yogyakarta mengadakan pelatihan ‘Conflict Management’ dengan topik “Cerdas Kelola Konflik” pada tanggal 27 – 29 Maret 2015 di Villa Taman Eden 1 Kaliurang.
 
 
Pelatihan diikuti 30 peserta dari berbagai univeritas di Yogyakarta. Narasumber yang menyampaikan materi adalah Pdt. Wahyu Satrio Wibowo, M.Hum (UKDW),  Rm. Baskara T. Wardoyo, Pdt. Paulus Hartono, M. Min, dan Hamzah Wahyudin, S.H dari LBH Yogyakarta.
 



Pelatihan ini diawali dengan materi pengantar oleh team Stube-HEMAT Yogyakarta dan dilanjutkan sesi memahami potensi konflik pada individu oleh Pdt. Wahyu Satrio Wibowo, M.Hum. Di sesi ini disampaikan bahwa masih tingginya penilaian yang dilakukan terhadap seseorang atau kelompok hanya berdasarkan persepsi atau ‘stereotipe’.  Hal ini akan membawa terjadinya kesalahpahaman mengenai individu-individu lain. Pdt. Wahyu juga menyampaikan bahwa setiap orang memiliki kemampuan epistemologi, yakni kemampuan untuk mengolah informasi.
 
Romo Baskoro memaparkan Harapan Hidup Damai, bahwa menjadi seorang ‘peacemaker’ harus siap dengan segala resiko yang ada, harus memiliki keberanian serta pengharapan. Romo juga mengaitkan tokoh-tokoh pembawa damai yang ada di dunia seperti, Mahatma Gandi, Mother Theresa, Nobel, Paus, Chico Mendes dan masih banyak tokoh lain yang juga disebutkan peserta.
 

 

 

 

Pdt. Paulus Hartono, M. Min. menyampaikan mengenai perbedaan antara konflik dan kekerasan. Kekerasan akan menimbulkan konflik sedangkan konflik belum tentu menimbulkan kekerasan. Dalam sesi ini peserta dilatih bagaimana cara memetakan gejala konflik, menganalisa konflik, hingga tahap akhir penyelesaian konflik tersebut. Untuk lebih memahami cara menganalisa konflik  dan penyelesaian konflik dengan lebih mudah, para peserta diajak bermain ‘role-play.’ Mula-mula peserta dibagi menjadi 4 kelompok dan diminta untuk menganalisa konflik dan cara penyelesaiannya. Selanjutnya, hasil diskusi setiap kelompok diperankan dalam sebuah drama singkat. Dari drama terlihat jelas faktor penyebab timbulnya konflik untuk membantu cara penyelesaiannya.
 
Hari terakhir pelatihan lebih menekankan proses penanganan secara hukum. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta yang mengirim Hamzah Wahyudin, S.H, memberi penjelasan prosedur-prosedur pengajuan aduan kepada pihak kepolisian. Dalam pemamparan disampaikan bahwa pengajuan tersebut akan ditindaklanjuti jika terdapat 5 alat bukti, yang meliputi; 1) saksi (harus lebih dari satu), 2) petunjuk, 3) keterangan terdakwa, 4) surat (dari rumah sakit sebagai bukti penganiayaan), dan 4) keterangan ahli.
 
 
Rencana Tindak Lanjut yang akan dilakukan peserta antara lain: membagikan pengalaman yang didapatkan kepada teman dan komunitas lain, sharing dan aksi lingkungan, diskusi ke LBH untuk belajar penanganan konflik lebih mendalam. (ITM)


 


  Bagikan artikel ini

pada hari Jumat, 20 Maret 2015
oleh adminstube

 

Stube-HEMAT Yogyakarta
Program Manajemen Konflik
dan Resolusi Konflik
 
 

 

LATAR BELAKANG
Selama manusia hidup, takkan pernah lepas dari konflik. Konflik harus dikelola dengan baik dan bijak dan berbagai aspeknya haruslah diketahui, dipelajari, diselesaikan dan dikelola untuk meraih penyelesaian yang positif.
 
Berbagai penyebab timbulnya konflik, bisa dari diri sendiri maupun dari luar dirinya. Pada dasarnya setiap individu menginginkan hidup damai berdampingan satu sama lain.
 
