Megalitikum merupakan salah satu periodisasi masa prasejarah yang didasarkan pada kebudayaan. Berasal dari bahasa Yunani, “Mega” yang berarti besar dan “Lithos” yang berarti batu, Megalitikum secara etimologis dapat diartikan sebagai zaman batu besar. Pada periode megalitikum ini hampir seluruh hasil kebudayaan menggunakan batu sebagai simbolnya. Namun, Wagner mengemukakan bahwa konsep megalitik ini bukan hanya mengacu kepada batu-batu besar saja, karena batu kecil dan bahkan tanpa monumen sekalipun dapat dikatakan berciri megalitik¹. Hal ini didasari pada maksud dan tujuan dari pada penyembahan atau pemujaan kepada arwah nenek moyang².
Budaya ini muncul sebagai respons terhadap berbagai perubahan sosial, spiritual, dan praktis dalam kehidupan masyarakat purba, yang muncul tidak hanya di satu tempat, tetapi tersebar di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Hal ini menandakan adanya pola berpikir serupa dalam menanggapi kehidupan dan kematian. Bentuk kebudayaan megalitik yang menggambarkan relasi antara manusia dengan arwah nenek moyang, antara lain dolmen, menhir, altar batu, lumpang batu, batu dakon, dsb³. Selain itu, struktur batu besar, seperti dolmen atau menhir, sering menjadi penanda status tokoh penting dalam komunitas. Proses pembangunan megalit pun menjadi sarana mempererat kerja sama antar kelompok atau antar anggota komunitas. Bangunan megalitikum yang digunakan sebagai tempat pemujaan atau pemakaman, menunjukkan pentingnya roh nenek moyang dalam kehidupan mereka.
Gunung Kidul, Yogyakarta menjadi salah satu daerah di Indonesia tempat ditemukannya menhir era megalitikum. Di daerah Karangmojo ditemukan tiga arca, sementara di daerah Playen ditemukan 11 menhir (penelitian 1968 dan pengamatan 1980). Menhir yang ditemukan di Playen, Gunung Kidul ini memiliki kesamaan dengan menhir yang ditemukan di daerah Napu, Besoa, dan Bada, Sulawesi Tengah. Menhir yang ditemukan di Playen, Gunung Kidul ini menjadi wujud kebudayaan megalitik yang menggambarkan atau sebagai kenangan terhadap nenek moyang. Mengingat, lokasi daripada ditemukannya menhir ini berada tidak jauh dari situs kuburan.⁴ Peninggalan megalitikum berbentuk Menhir ini bisa dijumpai di Museum Sonobudoyo Yogyakarta di Gedung Thomas Karsten.
![]() |
1 Amaluddin Sope, “Tradisi Megalitik dan Fenomena Nisan Menhir di Situs Makam Kuno Pulau Pandan Kendari” dalam Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat, Vol. 13, No. 2, 2021, hlm. 134.
![]() |
4https://repositori.kemendikdasmen.go.id/9908/1/2.Tinjauan%20Sementara%20Tentang%20Arca%20
Menhir%20Gunung%20Kidul.pdf, diakses pada 13 Juli 2025, pukul 12.35 WIB.