Pembelajaran otentik (authentic learning) adalah sebuah pendekatan pembelajaran otentik (asli) yang memberi ruang kepada peserta didik menemukan dan mendiskusikan masalah nyata, kemudian membangun pemahaman baru sebagai respon untuk menyikapi masalah yang ada, bahkan dalam proses ini peserta didik juga ‘berinteraksi’ dengan masalah yang ada maupun berdialog dengan orang yang terlibat di dalamnya. Konsep pembelajaran ini menjadi salah satu model kegiatan Stube HEMAT Yogyakarta dimana peserta mahasiswa berinteraksi secara langsung dengan pihak-pihak yang berkaitan dengn topik. Dalam pelatihan Social Entrepreneurship saat ini Stube HEMAT Yogyakarta melakukan kunjungan belajar ke Credit Union Cindelaras Tumangkar (CUCT) di Condongcatur, Sleman untuk mendalami problematika masyarakat tentang keuangan atau finansial dan bagaimana masyarakat berjuang untuk mandiri (12/11/2022).
Di kantor CUCT para peserta bertemu dengan Sudarwanto, S.Pd., salah satu perintis dan pernah menjabat manajer CUCT dua periode. Ia mengungkapkan latar belakang CUCT karena problematika masyarakat yang mayoritas petani dan buruh tani. Mereka mengalami kesulitan finansial karena terjerat pinjaman yang mencekik dan memaksa mereka meminjam untuk menutup pinjaman lainnya guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, kecenderungan gaya hidup instan dan konsumtif menjadi lingkaran setan yang menghambat kesejahteraan hidup mereka.
Beruntungnya, kesadaran muncul pascadiskusi di dusun Puluhan, Moyudan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tentang bagaimana seharusnya anak bangsa mengelola bangsa ini di tengah arus globalisasi dan kapitalisme. Kenyataan yang terjadi masyarakat dengan keuangan terbatas ketika menabung di bank, uangnya tidak bertambah tetapi malah semakin berkurang karena beragam potongan, dan laba bank tidak dibagikan ke nasabah, artinya uang akan mengalir ke pemilik modal atau pemegang saham, sehingga larinya aset kepada pemilik modal berkontribusi pada kehancuran keuangan masyarakat dengan keuangan terbatas. Ketika masyarakat akan mengembangkan diri malah terhambat dengan ketidakmampuan mengakses modal karena beragam persyaratan dan pengembalian kredit pun menjadi beban tersendiri.
Para peserta mencoba mencerna paparan tadi, mereka baru menyadari tentang ‘melek finansial’ dan supaya tabungan bank bisa memberikan laba, artinya mereka harus memiliki simpanan dengan jumlah besar, di luar kemampuan seorang mahasiswa. CUCT menawarkan alternatif dimana nilai tabungan bisa tumbuh sejalan dengan akses modal untuk usaha. Di saat bersamaan anggota bisa memiliki tabungan dan mengakses modal sehingga anggota mendapat pendapatan dari balas jasa pinjaman dan laba usaha. Bahkan pendapatan CUCT akan kembali ke anggota. Menariknya, di samping layanan keuangan CUCT juga melakukan pendidikan literasi keuangan sehingga masyarakat sadar tentang pengelolaan keuangan dan adanya prinsip jangan sampai orang mati meninggalkan beban ke ahli warisnya. Di awal berdiri di 16 Juni 2006 CUCT memiliki 11 anggota dengan aset 16 juta, saat ini 2022 anggotanya lebih dari 5.000 orang dengan aset 64 milyar.
Di eksposur terungkap bahwa sebenarnya koperasi menjadi alternatif yang sudah ada di bangsa ini, namun pengelola dan pengelolaannya harus lebih diperhatikan dengan keberpihakan pada anggotanya. Para peserta termotivasi untuk mendalami suatu masalah sosial di masyarakat dan upaya masyarakat untuk lepas dari permasalahan, misalnya persoalan petani peternak, petani perkebunan singkong dan jerat rentenir.
Melalui pelatihan Social Entrepreneur, mahasiswa perlu melek keuangan, bagaimana mengelola pendapatan, merancang pengeluaran dan membidik usaha yang potensial sehingga mereka bisa mengembangkan diri mereka dan menjadi aktor perubahan di daerah. Ayo anak muda, melek keuangan dan kembangkan usaha untuk kesejahteraan masyarakat.***