pada hari Kamis, 17 September 2009
oleh adminstube

Hasil kerjasama Stube-HEMAT – GKJ Jhodog dalam mengembangkan pertanian organik di Jhodog

 

Terbayangkah dibenak kita suatu hari nanti tidak ada tanah untuk ditanami? Atau sejenak merenung tentang orang yang menanam padi sebagai awal proses nasi goreng yang terhidang di meja kita? Kesibukan demi kesibukan merampas ingatan juga perhatian kita akan pertanian sebagai sumber pangan. Akankah nanti kalau tiba masa sulit tanpa ada sebutir beraspun beredar di pasaran, sontak semua akan menangis penuh penyesalan betapa kita selama ini melalaikannya?
Pertanyaan di atas menggelitik Pelayanan Diakonia GKJ Jodhog Bantul, sebagai gereja yang tumbuh di desa untuk hidup dan menghidupi berdasar konteks lokalitas yang dipunyai. Pdt. Hardjono, gembala sekitar 200 jemaat yang meliputi 80 kepala keluarga, merasa tertantang “apa yang bisa aku perbuat?”
Banyak hal telah dicoba dan dikerjasamakan sampai pada suatu saat di medio November 2008, GKJ Jodhog kedatangan mahasiswa yang tergabung dalam wadah STUBE HEMAT meminta ijin melakukan serangkaian kegiatan berkaitan dengan pertanian organik di gerejanya. Dengan terbuka, mahasiswa-mahasiswa ini diterima baik untuk mendapatkan tempat berlatih. Jadilah gedung gereja sebagai tempat pelatihan pertanian organik.
Berawal dari pelatihan ini Pdt. Hardjono mengenal seorang pejuang pertanian yang mendedikasikan hidupnya untuk pertanian organik yang bernama Edi Suhermanto. Bersama mahasiswa Stube HEMAT, Pdt. Hardjono mengajak jemaat petani belajar pertanian organik secara detail di tempat Bpk. Edi Suhermanto, di dusun Bejen, Sleman. Rasa pesimis karena kegagalan praktek pertanian organik masa lalu sempat membuat jemaat petani ragu-ragu untuk memulai kembali.
Dorongan mahasiswa dan kesediaan Bapak Edi untuk datang dan mendampingi, menggugah mereka untuk bangkit. Fokus pada pengolahan tanah merupakan kunci dari semua usaha pertanian. Tahap demi tahap para petani ini belajar dan mempraktekkan di lahan masing-masing. Memulai sesuatu memang tidak mudah dan perlu perjuangan, demikian pula yang dialami diawal proses.
Kerja keras dan kesungguhan itu ternyata tidak sia-sia. Medio Mei 2009 mereka mulai menanam dan setelah 4 bulan, pada bulan Agustus petani-petani ini sudah bisa panen padi. Hasilnyapun luar biasa. Meski tanpa pupuk kimia sebagaimana selama ini dilakukan, panen tidak berkurang bahkan sama. Bulir-bulir padi penuh berisi dibandingkan sebelumnya dengan gambaran; dari 3 karung beras biasanya ada ½ karung bulir kosong, saat ini hanya 1 ember.
“Saya sangat bersyukur dengan hasil yang ada setelah kami mencoba pertanian organik dengan menitik beratkan pada pengolahan tanah. Pekerjaan petani menjadi sangat ringan selama 3 bulan karena sudah bekerja keras mengolah tanah diawal,” jelas Pdt. Hardjono.
“Pestisidanyapun kami dapatkan dari apa yang ada di sekitar kami,” imbuhnya. Kesibukan sebagai pendeta dan petani menjadi 2 dunia yang sangat menyenangkan bagi Pdt. Hardjono meskipun dia harus turun ‘nyawah’ 3 kali setiap minggu.
Di kalangan petani Jodhog saat ini Pdt. Hardjono lebih dikenal sebagai penyuluh pertanian dibandingkan sebagai seorang pendeta. Hal ini tidak membuatnya terganggu bahkan dia merasa gembira bisa dekat dengan jemaat petani bahkan para petani di sekitar Jodhog. Saat ini jemaat petani dan petani sekitar Jodhog tergabung dalam wadah Paguyuban Tani Organik Jodhog dengan memakai rumah Pdt. Hardjono sebagai basecamp dan separuh anggota paguyuban ini bukan jemaat gereja.
Rupanya model gereja yang mendampingi petani yang termuat di blog Stube HEMAT menarik perhatian Bapak Puji Sulaksono, mahasiswa S2 theologia di Singapura yang kemudian melakukan riset di Jodhog selama 1 bulan. “Saya sebenarnya merasa kecil dibidang pertanian dan sebuah kehormatan mendapat perhatian untuk riset,” ujarnya saat mampir ke sekretariat
Stube HEMAT untuk memberitahukan kabar gembira keberhasilan panen para petani sekaligus mendiskusikan cara pemasarannya. Selain harum aroma nasi yang dimasak, beras organik ini juga sehat karena tanpa bahan kimia dalam proses penanamannya.
Melalui artikel ini Pdt. Hardjono berharap bisa membuka jejaring untuk pengembangan paguyuban petani organik Jodhog dan mengundang jemaat-jemaat untuk mencicipi beras organik hasil panen petani-petani ini. Paguyuban terbuka apabila ada lembaga gereja atau lembaga pendampingan masyarakat yang tertarik untuk mendampingi demi pengembangan ke depan. Adapun contact person paguyuban ini melalui Pdt. Hardjono dengan nomer kontak (0274) 652 9811 atau di 0812 295 9323. *

  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2024 (4)
 2023 (38)
 2022 (41)
 2021 (42)
 2020 (49)
 2019 (37)
 2018 (44)
 2017 (48)
 2016 (53)
 2015 (36)
 2014 (47)
 2013 (41)
 2012 (17)
 2011 (15)
 2010 (31)
 2009 (56)
 2008 (32)

Total: 631

Kategori

Semua  

Youtube Channel

Official Facebook