Ternyata urusan sampah tidak sesederhana yang saya pikirkan selama ini. Barang-barang yang sudah tidak saya pakai saya buang saja di tempat sampah dan selesai urusan. Urusan sampah bisa lebih dari itu, karena ketidaktahuan dan ‘tidak mau tahu’ itu yang membuat orang-orang tidak peduli dengan yang namanya sampah. Namun, saya menemukan pencerahan berkat pelatihan mahasiswa yang diadakan Stube HEMAT Yogyakarta. Pada saat saya diajak untuk mengikuti Program Energi dan Lingkungan (Pelatihan dan Eksposur). Saya lihat di brosur ada eksposur ke Bank Sampah Induk Gemah Ripah. Dari situ muncul pertanyaan dalam pikiran saya, bank sampah itu seperti apa? Apa kegiatannya? Apakah mengumpulkan sampah?
Sebelum lanjut, saya memperkenalkan diri, saya Kostansa Hukum, dari Kepulauan Aru, kuliah Manajemen Universitas Kristen Immanuel. Saya berpikir bahwa pengelolaan sampah di Aru daerah saya, belum baik karena masih banyak yang tidak peduli dengan membuang sampah langsung ke laut atau rawa, yang hanyut ketika laut pasang. Di Aru juga tidak ada orang yang berniat untuk membeli sampah kemudian dijual kembali. Jika ada orang yang mau membeli sampah, maka itu akan menjadi hal yang baik karena bisa mengurangi sampah di Aru. Pada umumnya sampah kertas dan plastik dibakar dan dibuang, belum diolah menjadi sesuatu yang bernilai. Meskipun ketika di sekolah tingkat SD & SMP sudah belajar tentang prakarya dari barang bekas namun ketika setelah lulus tidak dilakukan lagi.
Dari pengalaman yang saya ikuti di pelatihan ini, sampah tidak asing lagi untuk kita karena setiap saat kita menghasilkan sampah. Di Bank Sampah Gemah Ripah di Bantul, Bambang Suwerda sebagai narasumber, juga perintis bank sampah ini, menceritakan bahwa ini merupakan gerakan dari masyarakat untuk mengelola sampahnya. Jenis sampah yang kita tahu ada kertas, plastik, botol kaca, kaleng dan besi. Dengan mengunjungi langsung tempat kegiatan, saya bisa tahu bahwa dari berbagai jenis sampah ini bisa menghasilkan uang dengan cara menjual sampah sesuai jenisnya dan mengolah sampah dengan kreativitas menjadi gantungan kunci, pot bunga, baju, dan produk lainnya. Dari pengalaman kegiatan ini saya menemukan hal-hal baru, yaitu saya baru tahu jika sampah mempunyai bank, sampah bisa menghasilkan uang dengan cara didaur ulang, bahkan satu botol bekas minuman kemasan bisa dipilah menjadi 3 jenis menjadi tutup, label dan bdan botol. Selanjutnya saya melihat kembali suasana kebersihan di rumah kos, memang setiap kamar ada tempat sampah tetapi para penghuni kurang peduli dan membiarkan sampah menumpuk. Ini men jadi tantangan saya untuk menjadi contoh dan mengajak teman kos mengelola sampah dengan baik.
Saya berharap tulisan ini bisa menambah informasi dan pengalaman bagi pembaca, dan kita bisa mulai menerapkan cara membuang sampah yang benar dan mencintai kebersihan di daerah dan lingkungan sekitar kita tinggal. Pengalaman yang sudah saya dapatkan setelah mengikuti kegiatan Stube HEMAT tentang cara mengelolah sampah dan mengurangi sampah akan saya bagikan kepada yang lain.***