Mahasiswa Jadi Owner Wirausaha? Bisa!

pada hari Sabtu, 25 Mei 2024
oleh Trustha Rembaka

        

 

Salah satu indikator negara maju adalah memiliki 14 % penduduk yang menjadi pelaku wirausaha, sedangkan di Indonesia masih di bawah 4 % (data Badan Pusat Statistik – BPS 2023). Ini perlu upaya untuk mendorong kebangkitan ekonomi dan munculnya lapangan pekerjaan, dimana mahasiswa juga mesti berperan untuk meningkatkan persentase wirausahawan di Indonesia. Di kalangan mahasiswa sendiri, ada beberapa pilihan pascakuliah, seperti ASN, karyawan kantor, entrepreneur, atau melanjutkan studi.

Seiring dengan realita di atas, Global Entrepreneurship Index Indonesia ada di peringkat 75 dari 132 negara di dunia. GEI sendiri merupakan salah satu parameter iklim wirausaha di sebuah negara, yang mengukur sikap masyarakat, sumber daya dan infrastruktur yang membentuk ekosistem kewirausahaan di sebuah negara. Ada 14 aspek yang diukur, yaitu persepsi terhadap peluang (opportunity perception), keahlian dalam membangun sebuah startup (startup skills), penerimaan risiko (risk acceptance), jejaring (networking), dukungan kultural (cultural support), kesempatan untuk memulai startup (opportunity perception), penyerapan teknologi (technology absorption), sumber daya manusia (human capital), kompetisi (competition), inovasi produk (product innovation), inovasi proses (process innovation), pertumbuhan yang kontinyu (high growth), internasionalisasi (internationalization) dan risiko modal (risk capital).

Selain itu, temuan yang cukup menggelitik dari Global Entrepreneurship Monitor (GEM), sebuah tim peneliti berbasis survei tentang kewirausahaan di seluruh dunia, tentang Survei Populasi Dewasa, GEM memberikan analisis mengenai karakteristik, motivasi dan ambisi individu yang memulai bisnis, dan sikap sosial terhadap kewirausahaan, yaitu pengusaha perempuan perlu mendapatkan lebih banyak dukungan. Para ahli di 37 dari 48 negara menilai dukungan sosial bagi perempuan tidak memuaskan, tetapi 28 dari 48 negara menilai baik tentang akses perempuan pengusaha terhadap sumber daya. Temuan lainnya adalah ketakutan akan kegagalan bagi para calon wirausaha dalam menciptakan start-up baru, terutama perempuan. Setidaknya dua dari lima orang dewasa yang melihat peluang bagus tapi tidak memulai bisnis karena takut bisnisnya akan gagal, yang muncul di 35 dari 45 negara, termasuk perempuan yang melihat peluang bagus dalam bisnis tetapi tidak mau memulai karena takut gagal.

 

 

 

 

Berkaitan dengan keypoint perempuan dan berwirausaha, Stube HEMAT Yogyakarta bersama mahasiswa berdialog langsung dengan anak muda sekaligus praktisi bisnis di Purworejo, Jawa Tengah (24/5/2024). Dalam dialog yang diadakan di aula kantor Credit Union Angudi Laras, Rena, nama akrab dari Verena Devi Andini, mengungkapkan dirinya seorang perempuan muda dari Purworejo yang berstatus mahasiswa. Namun demikian, ia juga mengelola bisnis kuliner dan bekerja di sebuah kantor Credit Union.

 

 

 

 

Ia mengelola bisnis kuliner ayam goreng dengan brand Lapak Chicken yang berlokasi di Purworejo. Jiwa bisnis telah muncul sejak sekolah menengah dengan menerapkan model jastip, alias jasa titip. Memang masih sederhana, yaitu ketika pergi ke Yogyakarta, atau kota lainnya ia membuat story maupun status di media sosial dan membuka kesempatan orang untuk pesan barang atau makanan.

 

Di tahun 2020an menjadi langkah barunya memulai bisnis kuliner berbasis ayam goreng. Ia mengakui bahwa ada banyak kompetitor di segmen ini, namun ia meyakini pilihannya dengan mengembangkan strategi pemasaran, jaringan dan keunikan menu yang ia pasarkan. Dari strategi pemasaran ia memaksimalkan media sosial untuk promosi, menyapa customer, dan mendokumentasikan bisnisnya. Dari jaringan ia melakukan pendekatan personal kepada customer, komunitas dan masuk ke aplikasi online. Sedangkan dari menu, ia memberi highlight ragam topping dan sambal dalam menunya. Dari wirausaha yang Rena lakukan, tidak saja menjadi penghasilan bagi dirinya, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, dimana saat ini ia memiliki dua orang karyawan yang bekerja untuknya. Catatan penting dari Rena untuk para mahasiswa dalam merintis dan mengelola bisnis adalah berani dan melawan kemalasan.

