Mandiri Dengan Pangan Lokal

pada hari Senin, 29 Agustus 2022
oleh Yonatan Pristiaji Nugroho

Oleh Yonatan Pristiaji Nugroho.          

 

Setiap daerah memiliki karakteristik masing-masing, salah satunya makanan lokal yang dihasilkan. Bicara mengenai pangan lokal tidak hanya produk siap konsumsi, tetapi juga ragam bahan, cara mengolah, budidaya, dan para pelaku usahanya. Sebagai lanjutan untuk mendalami kemandirian pangan dan pengolahan pangan lokal, Stube HEMAT Yogyakarta menyediakan ruang belajar bagi mahasiswa dalam pelatihan Keanekaragaman Hayati: Inisiatif Pangan Lokal di Yogyakarta dan Gunungkidul untuk belajar potensi pangan, bahan baku, olahan makanan, dan kreativitas mengolahnya (26-28/8/2022).

 

 

Dalam pembukaan pelatihan, Pdt. Bambang Sumbodo, Board Stube HEMAT, mengungkapkan bahwa manusia mendapat berkah kekayaan alam untuk dikembangkan dan dilestarikan, termasuk bahan pangan lokal yang ada harus dimanfaatkan dan diolah sesuai kebutuhan. Setiap individu yang menggeluti pengolahan lokal akan berinteraksi dengan ekonomi, pendidikan,pemasaran, teknologi digital yang saling berhubungan dalam pengembagan pangan lokal dan kreativitasnya.

 

 

Berkait masalah pangan di Indonesia, Ariani Narwastujati, S.Pd., S.S., M.Pd., Direktur Eksekutif Stube HEMAT mengingatkan pertumbuhan penduduk mengancam ketahanan pangan, dari Indeks Ketahanan Pangan, Indonesia terus menurun dari tahun ke tahun dan 2021 Indonesia berada di posisi 69 dari 113 negara. Ketahanan pangan berarti kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai perorangan, tersedianya pangan yang cukup, aman, bergizi, mutu, beragam, terjangkau, merata, tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat untuk hidup sehat, aktif, produktif secara berkelanjutan. Sebuah tantangan bagi generasi muda untuk membangun ketahanan pangan di masa yang akan datang.

 

 

Melengkapi proses pelatihan, bersama Visca Veronica (guru SMK BOPKRI 2 Yogyakarta), peserta mendalami sorgum sebagai alternatif pangan lokal dengan kandungan vitamin dan nutrisi tinggi. Harus diakui sebagian besar peserta baru mendengar tentang sorgum, padahal sorgum bisa diolah  menjadi nasi, tepung, brownies, cookies dan produk lainnya yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh, bahkan saat ini sorgum terus dikembangkan di beberapa kawasan di Indonesia.

 

 

Dalam sesi eksposur Gunungkidul, peserta mempelajari aloe vera bersama AlanEfendhi, pelaku usaha dan budidaya Aloe Vera di Nglipar, Gunungkidul. Ia memilih tanaman yang bisa tumbuh di kawasan kering tetapi punya nilai ekonomi tinggisebagai minuman dan makanan. Selanjutnya, di Playen, Gunungkidul para peserta difasilitasi oleh Suti Rahayu, perintis UKM Putri 21, yang mengolah singkong menjadi mocaf dan beragam produk unggulan, seperti mie, cookies, tepung dan beras analog. Di sini peserta menemukan istilah baru ‘beras analog’ yaitu olahan dari tepung singkong, jagung, ubi jalar menjadi seperti beras. Ini  adalah bahan makanan sehat karena rendah gula. Bahkan ada beragam tepung yang berasal dari pisang, sukun, kulit pisang, kacang hijau, dan kedelaiIni menjadi inspirasi mahasiswa untuk mengembangkan potensi daerah dengan potensi yang ada. Di kawasan Gunung Api Purba Nglangeran, peserta membagi diridalam tiga kelompok sesuai dengan minat.Kelompok satu mendalami budidaya coklat dari bibit sampai fermentasi buah coklat,kelompok dua mengolah coklat menjadi dodol dan bubuk coklat instan, dan kelompok tiga belajar budidaya kambing ettawa dan mengolah susu kambing menjadi bubuk dan permen.


Pelatihan ini menginspirasi peserta untuk mengeksplor potensi daerah mereka dan bagaimana mengolah menjadi produk yang bermanfaat, seperti yang diungkapkan Patrick, mahasiwa dari Papua barat yang kuliah di STPMD APMD, “Ini pengalaman yang luar biasa karena saya belajar makanan lokal yang belum ada di daerah asal saya, dan ini memotivasi saya untuk mengolah bahan pangan di Papua menjadi makanan dikenal orang.”