Stube-HEMAT Yogyakarta selaku lembaga pendampingan mahasiswa menghadirkan pelatihan manajemen konflik sebagai upaya membekali mahasiswa yang akan kembali membangun daerahnya masing-masing. Dan menumbuhkan harapan terciptanya kedamaian melalui tindakan bersama.
 
TUJUAN:
Peserta mengenal jenis-jenis konflik dan cara penyelesaiannya
Peserta memahami tujuan hidup khusunya tujuan belajar di Yogyakarta
Peserta mampu memetakan gejala timbulnya konflik pada masyarakat
Peserta mampu meresolusi konflik secara berjejaring
 
FASILITATOR:
Pdt. Bambang Sumbodo, M.Min
Pdt. Wahyu Satrio Wibowo, M.Hum
Romo Dr. Baskara Tulus Wardaya, S.J
Pdt. Paulus Hartono, M.Min
LBH Yogyakarta
Team Stube-HEMAT Yogyakarta
 
TEMA, PELAKSANAAN DAN PESERTA
Cerdas Kelola Konflik
Jumat – Minggu, 27 – 29 Maret 2015
di Wisma Taman Eden 1 Kaliurang
Mahasiswa Kristiani dan pemuda gereja, sejumlah 30 orang
 
MATERI:
Perkenalan Stube HEMAT
Memahami potensi konflik pada Individu
Harapan Hidup Damai
Memetakan Gejala Konflik
Role Play resolusi konflik/kesaksian peserta yang pernah terlibat dalam Konflik
Penanganan Konflik (Pra, Proses dan Pasca) dan simulasi penyelesaian konflik.
Focus Group Discussion (FGD) dan Follow-up
 
KONTRIBUSI:
Rp 25.000,00
Akomodasi, Materi, Sertifikat, Subsidi Transportasi
 
KONTAK:

 

Team Stube-HEMAT Yogyakarta
 

  Bagikan artikel ini

pada hari Kamis, 19 Maret 2015
oleh adminstube
Semangat Muda Mengenal Sumba
dan Bagikan Talenta
Program Exploring Sumba 2015
 
 

 

Pengalaman unik dan mengesankan yang dialami para peserta Exploring Sumba tahun 2014 memunculkan antusiasme mahasiswa dan aktivis Stube-HEMAT Yogyakarta menjadi calon peserta Exploring Sumba berikutnya. Perbedaan daerah dan cuaca, keragaman adat dan tradisi, keunikan budaya dan masyarakatnya, keindahan pantai dan alamnya menjadi cerita yang menarik dan terus tersimpan dalam benak setiap peserta.
 
 
Program Exploring Sumba adalah sebuah program Stube-HEMAT Yogyakarta untuk mengirim mahasiswa aktivis ke Sumba. Mahasiswa yang dikirim ke Sumba selama satu bulan akan membagikan pengetahuan dan keterampilan mereka kepada mahasiswa dan kaum muda Sumba.
 
Di awal tahun 2015, Stube HEMAT Yogyakarta telah mengirim dua orang mahasiswa, yaitu Petrus Maure dan Elisabet Novia Listiawati. Petrus Maure, seorang anak muda dari Alor, saat ini tinggal menunggu wisuda di STMIK AMIKOM. Bung Pet, ia biasa dipanggil, juga aktif di kampusnya melalui IKNA (Ikatan Keluarga Nasrani Amikom). Bung Pet beberapa kali mengikuti pelatihan Stube-HEMAT Yogyakarta, seperti pertanian dan keragaman pangan, public speaking dan studi sosial. Sebagai mahasiswa yang belajar teknik informatika, ia ingin mengembangkan kemampuan dirinya dan membagikan keterampilan untuk teman-teman mahasiswa di Sumba. Saat ini dia ingin membagikan pengetahuan komputernya untuk mendesain dan membuat gambar-gambar dokumentasi daerah Sumba. Ia berharap bisa menjadi orang yang berguna bagi semua orang, terutama orang terdekat.
 