 

 

 

Di kesempatan lain, para mahasiswa juga mengenal tentang Credit Union Angudi Laras yang dipaparkan oleh Dyah Siwi Restuningsih, salah satu pengurusnya. Ia menceritakan bahwa Credit Union Angudi Laras diinisiasi oleh GKJ Klasis Purworejo sebagai sarana untuk Pemberdayaan Ekonomi Jemaat dan Masyarakat. Berawal di 3 Januari 2011 sejumlah 28 orang dengan modal kurang dari 3 juta, saat ini memiliki 1300an anggota dengan aset sekitar 12 milyar rupiah. Dengan motto ‘tuwuh’ (tumbuh), ‘ngrembaka’ (berkembang) dan ‘munpangati’ (bermanfaat), CUAL bertekad bersama membangun hidup yang berkualitas.

 

 

Dengan dialog ini, para mahasiswa akan semakin terbuka wawasan tentang dunia kerja, dan memahami tantangan yang ada apakah menjadi pekerja atau merintis usaha. Khususnya perempuan mahasiswa, interaksi dan dialog ini bisa mendorong dan membuka wawasan, menjadi pembelajar dan konsisten meningkatkan kualitas diri. Sehingga pertanyaan apakah mahasiswa bisa menjadi owner sebuah wirausaha? Ternyata bisa! ***

 


  Bagikan artikel ini

Isna: ‘Bengkes Nai’ Harapan Perempuan Berusaha

pada hari Minggu, 19 Mei 2024
oleh Trustha Rembaka

        

 

 

 

Tinggal di Waerebo yang dikenal sebagai kawasan yang unik dan menjadi tujuan wisata membuka inspirasi Kresensia Risna Efrieno atau Isna, sapaannya, untuk membuat usaha kreatif dengan mempromosikan kaos untuk souvenir atau oleh-oleh. Meskipun berada di Yogyakarta, sebagai aktivis muda ia berinisiatif memproduksi kaos dengan desain-desain yang terinspirasi dari kawasan Flores dan sekitarnya. Isna memproduksi kaos dengan brand Bengkes Nai, yang artinya hati yang berharap. Sesuai brand ciptaannya,  usaha kaos ini diharapkan bisa menjadi bisnis berkelanjutan dan menghadirkan kehidupan yang lebih baik.

 

 

Isna memilih kaos karena kaos merupakan pakaian yang umum dipakai oleh orang-orang segala usia, dari anak-anak sampai orang tua, dan diterima di berbagai daerah. Selain itu kebutuhan kaos bisa dikatakan stabil karena sifatnya yang fleksibel, model yang variatif dan tersedia dalam pilihan harga yang beragam. Bahkan kaos bisa menjadi trend dan menunjukkan gaya hidup. Selain itu pertimbangan menekuni bisnis kaos, antara lain sebagai ruang ekspresi atas kreativitas yang muncul dalam desain kaos, baik itu gambar, font dan tulisan, kombinasi warna, sampai pesan-pesan tertentu. Kaos memiliki segmen pasar yang luas, dan memiliki aneka fungsi seperti untuk fashion, pakaian harian, olahraga, even khusus, souvenir atau oleh-oleh, menyampaikan pesan atau menunjukkan komunitas tertentu. Produksi kaos membutuhkan biaya yang relatif terjangkau, artinya modal yang dikeluarkan menyesuaikan jumlah produksi, bahan kaos, dan jenis pencetakan desain (sablon, bordir atau teknik lainnya). Kaos juga menjanjikan keuntungan karena antara biaya produksi dengan harga jual ada marjin yang cukup sebagai laba, jika bisnis dikelola dengan baik, jeli membidik segmen pasar, cermat dalam strategi pemasaran, dan selalu up-to-date.

