Menjawab kerinduan untuk melahirkan penulis-penulis muda yang bisa mengakomodir nilai multikultur, Stube HEMAT Yogyakarta membuka kelas menulis dengan tema “Sinkronisasi Kepala, Hati dan Tangan”. Dimulai sejak tanggal 14 September 2013, kelas ini dilakukan pada hari Sabtu setiap minggunya bertempat di Omah Limasan dan diikuti oleh beberapa mahasiswa dari Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan (STTL), Sekolah Tinggi Agama Kristen Marturia (STAKM) dan Universitas Sanata Dharma (USD) yang diharapkan bisa menghasilkan karya tulis dalam 12 kali pertemuan.
Dibawah bimbingan Wiliam E. Aipipidely, atau Bang Willy, begitu sapaan akrab para peserta, kelas ini diawali dengan pemahaman antara penulisan artikel dan reportase, antara penulis dan wartawan. Sebagai praktisi yang kaya pengalaman dalam menghasilkan tulisan dan buku, ditambah kesehariannya sebagai salah satu aktivis di lembaga Satu Nama bidang demokrasi, William E. A memang memiliki kerinduan membagi ilmu jurnalisme kepada anak muda, sehingga tercipta aliran ilmu dan regenerasi yang diharapkan bisa bermanfaat di kehidupan mendatang.
Di kelas menulis ini peserta belajar memahami tata cara penulisan yang benar secara umum, bagaimana menulis buku, tata cara penulisan opini publik pada koran, tabloid lokal dan nasional, dan mampu menghasilkan karya tulis yang relevan, bermanfaat, terlebih lagi bisa berpihak pada kaum marginal disesuaikan minat masing-masing. Melalui kelas ini peserta mendekonstruksi kembali pemahaman mereka tentang menulis. Mereka juga belajar bagaimana menulis opini pada media cetak, menemukan bahan pendukung, langkah penulisan dan strategi menganalisa headline.
Kelas ini menjadi terasa seru karena tugas menulis langsung diberikan kepada peserta untuk dikumpulkan pada setiap pertemuan untuk diperiksa, dinilai dan dikomentari pembimbing dan peserta lain. Dari semua tulisan yang terkumpul belum bisa dikategorikan sebagai tulisan opini yang bisa dimuat di media cetak, karena belum menyertakan teknik penulisan yang benar seperti metode 5 W 1 H dan solusi yang tepat dari masalah yang diangkat dalam rubrik opini publik. Pertemuan-pertemuan selanjutnya akan menjadi lebih menantang buat peserta.
Bang Willy menegaskan bahwa menulis merupakan bagian dari aktivitas kehidupan kita sehari–hari, namun hanya sedikit orang yang mengetahui manfaat menulis bahkan makna sesungguhnya dari tulisan mereka belum bisa dipahami secara holistik dan mendalam. Realita menunjukkan bahwa mahasiswa dan pemuda Indonesia menganggap bahwa menulis hanya sebagai sebuah kebiasaan dan syarat untuk mendapatkan nilai atau digunakan hanya pada penyusunan tugas akhir, belum sampai pada tahap menemukan nilai pada sebuah karya tulis. Padahal jika dilihat, karya tulis itu sederhana saja, hanya merupakan sinkronisasi antara kepala, hati dan tangan yang tertuang pada sebuah kertas yang isinya bisa dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi orang lain. Sebenarnya, dengan tulisan-tulisan sederhana, seorang mahasiswa atau pemuda bisa dikatakan produktif.
Apa yang akan terjadi dengan pertemuan yang akan datang? Semoga ada peningkatan kemampuan dalam menulis. (SRB)