Program ini memberi kesempatan peserta memahami realita kehidupan mahasiswa di Indonesia; mempelajari keragaman budaya, isu dan tantangan berkaitan kekayaan alam; mengamati praktek pertanian alternatif yang berkelanjutan; dan terlibat dalam dialog lintas iman. Peserta SCMI terdiri dari dua pendamping dan tujuh mahasiswa, yaitu, Tolly Yeptho, Rebekah Rajkumar, Larihun Lyngdoh, Minta Varghese, Santhi Perusetti, Sharon Christy, Imlikokba Kichu dan dua pendamping, yaitu, Inbaraj Jeyakumar dan Ibatista Shylla.
Bersama mahasiswa Stube-HEMAT Yogyakarta, mereka mengenal kota Yogyakarta termasuk Sumbu Filosofis kota ini dan mengunjungi kraton Yogyakarta dan kebun binatang Gembira Loka. Berkaitan dengan pertanian berkelanjutan di Indonesia mereka belajar di kawasan Samas, dimana lahan pasir kering dikelola sedemikian rupa menggunakan kompos dan sistem irigasi pipa sehingga menjadi lahan pertanian yang produktif. Para petani setempat memanfaatkan lahan pasir menjadi lahan pertanian yang produktif, seperti bawang merah, cabe, kacang hijau, jagung dan terong. Mengantisipasi permainan harga oleh para tengkulak mereka memperkuat diri melalui koperasi petani yang memfasilitasi modal dan penjualan hasil panen.
Sebagai bentuk pengenalan budaya dan sejarah, mahasiswa India berkesempatan mengunjungi candi Borobudur, candi Buddha terbesar di dunia. Sebagai salah satu warisan dunia, candi ini sangat megah dan unik dimana susunan setiap batu saling mengunci satu sama lain sehingga struktur candi menjadi kuat, sementara ornamen dan relief candi terpahat detil dan hal itu memukau mereka. Pelatihan Multikultural dan Dialog Antaragama dimana puluhan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia yang kuliah di Yogyakarta terkumpul dalam pelatihan ini dan menjadi ruang dialog yang berharga karena masing-masing peserta baik dari Indonesia dan India bisa mengenal dan bertukar pengalaman mengenai studi, budaya dan kehidupan. Tak ketinggalan praktek membatik tulis khas Yogyakarta, ‘henna’ seni lukis tangan India dan sajian khas kuliner India, seperti puri, masala, chapati, yoghurt atau pun chai tea melengkapi pemahaman aspek budaya. Dialog dengan organisasi mahasiswa Kristen, GMKI dan menyaksikan film Bumi dan Manusia memberi informasi pergerakan mahasiswa dan sejarah perjuangan bangsa Indonesaia di masa penjajahan, khususnya kehidupan perempuan.
“Saya baru pertama kali menemukan sistem pertanian lahan kering dengan mengolah lahan yang tidak produktif menjadi produktif. Saya pikir ini bisa diterapkan di India sebagai alternatif pertanian di lahan yang kering dan saya ingin membagikan apa yang saya alami di daerah saya, ”ungkap Imlikokba Kichu, salah satu peserta dari India. Ada banyak lagi pengalaman dan kesan positif dari para mahasiswa SCMI atas kegiatan yang dilakukan di Indonesia seperti penataan kota, kebersihan, fasilitas untuk orang cacat, keramahan masyarakat dan masih banyak lagi.
Pertemuan dan interaksi langsung para mahasiswa lintas bangsa ini tentu saja memberi nilai tambah bagi setiap pihak yang terlibat. Mereka saling belajar sekaligus memperbaiki diri sehingga sumber daya manusia bisa lebih berkualitas untuk mengarah pada peningkatan taraf kehidupan manusia secara universal. (TRU).