 

 

 

 

Proses produksi Bengkes Nai berawal dari brainstorming ide-ide, memformulasikan alternatif desain dan menentukan bahan kaos dan jenis pencetakan. Sebagai langkah awal ia mempromosikan kaos dengan desain Waerebo yang iconic, kaos dengan gambar khas Flores dan kaos kata-kata bijak dari daerah Manggarai, selain kaos dengan desain lain. Salah satu contoh kata-kata bijak dalam kaosnya adalah Neka Hemong Kuni Agu Kalo, yang artinya Jangan Melupakan Tanah Tempat Kelahiran. Pemasaran kaos dilakukan melalui media sosial dan penjualan langsung di kampung halamannya. Salah satu strategi pemasaran yaitu memproduksi kaos dengan jumlah terbatas guna memunculkan rasa bangga konsumen ketika memilikinya. Sampai saat ini kaos-kaos sedang dipasarkan oleh Isna maupun keluarganya di kampung halaman kepada masyarakat setempat dan wisatawan yang datang ke Waerebo.

 

 

 

Bisnis kaos adalah proses belajar, bagaimana memunculkan ide-ide baru, merancang desain yang berkesan dan memasarkan secara kreatif agar produk diterima oleh konsumen. Yang terpenting adalah keberanian seorang perempuan melangkah merintis bisnis itulah yang layak mendapat apresiasi dan dukungan. Tetap melangkah maju dan berkreasi melalui Kaos Bengkes Nai! ***

 


  Bagikan artikel ini

Kampala Principles Mendorong Pembangunan Masyarakat Sipil

pada hari Jumat, 19 April 2024
oleh Stube HEMAT Yogyakarta

Mengikuti Workshop Inklusi Kampala Principles di Indonesia

 

        

Kampala Principles merupakan pedoman bagi kalangan bisnis dan masyarakat sipil untuk mencapai SDGs. Kampala Principles muncul dari pertemuan The Global Partnership for Effective Development Cooperation (GPEDC) di Kampala, Uganda (Maret 2019). GPEDC  sendiri berdiri sejak 2011 di Busan, Korea Selatan, sebagai platform bagi para pemangku kepentingan yang bertujuan meningkatkan efektivitas kerjasama pembangunan dan berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

 

 

Poin pencapaian SDGs ini menjadi concern Stube HEMAT untuk ambil bagian dalam workshop online yang diinisiasi YAKKUM berupa Workshop dan Dialog Inklusi Kampala Principles di Indonesia: Peluang Kolaborasi Pemerintah – Swasta – Organisasi Masyarakat Sipil untuk Efektivitas Pembangunan (Kamis, 18/04/2014). YAKKUM sebagai anggota GPEDC di Indonesia yang mengikuti pelatihan monitoring sejauh mana pemerintah dan pihak swasta melibatkan masyarakat sipil dalam kerjasama pembangunan, seperti yang ditekankan oleh GPEDC dan Kampala Principles sebagai pedomannya, YAKKUM mendapat mandat untuk untuk melaporkan progress di Indonesia paska monitoring tahun lalu.

 

 

Dalam paparannya, Rita Tri Haryani dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM, memaparkan pertemuan untuk mensosialisasikan hasil survey dan konsultasi Kampala Principle Assessment di Indonesia dan menginisiasi dialog inklusif untuk peluang kerjasama kemitraan yang efektif antara Pemerintah, Sektor Swasta dan organisasi masyarakat sipil. Sehingga, diharapkan para pemangku kepentingan mengetahui gap dari pelaksanaan Kampala Principles, khususnya terkait kerjasama antara sektor swasta dengan organisasi masyarakat sipil, dan memperkuat kerjasama kemitraan yang efektif antara pemerintah, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil dalam kerjasama pembangunan.

 

Lanjutnya, Kampala Principles mencakup: 1) kepemilikan negara yang inklusif dengan memperkuat koordinasi, penyelarasan dan pengembangan kapasitas di tingkat negara; 2) hasil dan dampak sesuai target pembangunan berkelanjutan melalu skema yang menguntungkan semua pihak; 3) kerjasama yang inklusif dengan membangun kepercayaan melalui dialog dan konsultasi yang inklusif; 4) tranparansi dan akuntabilitas dengan mengukur dan  menyebarluaskan hasil pembangunan berkelanjutan; 5) tidak seorang pun yang tertinggal, dengan mengidentifikasi, menanggung bersama dan memitigasi risiko bagi seluruh pihak.

