Refleksi Eksposur Turgo oleh Daniel Prasdika (Lampung)
Sabtu, 27 Februari 2021 kami melakukan kunjungan ke dusun Turgo, dusun yang paling dekat dengan puncak gunung Merapi, dengan radius jarak 5 Km, sebagai salah satu bagian dari program Stube HEMAT Yogyakarta dalam topik ‘Climate Change and Life Survival’. Kegiatan ini berlangsung untuk mewujudkan kesadaran mahasiswa terhadap perubahan iklim dan bagaimana menjaga kelangsungan hidup baik manusia maupun lingkungannya. Turgo menjadi tempat saya dan teman-teman Stube berdialog langsung dengan warga setempat dan mengupas informasi apa yang terjadi selama beberapa kali erupsi Gunung Merapi. Beberapa warga yang menjadi sumber informasi pada saat kami berkunjung adalah bapak Misran sebagai kepala dusun, bu Sariyem dan bapak Hadi sebagai warga dan difasilitasi oleh Indra Baskoro Adi, S.Psi., M.M.B berkaitan manajemen bencana.
Ada beberapa hal yang menjadi pokok pembicaraan atau pertanyaan dalam kunjungan tersebut, seperti bagaimana peran pemerintah pada saat bencana atau saat Gunung Merapi sudah mulai menunjukan tanda-tanda kenaikan aktivitasnya, bagaimana masyarakat ‘membaca’ waktunya gunung Merapi akan segera meletus, apakah ada tanda-tanda khusus menjelang meletus, seperti apa pengalaman penduduk ketika erupsi, kemana penduduk Turgo ini mengungsi dan beberapa pertanyaan lainnya.
Satu dari narasumber yang kami wawancarai, yaitu bapak Misran, mengungkapan bahwa sekarang sudah ada tindakan langsung dari pemerintah setempat dengan melakukan edukasi dan sosialisasi berkaitan dengan erupsi Gunung Merapi, menghindari kawasan sungai ketika erupsi, menyediakan tempat pengungsian bagi warga, dan mencetuskan sister village, dimana desa di Turgo bermitra dengan salah satu desa di kawasan aman yang menjadi tempat mengungsi jika sewaktu-waktu terjadi erupsi.
Dari paparan Indra Baskoro, menurut UU No.24 2007 penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi terdapat potensi terjadi bencana meliputi: Kesiapsiagaan untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana yang dapat dilakukan melalui penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan bencana, pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini, penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar. Contohnya tas siaga yang berisi surat berharga, air minum dan makanan kering. Peringatan Dini yang berfungsi untuk menyampaikan informasi terkini status aktivitas Merapi dan tindakan-tindakan yang harus diambil oleh berbagai pihak dan terutama oleh masyarakat yang terancam bahaya, contohnya sirine dan alat komunikasi. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana, contohnya berupa pos pengamatan swadaya dan tim ronda yang mengamati puncak Merapi. Tanggap darurat bencana, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Contohnya sister village desa Turgo dengan salah satu desa di kecamatan Ngaglik.
Di eksposur ini kami menemukan beragam pengetahuan baru, dan ternyata ada empat tingkat yang menunjukkan aktivitas gunung Merapi, yaitu aktif normal, waspada, siaga dan awas, yang mana masing-masing memiliki syarat-syarat tertentu. Kami sangat dibekali oleh berbagai informasi yang berguna, harapannya kami memiliki kesiapan diri untuk mengantisipasi bencana, bagaimana bertindak saat bencana dan pascabencana yang tidak bisa diprediksi kapan terjadinya.***