Berikutnya, Elisabet Novia Listiawati, biasa dipanggil Elis, seorang anak muda dari Karanganyar, Jawa Tengah. Saat ini sedang menunggu wisuda di Universitas Mercu Buana Yogyakarta jurusan Agroteknologi. Jiwa pengabdian dan pelayanan telah muncul sejak awal studi melalui Himpunan Mahasiswa Agroteknologi UMBY dan juga menjadi pengurus di Unit Kegiatan Mahasiswa Kristiani di UMBY. Beberapa program pengabdian masyarakat pun telah dilakukan dan menunjukkan hasil yang membanggakan. Sebagai aktivis Stube-HEMAT Yogyakarta, Elis telah mengikuti beberapa pelatihan, antara lain Bisnis Kreatif, Bambu, Energi Terbarukan, Pendidikan Global dan Keragaman Pangan.
 
“Yang menjadi motivasi saya mengikuti Exploring Sumba ini adalah untuk menerapkan ilmu yang telah saya peroleh selama kuliah, supaya dapat dibagikan kepada orang lain dan diterima sehingga dapat berguna dan bermanfaat untuk ke depannya,” ungkapnya.
 
Selama di Sumba ia berharap bisa mendapat pengalaman baru bersama mahasiswa dan masyarakat Sumba dan melihat secara langsung keadaan pertanian di Sumba sesuai program yang akan dilakukan berupa optimalisasi pekarangan rumah dengan tanaman obat keluarga (Toga) berbasis pertanian berkelanjutan di Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur.
 

 

Selamat mengabdi dan tetap semangat teman-teman! (TRU)
 

  Bagikan artikel ini

pada hari Selasa, 17 Maret 2015
oleh adminstube
Umat Kristiani dan Pilkada
Sebuah Sarasehan Pendidikan Politik
 
 
Pemilihan Kepala Daerah menjadi isu yang santer dibicarakan di Sleman, Gunungkidul dan Bantul. Penjaringan calon pun sudah berlangsung di tiga kabupaten tersebut. Bagaimana peran orang Kristen dalam menyikapi Pemilihan Kepala Daerah secara langsung?
 
Pergumulan ini mendorong pengurus Klasis GKI Yogya, Masyarakat Kristiani Indonesia (MKI) dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) mengadakan Sarasehan Pendidikan Politik di UKDW, Senin (16/03/2015). Sarasehan dihadiri utusan gereja-gereja di Daerah Istimewa Yogyakarta, lembaga-lembaga pelayanan Kristen dan mahasiswa Kristiani. Tak ketinggalan Stube-HEMAT Yogyakarta mengutus Trustha Rembaka.
 
Bambang Priambada selaku ketua pelaksana mengungkapkan bahwa masyarakat Kristiani perlu penyadaran baru untuk bersatu secara rohani demi kemajuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian rektor UKDW Ir. Henry Feriadi, M.Sc. Ph.D., menegaskan bahwa core-business UKDW adalah pendidikan. Jadi, UKDW mendukung pelaksanaan Sarasehan Pendidikan Politik ini. Perlu disadari pendidikan adalah investasi jangka panjang yang hasilnya membutuhkan proses. Pendidikan juga sebagai proses transformasi yang dialami seseorang, masyarakat dan daerah menjadi lebih baik. Realitanya saat ini orang Kristen enggan masuk politik. Politik perlu dipelajari, bukan soal siapa tapi bagaimana politik mampu menghadirkan kesejahteraan umat.
 
 
KPU DIY diwakili Guno Tri Tjahjoko, MA., memaparkan regulasi pemilihan kepala daerah secara langsung. Pilkada langsung kabupaten Sleman, Bantul dan Gunungkidul akan dilaksanakan serentak 9 Desember 2015. Prof Dr. Nindyo Pramono, SH., pakar hukum bisnis dari UGM mengingatkan bahwa perbaikan bangsa ini membutuhkan partisipasi masyarakat Kristiani, dan perbaikan bangsa ini  diawali dari diri sendiri, karakter dan integritas. Sedangkan Drs. Katin Subiyantoro dari PDI Perjuangan menyampaikan orang Kristen cenderung tidak mau terjun ke politik karena punya anggapan politik itu kotor. Hal ini akan berdampak jumlah wakil-wakil Kristiani semakin menurun. Orang Kristen yang akan terjun dalam bidang politik harus ‘beres’ dari dalam dirinya dan memiliki motivasi yang murni. Ini menjadi tantangan bagi gereja, gereja tidak bisa berdiam diri, gereja harus mampu mencetak umatnya menjadi kader yang baik dan layak pilih.
 