 

 

Narasumber berikutnya, Rokhmad Munawir dari YAPPIKA (Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia). YAPPIKA bergerak pada advokasi kebijakan dan perbaikan layanan publik di Indonesia. Dalam paparannya disampikan salah satu programnya, yaitu sekolah aman, dimana pendidikan sebagai hak dasar, sekolah menjadi tempat yang inklusif dan aman, melalui peningkatan kualitas sanitasi sekolah, fasilitas sekolah dan bebas dari kekerasan. Lebih lagi, ia juga mengungkap ragam donor yang berpartisipasi dalam mendukung program kegiatan berasal dari publik, donasi institusi, filantropi, CSR perusahaan dan multifunding.

 

 

 

 

Beta Wicaksono, dari Community Relation Exxon Mobil Cepu Limited, menyampaikan bahwa tambang minyak perusahaan mencakup wilayah Cepu, Tuban dan Bojonegoro, sehingga prioritas dari perusahaan memang untuk pengembangan masyarakat di tiga kawasan itu, selaras dengan rencana pembangunan daerah. Bentuk tanggungjawab sosial perusahaan ada beberapa, di antaranya peningkatan sumber daya manusia melalui pusat pelatihan guru, pelatihan pengrajin anyaman, termasuk kontrol kualitas dari penyedia pasar kerajinan, penyediaan instalasi sanitasi dan biogas, dan renovasi pasar setempat

 

 

Dari pertemuan tersebut muncul gagasan untuk mewujudkan komunikasi lebih intens antar organisasi masyarakat sipil dalam wujud koordinasi dan sharing informasi peluang kerjasama dengan pemerintah maupun pihak swasta, sehingga antar organisasi masyarakat sipil semakid solid dan kehidupan masyarakat meningkat. ***


  Bagikan artikel ini

Kebun Stube HEMAT: Wahana Integrasi Belajar

pada hari Sabtu, 30 Maret 2024
oleh Trustha Rembaka

       

 

Inisiasi kebun dan sanggar belajar di Gunungkidul merupakan salah satu langkah Stube HEMAT Yogyakarta dalam menerapkan teori dan praktek dari program kegiatan yang telah diadakan sebelumnya, meliputi keragaman pangan, pemanfaatan air, pertanian terpadu dan kewirausahaan sosial. Mahasiswa dan siapa pun bisa belajar sambil praktek di tempat ini sesuai dengan topik yang diminati 

 

 

Beberapa wahana belajar yang dibuat antara lain tentang pertanian terpadu, seperti keragaman tanaman pangan dengan menanam tanaman berdasarkan panen yang bisa didapatkan, seperti panen akar berupa singkong dan empon-empon; panen batang seperti tebu; panen daun seperti sawi, bayam, daun singkong, kangkung dan katu; panen bunga seperti bunga pepaya dan kecombrang; panen buah, seperti terong, tomat, cabe, kacang panjang, dan bestru

 

 

 

 

Wahana belajar lainnya adalah kolam terpal untuk memelihara ikan sebagai sumber pangan dan protein, sementara  airnya bisa dimanfaatkan untuk menyiram tanaman. Mengapa menggunakan terpal? Ini menjawab tantangan kondisi tanah di Gunungkidul yang cenderung berkapur dan berporositas tinggi sehingga perlu alat agar air tidak cepat meresap. Tantangan lain dalam aktivitas bertani, misalnya  penyiraman lebih cocok menggunakan penyiraman tetes, karena diperhitungkan lebih hemat tenaga dan efisien kebutuhan airnya dibanding metode kocor dan genangan. Di sini mahasiswa bisa mempelajari ragam teknik penyiraman dan merakit instalasinya, sehingga mereka bisa memilih dan menerapkan sistem yang cocok di tempat mereka tinggal.

 

 

 

Jamur tiram yang dibudidayakan dalam kubung jamur melengkapi keragaman pangan di kebun ini dengan produksi jamur tiram segar. Jamur tiram sendiri dalam 100 gram memiliki kandungan nutrisi antara lain: energi 30 kkal, protein 1,90 g, 0,10 g karbohidrat 5,50, vitamin B1, b2 dan serat pangan (https://nilaigizi.com/gizi/detailproduk/472/nilai-kandungan-gizi-jamur-tiram-segar). Mahasiswa dan siapa pun yang tertarik bisa mendalami budidaya jamur tiram, serta belajar mengolah hasil jamur tiram menjadi jamur crispy, keripik jamur, kaldu jamur dan abon.

 

Sebagai penunjang media belajar di kebun ini, mahasiswa juga bisa mendalami bentuk pemanfaatan air hujan yang diolah melalui instalasi pengolahan air hujan sebagai proses elektrolisis.Tak ketinggalan, beberapa spot untuk camping ground melengkapi kebun Stube HEMAT.