Anak muda, jadilah generasi muda yang peka terhadap potensi daerah, petakan dan olah potensi pangan lokal demi terciptanya kemandiriandan ketahanan pangan! ***

 


 


  Bagikan artikel ini

Berinovasi Dengan Pangan Lokal

pada hari Minggu, 28 Agustus 2022
oleh Kresensia Risna Efrieno
Kresensia Risna Efrieno         

 

Kekayaan Indonesia menjadi peluang inovasi yang memberikan nilai tambah, salah satunya adalah inisiatif untuk mengolah pangan lokal. Ini penting dipahami oleh masyarakat di daerah untuk meninjau kembali kekayaan alam yang bisa diolah khususnya oleh anak muda. Pertanyaannya, sudahkah kita mengetahui potensi yang ada di daerah masing-masing?  Apa yang bisa anak muda lakukan? Menjadi sebuah kekhawatiran bersama jika anak muda Indonesia tidak tahu potensi daerahnya sendiri.

 

 

 

Sebagai respon terhadap pangan lokal, Stube HEMAT Yogyakarta mengadakan pelatihan Keanekaragaman Hayati: Inisatif Pangan Lokal. Mahasiswa belajar keanekaragaman hayati termasuk mengenal dan memetakan pangan lokal di daerah masing-masing. Peserta pelatihan berproses dari brainstorming tentang potensi pangan lokal hingga mengenal indeks ketahanan pangan di Indonesia. Selain itu, mahasiswa juga berkunjung langsung ke tempat pengolahan pangan lokal yang inspiratif, yaitu UKM Putri 21 di Playen, Gunungkidul yang mengolah tepung Mocaf (Sabtu, 27/08/2022). UKM Putri 21 berawal dari inisiatif Kelompok Wanita Tani (KWT) yang ingin berinovasi dengan mengolah singkong menjadi produk lain dan tahan lama. Nama kelompok ini diambil dari 21 kaum perempuan yang bersemangat untuk merintis mengolah singkong menjadi tepung Mocaf (Modified Cassava Flour).

 

 

 

Proses pengolahan Mocaf memanfaatkan fermentasi memakai mikroba sehingga tepung yang dihasilkan berwarna putih dan berkurang aroma singkongnya. Pada tahap awal, singkong yang dibutuhkan ditimbang,  dikupas dan diparut. Pada tahapan fermentasi, singkong direndam selama 3 hari dan air rendaman diganti tiap 24 jam. Tahapan selanjutnya adalah pengeringan singkong di bawah sinar matahari. Setelah kering, giling bahan mocaf, dan ayak halus. Tepung mocaf sudah siap dan siap diolah. Ketekunan UKM Putri 21 mengolah Mocaf mengantar UKM 21 mendapat Surat Tanda Pendaftaran Industri Kecil dari Departemen Perindustrian Republik Indonesia dengan nama usaha ‘Putri 21Saat ini UKM 21 memproduksi mie mocaf, beras analog dan cookies mocaf, sedangkan produk singkong lainnya adalah gathot instan, thiwul instan, kemudian produk selain singkong, yaitu keripik jantung pisang, keripik kulit telo, keripik bonggol, pia isi ubi ungu dan lainnya.

 

 

Kunjungan belajar ini memperkaya wawasan dan pengalaman mahasiswa tentang pengolahan pangan lokal, termasuk mencicipi hasil olahan dari bahan dasar singkong, yaitu beras analog, yang terbuat dari singkong, ubi jalar dan jagung. Peserta mengaku bahwa ini pertama kali makan beras analog. “Ternyata rasanya sama seperti rasa nasi dari beras ya,” ungkap beberapa peserta. Setelah itu, mahasiswa menyimak paparan dari ketua sekaligus perintis UKM Putri 21, Suti Rahayu, yang mengalami kegagalan tapi tidak menyerah dan akhirnya berkembangbahkan kewalahan memenuhi permintaan pasar. Selanjutnya peserta mengamati proses pembuatan tepung mocaf dan produk-produk UKM Putri 21 yang dipasarkan di “Toko Putri 21”. Kemasan produk merupakan karya design sendiri dan produk-produk tersebut telah dipasarkan di beberapa toko jejaring, online, sampai gerai di bandara YIA.

 

 

Jadi, pada dasarnya pengolahan pangan lokal berawal dari kemauan dan ketekunan untuk memulai, yang  bisa membuka peluang bagi masyarakat untuk mendapat nilai tambah ekonomi dari inovasi-inovasi produk. Jangan menunggu lama lagi, mahasiswa dan anak muda segera melangkah untuk memetakan potensi lokal di daerahnya dan mengolah menjadi produk yang menarik dan menguntungkan.***

 


  Bagikan artikel ini

Mari Hidup Sejahtera dengan Aloe Vera

pada hari Minggu, 28 Agustus 2022
oleh Thomas Yulianto
Oleh Thomas Yulianto.          