 
Pengurus partai politik nasionalis dihadirkan di sesi dua, antara lain Drs. John S. Keban dari Partai Golkar yang mengkritisi orang Kristen di Yogyakarta sebenarnya banyak tetapi sulit disatukan. Partai Golkar sebenarnya membuka peluang menjadi calon pemimpin daerah jika ada kader Kristiani yang berkualitas,  untuk posisi wakil. Kemudian Brigjen. Purn. RM. Noeryanto dari Partai Gerindra mengungkapkan Yogyakarta adalah Daerah Istimewa, memiliki good governance, usia harapan hidup yang relatif tinggi, nyaman ditinggali dan city of tolerance. Namun sekarang mulai terganggu dengan beberapa kejadian yang cenderung intolerance. Masyarakat Kristen dan gereja di Yogyakarta kurang berani berperan dalam politik dan kurang berani bersuara. Sekarang mulailah tunjukkan dengan tindakan yang melibatkan masyarakat dan dirasakan masyarakat. Tak jauh beda dipaparkan Bertha Cahyani H.A. dari Partai Demokrat, ketika terpilih menjadi anggota dewan ternyata dukungan suara tidak hanya dari umat Kristiani.
 
Kritik terhadap umat Kristen diungkap Drs. Bambang Praswanto dari PDI Perjuangan, orang Kristen saat di dalam gereja menjadi sangat rohani, tetapi ketika di luar gereja, ‘hilang’. Hal ini tidak boleh terjadi, orang Kristen harus berperan dalam masyarakat. Kader-kader Kristiani banyak berperan dalam kepengurusan PDI Perjuangan. Dari partai Nasdem yang diwakili Cornus Dwisaptha, S.Sos, menyatakan bahwa meskipun partai Nasdem masih baru, tapi tetap bersikap tegas terhadap anggotanya, jika terlibat pelanggaran akan diberhentikan.
 

 

Dalam diskusi yang dipandu moderator Sri Bayu Selaaji terungkap bahwa sarasehan ini harus ditindaklanjuti dengan penguatan-penguatan peran orang Kristen dalam politik, khususnya menyambut Pilkada. Tindakan nyata yang lebih serius perlu diupayakan bersama adalah menumbuhkan perhatian kaum muda Kristen terhadap politik,  meskipun saat ini  sudah  ‘terlanjur’ apriori. Semoga. (TRU)
 

  Bagikan artikel ini

pada hari Jumat, 20 Februari 2015
oleh adminstube
Program
Exploring Sumba

 

 

Sebuah program Stube-HEMAT Yogyakarta untuk mengirim mahasiswa aktivis Stube-HEMAT ke Sumba. Mahasiswa yang dikirim ke Sumba selama satu bulan akan membagikan pengetahuan dan keterampilan mereka kepada mahasiswa dan kaum muda Sumba.
 
Apa yang dilakukan:
 
  • Berinteraksi dengan mahasiswa melalui diskusi topik-topik aktual.
  • Membantu mahasiswa belajar membangun dan mengelola jejaring.
  • Membagi pengetahuan dan keterampilan yang bisa diterapkan di wilayah setempat.

 

 
Apa saja syaratnya:
 
  • Aktif sebagai peserta pelatihan Stube-HEMAT Yogyakarta & berasal selain dari Sumba.
  • Mengajukan proposal dan dipresentasikan pada team Stube-HEMAT Yogyakarta.
  • Mengikuti pembekalan Exploring Sumba.
  • Pernyataan kesanggupan mengikuti kegiatan dan tidak mengganggu studi/kuliah.

 

 
Berminat?
Segera kontak team Stube-HEMAT Yogyakarta.

  Bagikan artikel ini

pada hari Rabu, 4 Februari 2015
oleh adminstube
Training Lintas Iman:

 

Perjuangkan Hakmu!

 

           
 
 
 

 

Sebagian pemeluk agama mengalami kekerasan dalam menjalankan ibadahnya. Hal ini terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun. Beberapa pihak bersemangat memberikan advokasi dan pendampingan untuk memperjuangkan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Namun, dalam banyak kasus, upaya ini tidak diimbangi dengan semangat korban untuk memperjuangkan haknya karena korban terkesan pasrah dan berserah diri pada keadaan yang terjadi.

