Kebun Stube HEMAT di Gunungkidul menerima menerima kunjungan sekelompok anak muda yang berasal dari Surakarta, tepatnya dari muda-mudi GKJ Gebyog. Mereka tertarik untuk mengamati budidaya jamur tiram, dari bagaimana merintis dan memulai bisnis jamur tiram, sebagai alternatif kegiatan yang bisa mereka lakukan baik secara kolektif di komunitas mereka maupun secara pribadi. Sebenarnya, ini menjawab rasa penasaran mereka karena sekian waktu mereka melihat postingan jamur tiram dan kebun Stube HEMAT di Instagram dan WhatsApps. Akhirnya mereka mewujudkan kunjungan belajar pada hari Sabtu, 27 April 2024.
Trustha Rembaka, pengelola Kebun Stube HEMAT dan owner rumah jamur tiram Mas Koko Mushroom, menyambut dengan ramah kedatangan muda-mudi ini. Dari perkenalan terungkap bahwa mereka sering mengadakan jualan kuliner dan hasilnya untuk kegiatan komunitas muda-mudi. Nah, siapa tahu jamur tiram bisa menjadi alternatif yang mereka usahakan ke depan. Trustha memaparkan konsep Kebun Stube HEMAT sebagai wahana belajar bagi siapapun yang berminat berkaitan pangan dan ketersediaan pangan yang terpadu atau integrated farming.
Mengenai budidaya jamur tiram Trustha mengungkapkan bahwa usaha ini masih skala kecil di bawah 1000 baglog. Jamur tiram menjadi pilihan karena jamur tiram mudah tumbuh dan perawatan sederhana, pangsa pasar setempat masih terbuka dan cenderung meningkat; dan baik untuk kesehatan. Media tanam jamur tiram atau baglog berisi serbuk kayu lunak tapi tidak bergetah, bekatul dan kapur mill dengan komposisi tertentu dimasukkan dalam plastik Polypropilin (PP), selanjutnya memasang cincin penutup baglog. Proses sterilisasi dengan mengukus baglog selama 6-8 jam. Setelah dingin, bibit jamur dimasukkan dalam baglog melalui leher baglog dan berikutnya tinggal membiarkannya berinkubasi memenuhi baglog.
Tentang kubung atau rumah jamur, bisa memanfaatkan ruangan kosong maupun mendirikan bangunan khusus untuk menempatkan baglog untuk tumbuh. Penting untuk menjaga kondisi kubung jamur di kisaran suhu 22-28°C dan kelembaban 70-90% dengan pengabutan pada lantai atau tanah dan pada baglog. Jika miselium sudah memenuhi baglog, itu saatnya membuka tutup baglog dan membuat lubang tambahan untuk jalur tumbuh jamur tiram. Jamur tiram bisa dipetik 3-5 hari setelah bertunas dan panenan jamur tiram hanya bertahan 10 jam di suhu ruang, dan 2-3 hari dalam lemari pendingin. Jamur tiram sendiri bisa dipasarkan dalam bentuk jamur segar, maupun olahan seperti sate jamur, sop jamur, bakso jamur, crispy, keripik dan olahan lainnya.
Diskusi makin menarik saat membahas budgeting, di luar kebutuhan konstruksi dan perlengkapan kubung jamur, biaya untuk per seribu baglog adalah 2.500.000 rupiah, sedangkan potensi panen per baglog adalah 3 ons / 0,3 kg (minimal). Dengan resiko gagal tumbuh 10% maka perhitungan yang didapat dari 0,3 kg x 900 baglog adalah 270 kilogram. Dengan harga petani di Yogyakarta kisaran 15.000 rupiah maka hasilnya per dua bulan adalah 4.050.000 rupiah. Mengenai pemasaran, tentu produsen melakukan beragam cara penjualan baik offline maupun pemesanan online, promosi produk dari lingkungan terdekat, komunitas maupun jaringan, mendistribusikan ke pasar, penjual sayuran skala kecil maupun rumah makan terdekat. Kegiatan berikutnya adalah petik jamur tiram. Satu per satu dari muda mudi mengamati rumah kubung jamur, rak jamur dan baglog, termasuk bagaimana memanen jamur tiram. Ada dari mereka yang terampil untuk memetik namun ada juga yang nampak ragu-ragu memetiknya, tetapi tidak mengurangi keseruan dari kunjungan belajar saat ini.
Di akhir kunjungan, Eunike Sari, salah satu peserta mengungkapkan kesannya, demikian “Ini pertama kali saya datang ke rumah jamur Mas Koko Mushroom, kesan pertama yang saya rasakan adalah menyenangkan sekali punya kebun yang luas seperti ini sehingga bisa untuk dijadikan ladang usaha yang menghasilkan income selain untuk mencukupi kebutuhan keluarga sendiri. Saya bersyukur bisa datang secara langsung sehingga bisa memetik memilih jamur tiram sendiri dengan pilihan yang terbaik pastinya. Terima kasih rumah jamur dan kebun Stube HEMAT, sudah memberikan kesempatan untuk saya berkunjung dan memetik langsung jamur jamur tiram yang kualitasnya bagus.”