 

Aloe Vera adalah tanaman yang seringkali dianggap tidak memiliki nilai ekonomis, namun di tangan seorang pemuda dari Ngilpar, Gunung Kidul, yang bernama  Alan Efendi, Aloe Vera disulap menjadi minuman siap saji yang bernilai ekonomis tinggi. Melihat proses pengolahan Aloe Vera sungguh menarik, untuk itu Stube HEMAT Yogyakarta bersama tiga puluhan mahasiswa mengadakan kunjungan belajar di desa Katongan, Nglipar, Gunung Kidul (27/08/2022).

 

 

Nglipar, Gunung Kidul merupakan daerah panas dengan curah hujan rendah sehingga hanya beberapa tanaman yang cocok dibudidayakan di daerah ini, Aloe Vera adalah salah satu tanaman yang bisa tumbuh subur di daerah seperti ini. Inilah awal mula Alan Efendi mengembangkan tanaman Aloe Vera dan selanjutnya mengolahnya menjadi minuman segar dan layak jual.

 

 

Mayoritas jenis Aloe Vera yang dibudidayakan Allan dan masyarakat di Nglipar adalah Chinensis Baker yang bisa tumbuh bertahun-tahun untuk dimanfaatkan. Produk makanan/minuman yang dibuat oleh Alan Efendi ini diberi nama Rasane Vera yang berdiri sekitar tahun 2014 dengan konsep menggerakkan perekonomian masyarakat sekitar. Rasane Vera lahir karena kegelisahan Alan Efendi atas potensi lokal yang ada di Nglipar dan ingin mengembangkannya supaya berdampak bagi masyarakat. Sekalipun banyak tantangan yang dihadapi dan sering diragukan bagaimana pemasarannya, namun pada akhirnya usaha yang digeluti dengan kegigihan ini, bisa berkembang dan dikenal banyak orang hingga saat ini.

 

 

Proses kunjungan belajar ini memberi kesempatan kepada para peserta mempraktekkan secara langsung pengolahan Aloe Vera menjadi minuman kemasan siap saji. Dalam pelaksanaannya peserta dibagi menjadi 2 kelompok. Proses pengolahannya adalah sebagai berikut: pertama, siapkan Aloe vera jenis Chinensis Baker yang sudah berumur kurang lebih 12 bulan dari masa tanam, kemudian kupas kulit luarnya dan potong-potong dadu. Kedua, cuci Aloe Vera hingga bersih dengan air yang mengalir untuk menghilangkan lendir. Ketiga, rendam Aloe Vera dengan larutan asam sitrat selama 6–7 jam, dan cuci kembali. Keempat, rebus Aloe Vera selama 15 menit supaya matang. Kelima, siapkan gula batu yang sudah dicairkan dalam air panas dan masukan dalam cup untuk dilakukan packing. Keenam, lakukan packing pada saat air gula pada cup dalam kondisi sudah tidak panas supaya Aloe Vera lebih tahan lama, selanjutnya Aloe Vera siap dipasarkan.

 


 

Pemanfaatan Aloe Vera selain untuk minuman yang menyegarkan tubuh, ada beberapa manfaat untuk kesehatan manusia, yaitu menurunkan tensi darah, melancarkan pencernaan manusia, menurunkan hipertensi, dan melancarkan gangguan usus.

 

 

Kunjungan belajar tentang pengolahan Aloe Vera menjadi minuman kemasan yang siap saji dan memiliki nilai ekonomis tinggi menjadi bekal pengetahuan dan pengalaman bagi peserta stube HEMAT untuk mengembangkan potensi lokal yang ada di daerah masing-masing. Bukan seberapa besar keuntungan yang didapatkan melalui usaha yang kita lakukan tetapi seberapa besar usaha yang kita lakukan menjadi berkat bagi banyak orang. ***

 

 


  Bagikan artikel ini

Penguatan Masyarakat Pesisir di Tileng, Girisubo

pada hari Senin, 15 Agustus 2022
oleh Trustha Rembaka
Oleh Trustha Rembaka.         

 

 

 

Pendidikan mesti menjangkau setiap elemen masyarakat, dari kelompok usia, beragam latar belakang, penduduk kota sampai desa, sehingga masyarakat memiliki akses untuk mengalami kemajuan dan kesejahteraan. Semangat berkemajuan mesti dimiliki setiap orang maupun lembaga untuk ikut ambil bagian dalam menjembatani kesenjangan baik pendidikan, ekonomi, teknologi dan lainnya. Semangat ini juga menjiwai Stube HEMAT Yogyakarta merespon kerjasama dengan kelompok mahasiswa KKN di kalurahan Tileng, Girisubo, Gunungkidul, dengan mengutus Trustha Rembaka menjadi fasilitator pelatihan tentang Ekonomi Kreatif berbasis Maritim dan Konservasi Lingkungan di Sekolah Alam Pesisir, dusun Nanas, Kelurahan Tileng (Minggu 14/8/2022). Ini juga sebagai tindak lanjut program Pendidikan di Era Teknologi Maju: Jangan Biarkan Seorang pun Terbelakang.