 

 

 

Pembahasan tentang hak dan kebebasan berkeyakinan beragama telah dibahas dalam pelatihan lintas iman bertajuk “Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia”. Pelatihan ini diselenggarakan oleh Lembaga Studi Agama dan Filsafat (LSAF) bekerjasama dengan Jaringan Mahasiswa Lintas Agama (Jarilima) dan SEMA Fakultas Dakwah dan komunikasi UIN Sunan Kalijaga.

 

 

 

Menurut Subkhi Ridho, fasilitator dari LSIP, para pembela hak beragama dan berkeyakinan telah menunjukkan sikap dengan memberi dukungan atas perjuangan ini yakni kebebasan beragama dan berkeyakinan yang harus didapatkan setiap orang.

 



 

Hal tersebut dikuatkan oleh Samsudin Nurseha, tokoh dari LBH Yogyakarta. Dalam paparannya, pihak LBH telah mendedikasikan program pendampingan demi sebuah penegakkan hak. Beberapa elemen masyarakat telah merasakan pendampingan dari LBH, termasuk korban tindak kekerasan beragama dan berkeyakinan.

 

Lalu siapakah yang dimaksud dengan korban? Korban adalah mereka yang mengalami tindak kekerasan berbau agama. Rumah ibadah mereka diserang dan dilempari batu. Bahkan tidak jarang mereka juga merasakan kekerasan fisik. Situasi menjadi tidak menentu ketika terjadi kekerasan.

 

 

 

Situasi yang tidak menentu itu semakin dipertegas ketika lembaga aparatur negara tidak menunjukkan niatnya dalam membela hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Ironisnya, sebagian kalangan menuding telah terjadi praktik pembiaran. Seorang pengajar Fisipol UGM, M. Najib Azca, mengungkapkan bahwa penanganan yang dilakukan aparat terkesan lamban dan tebang pilih. Justru pihak korban diminta untuk menghentikan kegiatannya. Dalam keadaan seperti ini Subkhi Ridho mendorong pihak korban untuk bersatu. Tindakan kesewenang-wenangan tidak bisa dibiarkan begitu saja. Korban harus melawan dan melaporkannya kepada aparat.

 

 

 

Bagi korban, khususnya gereja, pandangan Subkhi Ridho ini tentu menambah cakrawala berpikir baru dalam menyikapi kekerasan. Gereja cenderung mengajar warganya untuk berserah dan pasif dalam menyikapi kekerasan. Maafkan dan masalah akan selesai. Diam saja ketika saudaranya yang lain mengalami tindak kekerasan. Setiap orang beragama harus memiliki kesadaran tentang hak legal dan hak moral. Hak legal berarti hak-hak yang dijamin oleh hukum sementara hak moral adalah hak yang diterima sesuai dengan ketentuan hati nurani.

 

 

 

Pelatihan itu berlangsung tiga hari, 29-31 Januari 2015 di Wisma Omah Jawi, Kaliurang, Yogyakarta. Tema-tema tentang HAM, Advokasi, dan toleransi kaum muda menjadi topik bahasan. Peserta yang hadir diantaranya adalah mahasiswa UIN, UMY, Aliran kepercayaan Sapto Darmo, Rausan Fiqr, SMI, Jarilima, FIPB UI, dan LSAF. Stube-HEMAT mengutus dua orang yakni Vicky Tri Samekto dan Yohanes Dian Alpasa atas rekomendasi Social Movement Institute.

 

Beberapa rencana follow-up telah dilakukan. Salah satu yang telah dilakukan adalah Aktifis LSAF dan Stube-HEMAT Yogyakarta mengunjungi dan bersilaturahmi dengan Wakil Ketua FKUB Gunung Kidul, Pdt. Christiono Riyadi S.Th yang juga Pendeta Jemaat pada GKJ Kemadang, Gunung Kidul. Follow-up ini dilakukan pada Minggu, 1 Februari 2015. Mari kita sadar akan hak-hak yang perlu diperjuangkan. (YDA)


  Bagikan artikel ini

pada hari Kamis, 22 Januari 2015
oleh adminstube
Program Christianity Training
‘Finding the lost truth’
(Menemukan Kebenaran Yang Hilang)
Wisma Pojok Indah, 16 – 18 Januari 2015

