Indonesia, negara kepulauan yang kaya akan budaya, suku, ras, agama, sumberdaya alam melimpah, sumberdaya hayati serta anugerah memiliki Bhinneka Tunggal Ika. Menjadi negara yang besar dan juga kaya tentu tidak lepas dari berbagai persoalan salah satunya intoleransi dimana agama menjadi salah satu alat untuk bisa berkuasa. Saya masih ingat betul kerusuhan tahun 1999/2000 di mana pada saat itu agama dipakai untuk berkuasa dan rakyat harus menanggung penderitaan, seperti tidak bisa sekolah, tidak bisa bermain bahkan hak kami sebagai anak dirampas.
Persoalan yang sebenarnya hanya sepele tetapi bisa memakan korban jiwa ribuan orang tak bersalah hanya karena agama, dimana yang satu merasa lebih benar dari pada yang lain dan yang lain tidak terima diperlakukan tidak adil oleh lainnya. Intoleransi bukanlah hal sepele, tetapi harus menjadi fokus kita bersama untuk terus merajut tali kasih sesama umat beragama, bergandengan tangan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian dari setiap agama dan aliran kepercayaan yang ada bangsa ini.
Berangkat dari masa lalu yang begitu pahit saya ingin bisa belajar dan bisa mengklarifikasi prasangka saya terhadap umat agama lain agar saya tidak terus berprasangka buruk tentang mereka atau sebaliknya. Kesempatan itu datang dari pelatihan Stube-HEMAT Yogyakarta Multikultur dan Dialog Antar Agama yang diadakan pada 6-8 Maret 2020 di Wisma Pojok Indah dengan tema Bersama Merangkai Indonesia. Pelatihan ini mengungkap kendala dalam berelasi antar umat beragama sekaligus menyediakan ruang untuk kami saling mengenal dan memahami satu sama lain. Saya berkesempatan berdiskusi dengan teman-teman dari berbagai daerah, agama dan juga suku, bahkan saya bisa berkunjung ke Vihara Karangdjati, dan itu pertama kalinya saya memasuki tempat ibadah agama Buddha.
Saya sangat terkesan dengan keramahtamahan mereka menyambut kami dan bagaimana Pak Totok Tejamano, S.Ag, selaku ketua Vihara bercerita tentang nilai-nilai ajaran Buddha serta bagaimana Vihara terbuka untuk masyarakat umum tanpa melihat latar belakang agama, sosial, suku maupun pekerjaan apa pun yang ingin datang bermeditasi. Meditasi sendiri memiliki tujuan agar kita bisa mengelola emosi, membuang energi negatif dan mendatangkan kebahagiaan dalam kehidupan kita. Jika kita bisa bahagia maka kita bisa berpikir lebih baik untuk bisa membangun toleransi antar umat beragama dan bagaimana kerukunan itu tercipta. Ini yang menarik bagi saya ketika Vihara menjadi terbuka untuk siapapun tanpa ada prasangka dan membayangkan situasi yang sama untuk setiap agama sehingga kedamaian terwujud di Indonesia.
Terimakasih Stube-HEMAT Yogyakarta telah memberikan saya kesempatan untuk bisa berkunjung ke Vihara, bertemu teman-teman baru dari Aceh sampai Papua, serta saya bisa mengklarifikasi prasangka saya sebelumnya, sekarang saya meyakini bahwa semua agama itu baik. Jika saya menemukan ada seseorang melakukan hal yang tidak baik, bukan berarti agamanya yang tidak baik, tetapi kembali kepada individunya yang belum mampu menghayati ajaran agamanya dan mewujudkan dalam perilaku sehari-hari. (EP)