Bersama berpikir untuk daerah
Keberhasilan merupakan impian semua orang, namun untuk mencapainya bukan hal mudah karena perlu perjuangan dan ketekunan, terlebih jika ingin berhasil di usia muda. Anak muda harus berperan dalam pengembangan ekonomi karena mereka memiliki keunggulan dalam energi, penguasaan teknologi, dan ide-ide kreatif yang bisa dikolaborasikan. Anak muda berusaha mengembangkan diri bahkan sampai pergi ke luar daerah, seperti anak muda dari kecamatan Kanatang, Sumba Timur yang studi ke Yogyakarta. Mereka punya wadah anak muda bernama Kanatang La Jogjakarta, organisasi kekeluargaan bentukan anak muda dari Kanatang yang peduli pada pengembangan anak muda dari Kanatang yang studi di Yogyakarta.
Salah satu cara untuk mendukung pengembangan diri mahasiswa adalah dengan memperkuat jejaring dengan organisasi yang memiliki perhatian pada pengembangan sumber daya manusia, salah satunya adalah Stube HEMAT Yogyakarta. Stube HEMAT merupakan lembaga yang memfasilitasi mahasiswa menjadi pribadi berkualitas dengan membuat pelatihan-pelatihan. Bersama Trustha Rembaka, S.Th, koordinator Stube HEMAT di Yogyakarta, beberapa mahasiswa dari kecamatan Kanatang, Sumba Timur yang sedang studi di berbagai kampus dan jurusan di Yogyakarta, bertemu dan berpikir bersama tentang sumber daya anak muda di Gandroeng Kopi (16/03/2023). Menjadi anak muda yang berkualitas perlu belajar untuk memperlengkapi diri, dan di Stube HEMAT mahasiswa dapat belajar dan berlatih public speaking, menulis, teknologi digital, analisis sosial, wirausaha sosial dan memanfaatkan potensi lokal menjadi produk yang berkualitas melalui diskusi, pelatihan dan kunjungan langsung ke lapangan.
Trustha memandu peserta memetakan potensi apa saja yang bisa dikembangkan di Kanatang, dan mengidentifikasi apa yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan potensi desa mereka. Masing-masing yang hadir menceritakan keadaan desa dan dari sinilah bisa diketahui sejauh mana pengenalan daerah untuk bisa melihat apa yang bisa dilakukan. Di sini terungkap bahwa mereka berasal dari dua desa, Hambapraing dan Mondu, yang keduanya memiliki beragam destinasi alam yang menarik untuk dikunjungi. Dari wisata pantai dan rumah tradisional tenun ikat, dari laut menghasilkan rumput laut dan ikan, sedangkan dari pertanian menghasilkan jambu mete dan kacang tanah, sementara hasil ternak berupa kuda, kambing, ayam dan babi. Dalam rangka pengembangan Kanatang, maka mahasiswa bisa berkolaborasi dengan kelompok petani, komunitas seni budaya, karang taruna, kelompok perempuan dan komunitas yang ada.
Dengan menemukan potensi lokal yang ada mahasiswa bisa melihat peluang baru berupa pengolahan kacang tanah yang tidak dijual mentah tetapi menjadi produk siap makan, kacang mete kupas sebagai ganti kacang mete kulit, buah jambu mete menjadi sirup buah, dll. Dari ternak seperti babi bisa diolah menjadi produk siap makan seperti sei babi, babi bakar dan abon babi bahkan membuka warung khas masakan babi. Potensi pantai bisa dimanfaatkan untuk promosi wisata pantai ‘sun rise’ dan ‘sun set’ lengkap dengan gazebo-gazebo.
Para mahasiwa cukup antusias mengeluarkan ide mereka tentang Kanatang dan Sumba. Bersama Stube HEMAT mereka bisa belajar dan mendapat dukungan untuk mengembangkan diri di Yogyakarta untuk siap kembali mengembangkan kampung halaman. Anak muda Kanatang, bisa! ***
Refleksi peserta Eksposur Lokal ke Raja Ampat
Akhirnya saya menjejakkan kaki di tanah Papua! Ya, 15 Februari 2023 saya sampai di tanah Papua untuk pertama kali melalui Program Eksposur Lokal ke Raja Ampat, salah satu program kegiatan Stube HEMAT Yogyakarta untuk memperkuat pelayanan Stube HEMAT dan ruang bagi mahasiswa aktivis Stube HEMAT yang sedang kuliah di Yogyakarta membagikan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki untuk mahasiswa dan masyarakat di Raja Ampat dan sekitarnya. Saya berada di Sorong dan Raja Ampat sampai 28 Februari 2023.