 
Judul di atas merupakan tema yang diangkat oleh Stube HEMAT Yogyakarta dalam program Christianity pada tanggal 16 - 18 Januari 2015. Sebuah tema yang sangat relevan sebagai bentuk respon terhadap keprihatinan sosial saat ini yang ditandai oleh bercokolnya berbagai konflik global. Pada pelatihan yang dihadiri oleh 34 peserta dari berbagai Universitas di Yogyakarta ini, Stube HEMAT menghadirkan Pdt. Tumpal Tobing (Board Stube HEMAT), R. Bima Adi, MA, MTh (Dosen UKDW), Stube Jerman dan Direktur SMI, Eko Prasetyo sebagai narasumber.

Saat menyampaikan pemaparan dalam pelatihan Pdt. Tumpal Tobing memberikan garis besar bahwa spiritualitas adalah hal yang tidak terlihat namun dapat memberi semangat dalam kehidupan. Untuk itu dibutuhkan cara untuk menunjukkan hal yang tidak terlihat itu, misalnya seperti tindakan dan perkataan. Kebenaran itu bagaikan puzzle yang ada tetapi miterius dan butuh ditata untuk melihat wujud aslinya. Sebuah pesan yang sangat penting dari Pdt. Tumpal Tobing adalah; setiap orang diminta untuk melayani kebenaran dan menjadi saksi Sang Terang.
 
Team-Stube HEMAT Yogyakarta turut mengisi jalannya pelatihan dengan mengajak peserta mencari para tokoh dunia yang berpengaruh terhadap perubahan kehidupan. Tokoh-tokoh yang diangkat oleh peserta antara lain; Umbu Landu Paranggi tokoh sastra dari Sumba, RA. Kartini tokoh pejuang emansipasi perempuan, Virginia Henderson tokoh keperawatan saat pecah perang dunia I, dan Tetsuko Kuroyonagi tokoh dari Jepang sebagai figur pendidik anak saat terjadi perang dunia II. Setiap masa memiliki tokoh yang berpengaruh terhadap perjuangan kehidupan dimanapun mereka berada sesuai situasi sosialnya.
 

Hal serupa juga disampaikan oleh R. Bima Adi, MA, MTh saat memaparkan materi pelatihan. Apakah gereja terlibat aktif terhadap permasalahan sosial yang terjadi dalam masyarakat? Ataukah gereja cukup berdiam diri ketika berbagai masalah sosial menimpa masyarakat? Apakah gereja boleh terlibat dalam politik praksis? Kemudian muncul berbagai kasus antara gereja dan masyarakat yang diceritakan oleh para peserta pelatihan. Sejarah juga mencatat bahwa dalam setiap pergolakan politik besar seperti peristiwa 65, lembaga keagamaan sadar atau tidak terlibat dan turut mengambil peran. Baik itu sebagai pelaku maupun pelindung korban. Di akhir sesi R. Bima Adi memberikan closing statement kepada peserta, “walau kalian belum memiliki pekerjaan, tetapi hal itu tidak menyurutkan kalian untuk tetap dapat berkontribusi untuk gereja dalam menanggapi permasalahan dan menunjukkan apa dan bagaimana kebenaran yang sejati itu”.
 
 
Team Stube Jerman juga turut berkontribusi dalam pelatihan ini. Peserta diajak berkelompok untuk memecahkan masalah dalam berbagai contoh kasus menurut apa yang baik bagi kelompok.
 

 
Kemudian antar kelompok saling bertukar kasus, sehingga peserta saling mengerti tentang masalah apa yang dirasakan oleh kelompok lain. Dari sinilah kebenaran dapat disimpulkan dengan saling memahami apa yang rasakan pihak lain.

  
 
Selanjutnya, team Stube Jerman mengajak peserta bermain role play. Dalam sesi ini peserta dibagi menjadi lima kelompok dan diminta memerankan pengalaman peserta setiap hari. Metode ini adalah media untuk trauma-healing. Role play ini memberi pesan bahwa seringkali kebenaran bukan hanya melibatkan satu dua orang tetapi juga struktural.
 
