Mengikuti Workshop Inklusi Kampala Principles di Indonesia
Kampala Principles merupakan pedoman bagi kalangan bisnis dan masyarakat sipil untuk mencapai SDGs. Kampala Principles muncul dari pertemuan The Global Partnership for Effective Development Cooperation (GPEDC) di Kampala, Uganda (Maret 2019). GPEDC sendiri berdiri sejak 2011 di Busan, Korea Selatan, sebagai platform bagi para pemangku kepentingan yang bertujuan meningkatkan efektivitas kerjasama pembangunan dan berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Poin pencapaian SDGs ini menjadi concern Stube HEMAT untuk ambil bagian dalam workshop online yang diinisiasi YAKKUM berupa Workshop dan Dialog Inklusi Kampala Principles di Indonesia: Peluang Kolaborasi Pemerintah – Swasta – Organisasi Masyarakat Sipil untuk Efektivitas Pembangunan (Kamis, 18/04/2014). YAKKUM sebagai anggota GPEDC di Indonesia yang mengikuti pelatihan monitoring sejauh mana pemerintah dan pihak swasta melibatkan masyarakat sipil dalam kerjasama pembangunan, seperti yang ditekankan oleh GPEDC dan Kampala Principles sebagai pedomannya, YAKKUM mendapat mandat untuk untuk melaporkan progress di Indonesia paska monitoring tahun lalu.
Dalam paparannya, Rita Tri Haryani dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM, memaparkan pertemuan untuk mensosialisasikan hasil survey dan konsultasi Kampala Principle Assessment di Indonesia dan menginisiasi dialog inklusif untuk peluang kerjasama kemitraan yang efektif antara Pemerintah, Sektor Swasta dan organisasi masyarakat sipil. Sehingga, diharapkan para pemangku kepentingan mengetahui gap dari pelaksanaan Kampala Principles, khususnya terkait kerjasama antara sektor swasta dengan organisasi masyarakat sipil, dan memperkuat kerjasama kemitraan yang efektif antara pemerintah, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil dalam kerjasama pembangunan.
Lanjutnya, Kampala Principles mencakup: 1) kepemilikan negara yang inklusif dengan memperkuat koordinasi, penyelarasan dan pengembangan kapasitas di tingkat negara; 2) hasil dan dampak sesuai target pembangunan berkelanjutan melalu skema yang menguntungkan semua pihak; 3) kerjasama yang inklusif dengan membangun kepercayaan melalui dialog dan konsultasi yang inklusif; 4) tranparansi dan akuntabilitas dengan mengukur dan menyebarluaskan hasil pembangunan berkelanjutan; 5) tidak seorang pun yang tertinggal, dengan mengidentifikasi, menanggung bersama dan memitigasi risiko bagi seluruh pihak.
Narasumber berikutnya, Rokhmad Munawir dari YAPPIKA (Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia). YAPPIKA bergerak pada advokasi kebijakan dan perbaikan layanan publik di Indonesia. Dalam paparannya disampikan salah satu programnya, yaitu sekolah aman, dimana pendidikan sebagai hak dasar, sekolah menjadi tempat yang inklusif dan aman, melalui peningkatan kualitas sanitasi sekolah, fasilitas sekolah dan bebas dari kekerasan. Lebih lagi, ia juga mengungkap ragam donor yang berpartisipasi dalam mendukung program kegiatan berasal dari publik, donasi institusi, filantropi, CSR perusahaan dan multifunding.
Beta Wicaksono, dari Community Relation Exxon Mobil Cepu Limited, menyampaikan bahwa tambang minyak perusahaan mencakup wilayah Cepu, Tuban dan Bojonegoro, sehingga prioritas dari perusahaan memang untuk pengembangan masyarakat di tiga kawasan itu, selaras dengan rencana pembangunan daerah. Bentuk tanggungjawab sosial perusahaan ada beberapa, di antaranya peningkatan sumber daya manusia melalui pusat pelatihan guru, pelatihan pengrajin anyaman, termasuk kontrol kualitas dari penyedia pasar kerajinan, penyediaan instalasi sanitasi dan biogas, dan renovasi pasar setempat
Dari pertemuan tersebut muncul gagasan untuk mewujudkan komunikasi lebih intens antar organisasi masyarakat sipil dalam wujud koordinasi dan sharing informasi peluang kerjasama dengan pemerintah maupun pihak swasta, sehingga antar organisasi masyarakat sipil semakid solid dan kehidupan masyarakat meningkat. ***