Dalam kegiatan eksposur ini saya mengajak mahasiswa setempat memetakan potensi diri dan wilayah, keterampilan menulis, keterampilan menggunakan komputer, pendampingan anak-anak dan membantu pelaksanaan kegiatan Multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat. Tinggal di kawasan Papua adalah keramahan, senyum, salam dan sapa. Ya, tidak lagi kata orang, katanya, dan mungkin, tetapi ini pengalaman otentik tinggal bersama keluarga di Papua. Persepsi dan asumsi mendapat pencerahan ketika berada dan berinteraksi di dalamnya. Masyarakat Papua menyambut seseorang, tanpa melihat latar belakang. Menjelajah dari Sorong, Waisai, Aimas, Majaran, Katapop tapi malah ketemu kampung Wonosobo di bagian selatan kabupaten Sorong.
Eksposur Lokal di Raja Ampat, termasuk Sorong dan sekitarnya, memberi pengalaman yang mengerucut pada kesimpulan pentingnya kerja-usaha lebih demi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Papua. Ini tantangan berat dan butuh waktu untuk berproses mengejar ketertinggalan tersebut. Tantangan yang ada adalah menemukan orang yang benar-benar ‘concern’ pada peningkatan kualitas SDM, selanjutnya ‘menemukan’ lembaga atau sponsor yang mendukung upaya peningkatan SDM secara berkelanjutan dan tak kalah penting adalah target group masyarakat yang tepat untuk diajak maju meningkatkan kualitas sumber daya manusianya.
Secara geografis, Raja Ampat sebagai kawasan kepulauan memiliki tantangan tersendiri terkait akses di masing-masing pulau, bagaimana masing-masing daerah bisa saling terhubung dengan transportasi yang murah dan aman. Diperlukan sinergitas untuk melangkah maju bersama yang melibatkan kebijakan pemerintah, akademisi dengan gagasan dan pemikiran, lembaga-lembaga dan swasta bergerak dan peran masyarakat.
Bentuk-bentuk keberpihakan yang penulis temukan di Majaran, yaitu Multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat yang melayani peningkatan SDM baik pengetahuan dan keterampilan, tidak saja untuk anak muda dan mahasiswa, tetapi bahkan untuk anak-anak dan kelompok usia lainnya. Panti asuhan yang mengakomodir anak-anak dari berbagai kawasan pedalaman di Papua, seperti Sorong, Tambrauw, Maybrat, Manokwari, Nabire, Timika Wamena, Merauke, untuk tinggal dan melanjutkan sekolah di Majaran dan sekitarnya. Setidaknya, mereka bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan kesempatan berinteraksi dengan lebih banyak orang, sehingga membantu mereka memiliki pengalaman baru dan wawasan yang luas.
Sekali lagi, dengan komitmen ‘Jangan Biarkan Seorang Pun Terbelakang’ di Papua, maka penting menemukan orang-orang yang memiliki keterpanggilan untuk melayani peningkatan SDM, lembaga dan institusi yang mendukung secara berkelanjutan, bersama masyarakat lokal yang bersemangat memiliki hidup yang lebih baik. ***
Terpilih sebagai salah satu peserta program Exposure To Raja Ampat di pulau Papua khususnya provinsi Papua Barat Daya yang baru saja dimekarkan, merupakan berkat Tuhan Yesus yang diberikan kepada saya. Ini menjadi pengalaman pertama saya mengabdi masyarakat di rumah saya sendiri, Papua. Di lain pihak, hal ini menjadi sebuah tantangan apa yang bisa dilakukan dengan melihat dan merasakan langsung realita yang ada.
Selama dua minggu di bulan Februari, saya mengelola waktu untuk membagikan ilmu pengetahuan dan keterampilan kepada masyarakat di Majaran, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. Di sana saya melihat realita yang membuat saya sedih yakni melihat ketertinggalan sumber daya manusia. Harus diakui bahwa pendidikan di Papua harus ‘berlari’ untuk mengejar ketertinggalan dari daerah lain dengan peningkatan fasilitas pendidikan dan tenaga pendidik.
Kegiatan di Majaran bersama Multiplikasi Stube HEMAT di Raja Ampat berupa pelatihan public speaking, belajar bahasa Inggris, membaca, menulis, menceritakan ulang dan mengoperasikan PowerPoint. Dalam proses pelatihan, kami melihat bahwa masyarakat setempat memiliki semangat dan daya juang tinggi tapi minim fasilitas untuk mengembangkan potensi dan kapasitas mereka. Di kampung Wonosobo, saya menemukan anak-anak mempunyai niat dan semangat belajar tinggi, tetapi kurang pengajar. Seorang ibu mengatakan bahwa anak-anak di sini sebenarnya pintar, tapi tidak ada tenaga pengajar untuk melayani dan mendidik mereka.
Dari pengalaman ini saya menemukan berbagai hal sebagai refleksi bahwa tidak cukup hanya mengajar tapi harus disertai bimbingan atau didikan. Anak muda, anak-anak dan masyarakat akan mudah mengerti bila mendidik sambil melayani. Selanjutnya penting dilakukan transfer ilmu pengetahuan kepada anak-anak muda dan masyarakat untuk memperluas wawasan mereka, sekaligus menjadi dasar untuk melangkah menuju masa depan yang lebih baik dan sehat.