 

Belajar adalah ‘Lifelong learning’ dimana seseorang bisa terus belajar dengan senang hati dan berkelanjutan untuk mengembangkan diri dan itu berlangsung sepanjang usia. Stube HEMAT Yogyakarta hadir sebagai wahana belajar untuk semua.***


  Bagikan artikel ini

Perempuan dan Dunia Kerja

pada hari Senin, 25 Maret 2024
oleh Trustha Rembaka.

Dalam dunia kerja, kaum perempuan menghadapi tantangan yang lebih keras dibandingkan dengan laki-laki karena beberapa situasi seperti: dianggap melakukan pekerjaan dengan kualitas rendah sehingga mendapat upah yang lebih rendah, kesempatan berkembang yang lebih kecil di masa depan, dan beragam situasi lainnya. Beberapa realita ini menjadi pemahaman bagi perempuan untuk melihat gap dalam dunia kerja dan menjadi bekal menghadapi tantangan dunia kerja yang lebih keras. Dengan memakai cara pandang baru, perempuan menjadi kaum pembelajar dengan pikiran terbuka sehingga mereka menjadi lebih berkualitas dan mampu menemukan pekerjaan alternatif berdasarkan hobi dan ketertarikan mereka. Selain itu perempuan juga bisa aktif membuat kegiatan di komunitas mereka.

 

 

Berikut ini beberapa pengalaman dan pendapat dari aktivis perempuan Stube HEMAT Yogyakarta yang bekerja di kampung halaman maupun berbagai daerah lainnya.

Deby Koro Dimu, saat ini ia bekerja sebagai guru di pedalaman Papua, tepatnya di Afu-afu, Teluk Arguni Atas. Kampung ini bisa dicapai dari Kaimana menggunakan speed boat selama empat jam. Ia sendiri berasal dari pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur. Setelah wisuda jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di salah satu kampus di Yogyakarta, ia mendaftar sebagai pengajar di pedalaman dan ditempatkan di Papua Barat.

 

 

Tentang perempuan dan dunia kerja ia mengungkapkan bahwa memang dalam dunia kerja selalu ada perbandingan antara perempuan dan laki-laki, terkadang perempuan menjadi pilihan terakhir untuk mendapat kesempatan yang sama, contohnya menjadi pemimpin, berkaitan dengan perwakilan, dan pengambil keputusan. Ini muncul karena pengaruh budaya dan persepsi masyarakat dimana perempuan dianggap jiwanya lemah, apalagi di daerah pelosok, karena notabene perempuan cenderung menjadi ibu rumah tangga dan minim ruang bekerja formal.

 

 

Ia menemukan pencerahan ketika masuk dunia kerja dan menemukan jati diri bahwa ia mampu untuk menjelajahi dunia yang lebih luas dan menantang dirinya mengelola beberapa situasi sulit secara mandiri yang sebelumnya ia pikir belum mampu menanganinya. Contohnya, ketika ia mendapat ruang bekerja dan mengambil keputusan untuk bekerja di tempat jauh, di Kaimana, Papua Barat. Di tempat ia bekerja, ia menemukan hal-hal berharga, karena saat perempuan mendapat ruang yang sama dengan laki-laki, tidak dipungkiri bahwa sebuah pekerjaan akan lebih inklusif, sehingga perlu memastikan ketika perempuan terlibat, yang bersangkutan harus tetap aman, nyaman dan mampu melakukan.

 

 

 

Susana Sinar, mengungkapkan pengalamannya tentang perempuan dan dunia kerja. Awalnya ia bekerja di salah satu toko souvenir di Labuanbajo. Selama bekerja ia merasa nyaman karena mendapat apresiasi dan tanggapan baik di masyarakat dan lingkungan kerja. Ia bekerja sebagai staff marketing setelah melalui beberapa tahapan seleksi terbuka yang diikuti laki-laki dan perempuan. Dalam perjalanan karirnya, Susana memutuskan untuk berganti profesi. Saat ini ia bekerja di kantor desa Kaju Wangi, Kecamatan Elar, Manggarai Timur. Ia menjadi bagian dari lima perempuan dari empat belas perangkat desa. Menurutnya, hal ini adalah sebuah kemajuan karena perempuan dilibatkan dalam proses pembangunan desa.

