Bangsa Indonesia akan menyambut pesta demokrasi (Pemilu) dan generasi muda sebagai bagian masyarakat Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk ikut ambil bagian di pemilu 2024, terlebih para pemilih pemula. Kaum muda perlu memperkaya diri dengan literasi politik, khususnya berkaitan dengan Pemilu karena Pemilu sendiri melibatkan banyak pihak, dari penyelenggara - KPU, kontestan – calon legislatif dan calon presiden, calon pemilih, lembaga survey, dan pemerintah.
Dari kenyataan ini, Stube HEMAT Yogyakarta sebagai lembaga pendampingan mahasiswa dan pemuda, mendorong para aktivisnya untuk melek politik secara nasional maupun global dan memfasilitasi aktivisnya mengikuti seminar “KEBHINEKAAN DAN PEMILU DAMAI 2024”. Acara ini diselenggarakan oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (PGIW-DIY) di Gereja Kristen Jawa Mergangsan, Yogyakarta (Jumat, 18/11/2022). Mahasiswa utusan terdiri 3 orang dari Lampung, 3 orang dari Yogyakarta, 1 orang dari Nias, 2 orang dari Sumba, dan 1 orang dari Maluku. Seminar ini mendiskusikan Pemilu prespektif Bisnis Politik, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan perspektif teologi gereja.
Prof. Dr. Nindyo Pramono, SH, MS mengatakan jika generasi muda tidak memahami peta politik bangsa Indonesia ke depan dan apatis terhadap situasi politik, maka dapat dipastikan jika 104 juta suara kaum muda akan diperebutkan oleh partai-partai yang membawa bangsa ini ke arah politik identitas, yang mana berbahaya dan penuh konflik, terlebih pada tahun 2023 diprediksi sebagai resesi keuangan global yang mempengaruhi Pemilu 2024. Dalam kondisi Indonesia sedang dalam situasi tidak nyaman suara dari grass roots bisa mudah ‘dimanfaatkan’ dengan iming-iming tertentu untuk melakukan sesuatu.
Berkaitan Pemilu, menurut ketua KPU DIY, Hamdan Kurniawan, SIP., MA, aturan perundangan harus menjadi pedoman untuk mewujudkan pemilu damai sebagai tujuan penting demi kondusivitas di tengah masyarakat plural. Menurutnya, perbedaan pilihan politik jangan sampai menimbulkan konflik dalam keluarga dan masyarakat, termasuk gereja. Ruang publik baik darat maupun udara, harus bersih dari berbagai sikap yang tidak menghormati perbedaan. Kampanye oleh partai politik maupun tim sukses calon presiden dan wakilnya harus sarat nilai edukasi, yang mana di dunia nyata harus saling menghormati, demikian juga di dunia maya. Kampanye harus disertai nilai pendidikan politik bagi masyarakat luas.
Sementara itu, ketua PGIW-DIY, Pdt. Em. Bambang Sumbodo, S.Th, M.Min menekankan agar peserta Pemilu menghindari kampanye hitam dan tidak menyebar hoax. Senada dengan Hamdan Kurniawan, Pdt. Bambang pun mengharapkan bahwa gereja harus ikut ambil bagian pada pesta demokrasi dan tetap menjaga kondusivitas dalam masyarakat. Pertama, gereja tidak boleh melancarkan kampanye hitam dan politik identitas. Kemudian, gereja harus mendidik setiap tim sukses dari peserta Pemilu dalam kampanye yang mendidik. Waktu kampanye yang panjang ini menurutnya, menyediakan ruang bagi peserta Pemilu untuk beradu gagasan. Visi, misi dan program harus menjadi konten dan materi unggulan yang disebarluaskan, artinya, seluruh peserta Pemilu harus fokus pada penyebaran konten-konten positif.
Pemilu damai adalah pemilu yang elegan dan tidak menghadirkan konflik. Lantas, bagaimana kaum muda bersikap untuk menyambut pesta demokrasi? Harapan kita hari ini adalah Pemilu 2024 berlangsung dengan baik dan setiap tahapan kampanye berjalan lancar, jadi para generasi milineal dan zillenial harus berhati-hati agar kita tidak tersapu dengan situasi yang sedang terjadi. Mari persiapkan diri dengan memperkaya literasi dan edukasi tentang Pemilu. Mari berpesta secara bertanggungjawab agar bisa bergembira dan bersukacita, Pemilu 2024 menjadi pesta demokrasi yang humanis dan demokratis.***