 
Tema pergerakan Islam masa kini disampaikan oleh Eko Prasetyo yang memaparkan bahwa agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan dan untuk menjadi berkah dalam kehidupan. Orang beragama tidak dilihat dari ketaatan beribadah, tetapi dari cara berhubungan dengan orang lain. Maraknya kekerasan atas nama agama saat ini karena agama diperkenalkan dengan cara yang tidak toleran. Agama dipolitisir sedemikian rupa dan simbol keagamaan berhenti bekerja. Kesenjangan sosial yang terjadi sangat mempengaruhi orang untuk berlaku sangat tidak toleran. Dalam sesi ini Eko berpesan: "Sekarang apa yang kita butuhkan? Siapapun harus menolong sesamanya, baik yang menindas maupun yang tertindas. Berikan pendampingan kepada mereka."
 
 
Jalannya program pelatihan ini menghasilkan tindak lanjut antara lain; peserta akan membuat sharing dialog lintas iman, kunjungan ke rumah rumah ibadah di Yogyakarta, membuat biografi tokoh tokoh dunia yang menginspirasi bagi perubahan kehidupan. ~Piaf~
 



  Bagikan artikel ini

pada hari Senin, 12 Januari 2015
oleh adminstube
CHRISTIANITY TRAINING: Finding The Lost Truth

 

 

 

 

 

 

Kedamaian dan keadilan menjadi cita-cita yang terus diupayakan oleh umat manusia. Keberadaan setiap umat manusia seharusnya menghadirkan dan mengajarkan nilai-nilai cinta kasih, perdamaian dan keadilan dalam dunia ini. Namun ironisnya, masih terjadi berbagai permasalahan keadilan sosial dan bahkan konflik yang mengarah pada legitimasi agama dan mengancam stabilitas nasional.

 

 

 

Bagaimana sikap dan tindakan iman Kristiani baik secara lembaga gereja ataupun pribadi dalam merespon situasi di atas? Kemudian, sejauh mana peran pemuda gereja saat ini dalam melihat gejolak politik global dan permasalahan sosial dan keadilan di sekitar mereka? Apakah berdiam diri dan merasa itu bukan sebagai urusan yang penting untuk diperjuangkan?

 

 

 

Stube-HEMAT Yogyakarta mengawali tahun 2015 dengan program Christianity untuk menggugah semangat pergerakan mahasiswa Kristiani dan kaum muda gereja untuk menemukan kebenaran yang hilang dan mewujudkan keadilan sosial terhadap sesama.

 

 

 

 

 

Jumat – Minggu, 16 – 18 Januari 2015

 

Di Wisma Pojok Indah, Yogyakarta

 

 

 

Fasilitator:

 

Pdt. Tumpal Tobing (Jakarta)

 

R. Bima Adi (Yogyakarta)

 

Gus Roy Murtadho (Jombang)

 

Team Stube Jerman

 

Team Stube Yogyakarta

 

 

 

Kegiatan: Pelatihan dan Eksposur

 

Kontribusi Rp 25.000,00

 

 

 

Peserta terbatas!


Segera kontak team Stube-HEMAT Yogyakarta


  Bagikan artikel ini

pada hari Minggu, 11 Januari 2015
oleh adminstube
Pelatihan Leadership

 

SMK BOPKRI 2 Yogyakarta

 

“Menjadi Pemimpin: Bagaimana Caranya?”

 

9 – 10 Januari 2015

 

           

 

Menjadi pemimpin bukan hanya mengatur, memperhatikan, melayani, dan memberi perintah. Bila seseorang menjadi pemimpin maka ada banyak hal yang harus dia lakukan. Ia harus mempersiapkan sikap, mental, dan fisik. Apakah hanya itu? Tentu tidak! Ada banyak hal harus dipersiapkan sehingga tidak banyak orang mampu untuk menjadi pemimpin yang baik. Sekalipun tata persiapannya terlihat berat, semua orang bisa menjadi pemimpin. Bagaimana caranya?

 


 

Pertanyaan ini sedikit demi sedikit direnungkan dalam pembinaan leadership bagi pengurus OSIS SMK BOPKRI 2 Yogyakarta. Pembinaan ini diwajibkan bagi seluruh pengurus OSIS. Dari dua puluh enam anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah itu, ada tiga orang yang tidak dapat mengikuti pembinaan.

 

 

 

Dalam waktu dua hari di Wisma Omah Jawi Kaliurang Yogyakarta, yakni antara Jumat – Sabtu, 9 – 10 Januari 2015, mereka berlatih dalam pembinaan Leadership bersama Stube-HEMAT Yogyakarta.