 

 

 

 

Kalurahan Tileng merupakan salah satu Kalurahan di kapanewon Girisubo, kabupaten Gunungkidul dengan luas wilayah 17.721 hektar yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia sepanjang 7,2 km dengan sebagian besar berupa tebing. Wilayah ini memiliki tiga kawasan yaitu pemukiman, tegalan atau sawah tadah hujan, dan sempadan laut atau kawasan pesisir. Penduduk berjumlah 4.336 jiwa yang mayoritas bekerja sebagai petani tadah hujan dan peternak.

 

 

Dalam diskusi, Trustha memaparkan kalurahan Tileng adalah salah satu pelopor desa maritim di DIY untuk meningkatkan perekonomian masyarakat di kawasan itu. Ini wujud visi Gubernur DIY untuk menjadikan pesisir selatan sebagai halaman depan DIY dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Ekonomi maritim menjadi pilar perekonomian di pantai selatan DIY, tidak saja mengandalkan perikanan dan kelautan, namun juga pertanian dan pariwisata. Langkah awal berupa pengembangan sumber daya manusia melalui Sekolah Alam Pesisir, pelatihan mengolah ikan laut, dan modal bagi petani dan nelayan. Ini merupakan kesempatan baik untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat jika mereka tahu apa yang harus dilakukan, apa saja potensi yang ada, bagaimana mengembangkan, dan siapa saja yang ikut ambil bagian. Fasilitator memandu diskusi kelompok yang terdiri dari nelayan, pekerja yang mengolah hasil laut, petani dan pedagang. Mereka mengidentifikasi potensi laut, ladang, perdagangan dan wisata, dan mendata apa yang mereka hasilkan dari tangkapan ikan laut, produk abon dan nugget dari ikan tuna, beberapa jenis sayuran, kacang tanah dan umbi-umbian. Selanjutnya, fasilitator bersama peserta mendalami pengembangan pengolahan produk berupa fillet ikan, varian nugget dan mengidentifikasi jenis keunikan rasa dari ikan-ikan yang dihasilkan.

 

 

Dalam topik konservasi lingkungan, fasilitator memancing wawasan peserta untuk menyebutkan pantai-pantai di Gunungkidul dan keunikannya, antara lain pantai Sadeng sebagai pelabuhan, pantai Jogan dengan air terjun dan pantai Nglambor yang memiliki area snorkling. Ia juga mengingatkan keberadaan wisata pantai di Gunungkidul semakin berkembang, di satu sisi mendatangkan income, tapi di sisi lain, pemanfaatan pantai tanpa kajian ekologis pasti mengubah keseimbangan lingkungan, bahkan merusak, misalnya limbah pembuangan toilet, sampah makanan kemasan dan sisa makanan, penghancuran tebing karst untuk akses jalan, sampai hilangnya habitat alami penyu bertelur, dimana gunungkidul menjadi tempat bertelur penyu-penyu langka dunia. Keberadaan Sekolah Alam Pesisir ini bisa menjadi wahana edukasi masyarakat untuk mendapatkan manfaat maritim untuk kesejahteraan tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan.

 

 

Dari diskusi ini, salah satu peserta, Mujito mengungkapkan ia menemukan wawasan baru tentang kalurahan Tileng memiliki peluang pertumbuhan ekonomi, dari laut menghasilkan ikan yang bisa diolah menjadi beragam produk olahan, mengembangkan singkong menjadi produk keripik dan patilo, mengolah kacang tanah menjadi peyek, dan aneka kacang telur.

Semangat masyarakat untuk belajar dan meraih hidup berkemajuan perlu diimbangi oleh ketersediaan wahana belajar masyarakat dan kemudahan mengaksesnya. Di sinilah para pemangku kepentingan harus bertindak, mekipun desa di pinggiran tapi tidak lagi terpinggirkan. Teruslah berkembang desa Tileng.***

 

 


  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2024 (6)
 2023 (38)
 2022 (41)
 2021 (42)
 2020 (49)
 2019 (37)
 2018 (44)
 2017 (48)
 2016 (53)
 2015 (36)
 2014 (47)
 2013 (41)
 2012 (17)
 2011 (15)
 2010 (31)
 2009 (56)
 2008 (32)

Total: 633

Kategori

Semua  

Youtube Channel

Official Facebook