Lebih lanjut lagi, saya melihat anak muda setempat terampil berburu, tetapi mereka tidak tahu bagaimana cara mengelola potensi yang ada di sekitar mereka, seperti sagu, kelapa, keladi dan ikan laut. Sebenarnya mereka mampu jika ada pendampingan untuk mengangkat potensi yang mereka miliki, misal mengolah sagu menjadi kue kering, keladi menjadi keripik balado, atau ikan laut menjadi campuran sambal. Menurut saya, pendampingan harus terus menerus dilakukan sampai menuju perkembangan. Pemberdayaan anak-anak muda dan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan potensi yang dimiliki, supaya bisa bekerja mandiri dengan berwirausaha.
Terima kasih kepada Stube HEMAT Yogyakarta yang sudah menjadi wadah mengembangkan kapasitas anak muda dalam berkarya. Harapan ke depan, semoga banyak mahasiswa mendapat kesempatan melakukan pemberdayaan masyarakat. ***
Kegiatan Exposure to Raja Ampat merupakan kegiatan mengembangkan pengetahuan serta share skill kepada pemuda-pemudi di daerah kepala burung pulau Papua, dan kegiatan ini akan berdampak positif tidak hanya untuk para muda-mudi di sana, tetapi juga untuk saya sebagai peserta eksposur, karena bisa berbagi ilmu yang dimiliki. Kegiatan ini berlangsung 14 hari, dari tanggal 14 sampai dengan 28 Februari 2023 di kabupaten Sorong dan kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya.
Saya, Patrick Valdano Sarwom, dari Sorong, aktivis Stube HEMAT Yogyakarta yang kuliah di Ilmu Komunikasi Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa ‘APMD’ Yogyakarta, menyukai belajar banyak hal, termasuk mengimplementasikan ilmu dimiliki, sebab saya sadar bahwa teori dari kampus berbeda dengan apa yang dihaapi di lapangan. Berikut di bawah ini adalah pengalaman mengikuti program eksposur ke Raja Ampat.
Satu pengalaman yang menarik adalah saat melakukan kegiatan di kampung Wonosobo, Kecamatan Salawati, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Kampung ini berada di 61 km selatan kota Sorong, dan perlu satu setengah jam untuk mencapainya. Di tempat ini saya dan tim mengadakan kegiatan membaca, publik speaking, menulis, mewarnai gambar untuk anak-anak, mengenal ikan yang dilindungi, dan bahasa inggris kepada remaja. Anak-anak dan remaja setempat sangat bersemangat untuk belajar hal baru, namun terbatas dalam fasilitas bacaan. Di kelompok bahasa Inggris untuk remaja yang saya ampu, kami berdoa bersama dan saat berdoa itu tak terasa air mata saya menetes merasakan goncangan hati melihat rasa ingin tahu dari anak-anak Papua yang mempunyai suara merdu sangat besar dan bersemangat meski minim sarana belajar. Di saat yang lain, seorang mama dari Papua, asli suku Moi Sigin, mengatakan kepada saya, "Di sini tidak ada Taman Kanak-Kanak, guru bahasa Inggris juga tidak ada, bahkan sampai belajar di SMP belum ada, akibatnya mereka belum bisa berbahasa Inggris." Saya terdiam pilu mendengar ini, bagaimana tidak? Kondisi ini terjadi di tanah kelahiran saya.
Sebenarnya, Wonosobo adalah bagian dari ibu kota Provinsi Papua Barat Daya, tetapi mengapa masih terjadi hal seperti ini. Pertanyaan besar untuk saya dan orang yang membaca tulisan ini, sebenarnya dalam pembangunan, bukan fisik bangunan yang dinomorsatukan, melainkan manusianya yang tinggal dalam bangunan itu. Membangun manusia berarti membangun kehidupan, dan bangunan yang megah itu akan dikerjakan oleh manusia yang tinggal dalam bangunan itu. Apakah mereka merasakan dampak pembangunan, atau bisa jadi tidak tinggal dalam bangunan itu? Ini menjadi tugas bersama untuk melihat realitas secara utuh.
Saya berterima kasih kepada Tuhan lewat Stube HEMAT Yogyakarta yang memberi kesempatan anak Papua yang studi di Yogyakarta melihat realita di tanah sendiri dan melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk daerahnya. Dengan melakukan hal kecil bisa mengantarkan kita melakukan hal-hal besar terutama yang bermanfaat bagi sesama. Saya juga menemukan pengalaman berharga yaitu keluarga baru yang mengajarkan tentang kasih sayang dan pengorbanan dengan menyediakan tempat dan makan bagi anak muda yang menghadapi keterbatasan biaya tapi ingin sekolah dan kuliah. Hal ini membuat saya bersemangat lebih maju lagi dan berdampak baik bagi orang lain. Dari pengalaman eksposur ini saya belajar, bukan mengkritik melainkan mempraktikkan apa yang bisa dilakukan, meski kecil tapi berdampak baik bagi orang di sekeliling. Semoga daerah kabupaten Sorong semakin berkembang baik Bersama anak-anak mudanya. Terima kasih Stube HEMAT! ***