Hidup di tengah masyarakat dan belajar menghidupi budaya setempat membuat hidup lebih berarti dimana pun kita berada. Demikian juga Stube HEMAT yang ditempatkan di tengah-tengah masyarakat Yogyakarta, khususnya wilayah RW 19, Nyutran, sudah sepatutnya ambil bagian dalam dinamika kemasyarakatan yang terjadi. Seperti dalam kegiatan menyongsong hari kemerdekaan Indonesia ke-74 tahun, Stube-HEMAT berpartisipasi membagi informasi dalam acara “Dialog Budaya” pada tanggal 14 Agustus 2019, bertempat di kediaman Empu Keris, Eko Supriyono. Dialog Budaya mengangkat tiga topik yakni; Pemahaman Sumbu Filosofis kota Yogyakarta, Sejarah Kampung Nyutran, dan Keris.
Pemahaman sumbu filosofis kota Yogyakarta disampaikan oleh Direktur Eksekutif Stube-HEMAT, Ariani Narwastujati, dengan menayangkan video pendek yang menarik dan mudah dipahami khalayak. Video tersebut menjadi acuan dasar sederhana mengenai sumbu filosofis kota Yogyakarta yang menempati rangking ke-4 dari 15 video yang dikompetisikan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Video dengan sub-title bahasa Inggris bisa diakses pada link:
Video sumbu filosfis menjadi pembuka dialog budaya dan membuat hadirin lebih memahami dan mencintai kota Yogyakarta yang menjujung tinggi nilai-nilai kehidupan, kemanusiaan dan perbedaan ciptaan. Penonton dibuat merenungkan kembali hakikat dilahirkan, mengisi hidup dan proses kembali ke Ilahi.
Topik selanjutnya adalah sejarah kampung Nyutran oleh Endro Gunawan, generasi kesekian warga asli yang mula-mula tinggal di kampung ini. Kampung Nyutran mula-mula bisa diibaratkan sebuah markas prajurit yang berasal dari pulau Madura yang diberi nama Prajurit Nyutra. Prajurit ini menjadi salah satu bagian dari prajurit Kesultanan Yogyakarta yang berasal dari berbagai daerah dan pulau di Nusantara untuk mendukung Sultan.
Melanjutkan sejarah kampung, dialog mengenai Keris yang dibawakan Eko Supriyono, tidak kalah menariknya. Sudah ratusan, bahkan ribuan keris dihasilkan dari tangannya sejak tahun 1979. Sedikit banyak Eko Supriyono menjelaskan tentang jenis warangka dan juga setiap bentuk warangka memiliki namanya masing-masing. Pada prosesnya keris buatan Indonesia sudah terdaftar di UNESCO sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia pada tahun 2005.
Warga kampung Nyutran terlihat antusias mengikuti acara dialog dan muncul ide agar acara seperti ini dapat diagendakan secara rutin sebagai sarana edukasi masyarakat terkait dengan sejarah kota Yogyakarta, sejarah kampung Nyutran dan juga tentang keris yang juga merupakan salah satu kelengkapan busana adat laki-laki suku Jawa.
Indonesia sudah merdeka selama 74 tahun, menjadi perenungan bersama apa kontribusi yang dapat kita berikan bagi bangsa dan negara kita ini? Mencintai budaya, saling menghargai dan terus saling mendukung adalah salah satu pilihan yang bisa kita ambil. Sebab tugas kita melahirkan pemimpin yang bijak tanpa melihat suku, ras dan agama. Mari bersatu karena kita Indonesia yang penuh aneka ragam adat istiadat dan sejarah lokalnya. (SAP).