 

 

 

Kembali kepada pertanyaan awal, bagaimana menjadi seorang pemimpin? Tidak sedikit pejabat kita yang jatuh terjerat pelanggaran hukum. Tapi itu semua tidak boleh membuat kita pesimis. Kita justru berharap besar bahwa suatu saat nanti akan banyak pemimpin jujur yang muncul. Mungkin saja, bila kita tekun berlatih, kitalah yang akan menjadi sosok pemimpin jujur itu.

 

 

 

Berikut adalah materi-materi yang dibagikan dalam pelatihan leadership itu. Sekalipun berbentuk pelatihan, di sana tidak ada pelatih. Antara fasilitator dari Stube-HEMAT dan teman-teman SMK BOPKRI 2 Yogyakarta berlatih bersama dan saling berbagi.

 

 

 

Memimpin Diri Sendiri

 

Materi ini disampaikan dalam sesi awal pelatihan Leadership. Yohanes dari Stube-HEMAT memberikan beberapa sikap dan sifat yang harus dimiliki saat ingin menjadi seorang pemimpin. Materi itu disingkat dengan tiga kata yakni: Sikap, Mental, dan Disiplin. Sikap dan mental seorang pemuda akan terbentuk bila orang itu ada dalam posisi disiplin.

 

 

 

Kedisiplinan adalah upaya untuk menghargai waktu, tenaga, dan kesempatan diri sendiri dan orang lain. Bila seseorang tidak disiplin maka sikap dan mentalnya akan kacau. Ia akan mudah terlihat grogi dan tidak berani menjawab tantangan. Ia mudah takut dan tidak berwibawa. Ajarannya tidak didengar orang lain. Akhirnya, ia menjadi pemimpin yang tidak dipercaya.

 

 

 

Imajinasi Dan Kreativitas

 

Materi ini disampaikan oleh Trustha Rembaka S. Th. Seorang pemimpin harus mempunyai imajinasi. Bayangan–bayangan yang ada dalam kepalanya tidak boleh terikat. Ia harus bebas. Tetapi kemudian ia harus mampu untuk menceritakan imajinasinya itu dalam simbol-simbol yang ada. Tujuannya adalah agar imajinasi dapat dipahami oleh orang lain, misalnya ucapan dan gambar yang kita keluarkan harus bisa dipahami oleh teman kita dan tidak membuat bingung.

 

 

 

Setelah banyak berimajinasi, para calon pemimpin akan lebih kreatif dalam menghadapi permasalahan. Ia mampu mengubah hambatan menjadi tantangan. Bila teman–teman SMK yang berasal dari jurusan Boga dan Busana ini mampu untuk kreatif, maka tidak sulit untuk menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri.

 

 

Permainan

 

Selain diskusi materi dan sharing, teman-teman SMK BOPKRI ini diajak untuk bermain-main tentang ketangkasan dan kemampuan beregu. Game ini dipimpin oleh Sarloce Apang.

 

 

 

Tanggapan Dan Harapan

 

Tanggapan keluar dari teman-teman peserta pelatihan Leadership. Mereka mengatakan ide yang diberikan oleh teman-teman dari Stube-HEMAT termasuk ide ”gila”. Mereka memang merasakan kebosanan tetapi cukup tertarik karena kemudian ide-ide mereka untuk berkreasi dibukakan dalam pelatihan ini.

 

 


Kiranya teman-teman BOPKRI dimampukan untuk menjadi pemimpin di masa depan. (YDA)


  Bagikan artikel ini

pada hari Kamis, 1 Januari 2015
oleh adminstube
Stube-HEMAT Yogyakarta
 

  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2024 (20)
 2023 (38)
 2022 (41)
 2021 (42)
 2020 (49)
 2019 (37)
 2018 (44)
 2017 (48)
 2016 (53)
 2015 (36)
 2014 (47)
 2013 (41)
 2012 (17)
 2011 (15)
 2010 (31)
 2009 (56)
 2008 (32)

Total: 647

Kategori

Semua  

Youtube Channel

Lebih baik diam dari pada Berbicara Tetapi tidak ada Yang Di pentingkan Dalam Bicaranya


-->

Official Facebook