Hal penting yang acap kali lalai diperhatian adalah menumbuhkan ‘sense of belonging’ atas daerah asal pada anak-anak muda mahasiswa yang merantau untuk studi di luar pulau. Adanya rasa keterhubungan atas kepemilikan ini memunculkan kepedulian dan keinginan untuk melakukan sesuatu untuk daerah asalnya, karena anak-anak muda mahasiswa ini adalah aset daerah. Kesempatan studi di luar merupakan berkat berharga karena tidak setiap anak muda dari daerah bisa melanjutkan studi karena keterbatasan ekonomi, kondisi geografis dan pengaruh budaya. Mengelola aset daerah yang berupa sumber daya manusia (SDM) ini menjadi concern Stube-HEMAT Yogyakarta sebagai lembaga pengembangan SDM, khususnya mahasiswa dengan memberi nilai tambah pengetahuan, keterampilan dan sikap hidup kepada mahasiswa aktivisnya di Yogyakarta sehingga tumbuh kesadaran sebagai agent of change bagi daerah asalnya melalui program Eksposur Lokal. Kali ini program eksposur lokal diikuti empat mahasiswa yakni:
Putri Nirmala Valentina Laoli, mahasiswa dari Nias yang kuliah ilmu pemerintahan di STPMD APMD Yogyakarta. Putri terpanggil pulang Nias selama liburan kuliah untuk melihat kembali anyaman lokal Nias di Gido, kampung halamannya yang mulai sulit dijumpai karena pengrajin anyaman ini kebanyakan sudah berusia lanjut dan kaum muda kurang berminat menekuni anyaman meskipun sebenarnya anyaman ini, seperti bolanafo dan tufo, dibutuhkan dalam acara tradisional Nias dan sebagai cinderamata. Putri berkeliling di desa Somi kecamatan Gido dan desa Hiliganoita kecamatan Bawolato untuk menemukan pengrajin anyaman dan ketika ketemu ternyata pengrajin sudah sangat tua dan tidak ada yang mewarisi keterampilan ini. Tanaman untuk serat anyam adalah Keleömö (Eleocharis dulcis) sejenis rumput yang tumbuh di rawa-rawa, tanaman dikeringkan dan dipipihkan, lalu diberi pewarna dan dianyam.
Ia menemui perangkat desanya untuk berdialog tentang program desa berkaitan pelestarian anyaman tradisional Nias dan belum ada upaya khusus untuk itu, sehingga ia mendorong perangkat desa memberi perhatian pada pelestarian warisan budaya lokal dan memberdayakan masyarakat dengan usaha kerajinan yang menguntungkan. Kegiatan Putri lainnya adalah memotivasi siswa-siswa SMA belajar dengan baik dan cermat memilih jurusan di kampus, dan mengajari bahasa Inggris untuk anak-anak di sekitar rumahnya.
Marianus Yakobus Lily Lejap, seorang anak muda dari Lembata, Nusa Tenggara Timur yang kuliah di Universitas Janabadra (UJB) Yogyakarta jurusan Teknik Informatika. Marno, nama akrab Marianus kembali ke kampung halaman dan membagikan keterampilan mengoperasikan komputer untuk perangkat desa Omesuri dan Lamagute, kecamatan Ile Ape. Penguasaan teknologi dibutuhan perangkat desa mengingat fasilitas komputer sudah ada tetapi belum digunakan optimal karena belum bisa mengoperasikan komputer, sementara tuntutan layanan desa dan administrasi sudah berbasis teknologi dan komputer.
Kesulitan merancang jadwal karena sebagian perangkat desa sibuk mengurus kebun dan acara di daerah lain, tidak menyurutkan semangat Mariano untuk tetap mendampingi beberapa dari mereka yang antusias belajar. Dalam prosesnya, bidan desa dan pemuda karang taruna bergabung belajar komputer untuk mengetik surat administrasi desa, menyusun data penduduk, membuat tabel anggaran dan mendesain powerpoint. Selama proses interaksi dalam kegiatan ini, terungkap harapan para perangkat desa kepada mahasiswa daerah untuk membagikan pengetahuan mereka sebagai wujud partisipasi pembangunan desa.
Fei Anjelicha Tiladuru, mahasiswa program studi Ilmu Pemerintahan di STPMD APMD Yogyakarta yang berasal dari Poso, Sulawesi Tengah, memanfaatkan liburan untuk mendalami konsep dan pelaksanaan desa digital di desa Lamahu, Gorontalo. Konsep desa digital ini menarik sebagai respon perkembangan teknologi dan peningkatan kualitas layanan desa kepada penduduk berupa surat menyurat dan administrasi berbasis komputer, layanan pengaduan, darurat kesehatan dan keamanan berbasis aplikasi, termasuk peningkatan pendapatan desa melalui unit bisnis desa berupa rumah makan dan kios makanan kecil.
Dari Lamahu, Fei kemudian mencari peluang penerapan desa digital di kampung halamannya, di Pendolo, Sulawesi Tengah. Ia menemui perangkat desa dan karang taruna setempat, namun organisasi mereka belum terkelola dengan baik dan bahkan aktivitasnya mandeg. Sebagai alternatif ia mengumpulkan anak muda secara mandiri dan berdialog informal tentang realita yang dihadapi anak muda setempat tentang pergaulan dan kesempatan kerja, juga membangun komitmen saling berhubungan dan bertukar informasi.
Riskia Gusta Nita, dari Pugungraharjo, Lampung Timur, yang sedang menempuh studi Teologia di STAK Marturia dan mendalami dinamika pelayanan gereja dan isu-isu aktual berkaitan relasi antar umat beragama, dimana saat ini marak dengan isu intoleransi. Ia ingat di desanya ada tradisi saling kunjung saat hari besar agama, dimana penduduk setempat berkunjung ke penduduk yang merayakan hari besarnya, tidak masalah apakah mereka beragama Islam, Hindu atau Kristen, mereka tetap berelasi baik dan mewarisi tradisi ini sampai sekarang.
Di saat liburan kampus ia kembali ke desa dan mendalami tradisi saling kunjung tersebut, bagaimana awalnya, siapa saja yang berperan sehingga tradisi ini tetap lestari dan apa saja tantangan pada masa kini. Diakui bahwa tradisi ini bukan asli desa setempat karena penduduk desa ini awalnya dihuni oleh para transmigran dari Jawa, Bali dan Lombok sehingga penduduknya beragam. Saat hari besar sanak saudara saling berkunjung meskipun memeluk agama berbeda, kemudian ini berkembang menjadi kebutuhan bersama masyarakat setempat untuk menjalin kerukunan antar umat beragama, terbukti dengan adanya komunitas Gerakan Menjalin Kerukunan (GMK). Saat mengikuti tradisi saling kunjung, Kia berdialog bersama pemuda gereja setempat tentang partisipasi pemuda dalam pelayanan gereja dan relasi baik antar agama. Pengalaman ini menjadi bekal ke depan ketika Kia menjadi seorang pendeta menyampaikan pesan-pesan gerejawi secara inklusif dan mampu mewujudkan relasi harmonis antar agama di masyarakat.
Kiprah mahasiswa untuk melestarikan anyaman lokal, berbagi keterampilan komputer, meningkatkan layanan desa dan peran karang taruna, serta melestarikan semangat toleransi melalui tradisi saling kunjung merupakan buah-buah kesadaran mahasiswa untuk daerah asalnya. Adanya hubungan kontekstual antara mahasiswa dan permasalahan di daerahnya akan menggerakkan hati dan mendorong mereka melakukan sesuatu yang bemanfaat untuk daerah asal. (TRU).