Sebuah langkah baru memiliki tantangan tersendiri, dengan membuka pemikiran lebih luas dan menemukan beragam alternatif untuk dikerjakan akan membekali seseorang untuk berani melangkah menjemput peluang dan mengerjakannya dengan kesungguhan.***
Mengikuti Workshop Inklusi Kampala Principles di Indonesia
Kampala Principles merupakan pedoman bagi kalangan bisnis dan masyarakat sipil untuk mencapai SDGs. Kampala Principles muncul dari pertemuan The Global Partnership for Effective Development Cooperation (GPEDC) di Kampala, Uganda (Maret 2019). GPEDC sendiri berdiri sejak 2011 di Busan, Korea Selatan, sebagai platform bagi para pemangku kepentingan yang bertujuan meningkatkan efektivitas kerjasama pembangunan dan berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Poin pencapaian SDGs ini menjadi concern Stube HEMAT untuk ambil bagian dalam workshop online yang diinisiasi YAKKUM berupa Workshop dan Dialog Inklusi Kampala Principles di Indonesia: Peluang Kolaborasi Pemerintah – Swasta – Organisasi Masyarakat Sipil untuk Efektivitas Pembangunan (Kamis, 18/04/2014). YAKKUM sebagai anggota GPEDC di Indonesia yang mengikuti pelatihan monitoring sejauh mana pemerintah dan pihak swasta melibatkan masyarakat sipil dalam kerjasama pembangunan, seperti yang ditekankan oleh GPEDC dan Kampala Principles sebagai pedomannya, YAKKUM mendapat mandat untuk untuk melaporkan progress di Indonesia paska monitoring tahun lalu.
Dalam paparannya, Rita Tri Haryani dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM, memaparkan pertemuan untuk mensosialisasikan hasil survey dan konsultasi Kampala Principle Assessment di Indonesia dan menginisiasi dialog inklusif untuk peluang kerjasama kemitraan yang efektif antara Pemerintah, Sektor Swasta dan organisasi masyarakat sipil. Sehingga, diharapkan para pemangku kepentingan mengetahui gap dari pelaksanaan Kampala Principles, khususnya terkait kerjasama antara sektor swasta dengan organisasi masyarakat sipil, dan memperkuat kerjasama kemitraan yang efektif antara pemerintah, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil dalam kerjasama pembangunan.
Lanjutnya, Kampala Principles mencakup: 1) kepemilikan negara yang inklusif dengan memperkuat koordinasi, penyelarasan dan pengembangan kapasitas di tingkat negara; 2) hasil dan dampak sesuai target pembangunan berkelanjutan melalu skema yang menguntungkan semua pihak; 3) kerjasama yang inklusif dengan membangun kepercayaan melalui dialog dan konsultasi yang inklusif; 4) tranparansi dan akuntabilitas dengan mengukur dan menyebarluaskan hasil pembangunan berkelanjutan; 5) tidak seorang pun yang tertinggal, dengan mengidentifikasi, menanggung bersama dan memitigasi risiko bagi seluruh pihak.
Narasumber berikutnya, Rokhmad Munawir dari YAPPIKA (Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia). YAPPIKA bergerak pada advokasi kebijakan dan perbaikan layanan publik di Indonesia. Dalam paparannya disampikan salah satu programnya, yaitu sekolah aman, dimana pendidikan sebagai hak dasar, sekolah menjadi tempat yang inklusif dan aman, melalui peningkatan kualitas sanitasi sekolah, fasilitas sekolah dan bebas dari kekerasan. Lebih lagi, ia juga mengungkap ragam donor yang berpartisipasi dalam mendukung program kegiatan berasal dari publik, donasi institusi, filantropi, CSR perusahaan dan multifunding.
Beta Wicaksono, dari Community Relation Exxon Mobil Cepu Limited, menyampaikan bahwa tambang minyak perusahaan mencakup wilayah Cepu, Tuban dan Bojonegoro, sehingga prioritas dari perusahaan memang untuk pengembangan masyarakat di tiga kawasan itu, selaras dengan rencana pembangunan daerah. Bentuk tanggungjawab sosial perusahaan ada beberapa, di antaranya peningkatan sumber daya manusia melalui pusat pelatihan guru, pelatihan pengrajin anyaman, termasuk kontrol kualitas dari penyedia pasar kerajinan, penyediaan instalasi sanitasi dan biogas, dan renovasi pasar setempat
Dari pertemuan tersebut muncul gagasan untuk mewujudkan komunikasi lebih intens antar organisasi masyarakat sipil dalam wujud koordinasi dan sharing informasi peluang kerjasama dengan pemerintah maupun pihak swasta, sehingga antar organisasi masyarakat sipil semakid solid dan kehidupan masyarakat meningkat. ***