 

 

Dari pengalamannya, saat ini tidak ada lagi hambatan bagi perempuan untuk bekerja, ada beragam kesempatan kerja, tinggal bagaimana perempuan mampu mengoptimalkan kemampuannya atau tidak. Selama ia bekerja di perusahaan maupun di pemerintahan, Susana melihat bahwa ketika seseorang punya kemampuan dan keterampilan maka ia pasti diterima, dihargai, dan dipercaya, sehingga ia mengingatkan pentingnya upgrade diri, berani berproses dan berkompetisi.

Mutiara Srikandi, mengungkapkan bahwa persepsi yang berkembang di daerahnya, perempuan itu punya batas; pertama, batas umur menikah; kedua, batas untuk karir. Budaya konvensional yang menempatkan laki-laki adalah pihak yang harus diurus dan dihormati, menjadi penghalang perempuan mengubah persepsinya untuk berusaha lebih maju. Menjadi sebuah ironi kalau perempuan punya karir lebih bagus, ia akan menjadi pihak yang disalahkan, juga seandainya punya pendidikan lebih tinggi, perempuan juga bisa disalahkan karena stigma sosial yang terbentuk kalau perempuan hadir untuk melayani dan mengurus keluarga.

 

 

Menurutnya, idealnya perempuan perlu mendapat ruang untuk bertumbuh, mendapat kepercayaan yang lebih luas dan didengarkan aspirasinya sehingga bisa melakukan suatu hal berbeda dan lebih baik, dan bahkan terobosan baru.

 

 

Mutiara sendiri merupakan seorang aktivis muda yang enerjik, alumnus Desain Interior di salah satu kampus di Yogyakarta dan aktif di Stube HEMAT Yogyakarta saat masih kuliah di Yogyakarta. Saat ini ia tinggal di Bandung dan menjalankan bisnis dengan brand Heloska.id dan merintis kursus bahasa Inggris.

 

Dari beberapa ungkapkan pengalaman perempuan muda di atas, ketika kaum perempuan menemukan kekuatannya untuk berkembang dalam menjawab tantangan pekerjaan, maka ia menjadi pemecah stigma tentang perempuan yang lemah dan terbatas, bahkan perempuan bisa melakukan terobosan melampaui apa yang publik pikirkan. Mari anak muda, khususnya kaum perempuan, berani dan siap menyambut tantangan dunia kerja ke depan. Perempuan pasti bisa.***


  Bagikan artikel ini

Septyn: Saya Memilih Keripik Bayam!

pada hari Senin, 4 Maret 2024
oleh Trustha Rembaka

      

 

“Saya memilih keripik bayam!” Pernyataan di atas diungkapkan oleh Septyn Sihombing saat kuliah di Universitas Teknologi Yogyakarta program studi Sastra Inggris dengan konsentrasi bisnis. Salah satu mata kuliah adalah kewirausahaan. Salah satu tugas dari mata kuliah ini memproduksi sebuah produk dan memasarkannya. Septyn bersama dengan kelompoknya memilih produk dengan bayam sebagai bahan utamanya. Gagasan ini muncul dari kegiatan Stube HEMAT Yogyakarta tentang keanekaragaman pangan, pengolahan pangan dan ide-ide wirausaha. Di kegiatan ini para peserta belajar tidak tidak hanya mengenal potensi pangan di sekitarnya tapi juga mengembangkan kreativitas yang menghasilkan uang.

“Alasan saya memilih keripik bayam sebagai produk snack yang dipromosikan, karena bayam memiliki banyak manfaat terutama untuk kesehatan, familiar di masyarakat dan harga terjangkau. Produk snack ini biasa dikonsumsi oleh berbagai kalangan, jadi snack yang dihasilkan tak hanya enak namun bergizi bagi tubuh,” jelasnya. Ada beberapa jenis bayam yang sering dijumpai di Indonesia, dengan ciri khas masing-masing: 1) Amaranthus viridis, berdaun lebar tapi kecil, batang berwarna hijau dan bunga berwarna hijau kemerahan, bijinya mudah diambil. 2) Amaranthus dubius, berdaun kecil dan tidak panjang berwarna warna hijau dan merah, batangnya memiliki duri kecil di ketiak daun, bunga berwarna hijau. 3). Amaranthus palmeri, memiliki daun berwarna hijau pekat dengan ukuran sedang, batangnya hijau pekat, dan bunga berwarna hijau pekat, namun memiliki nutrisi paling tinggi. 4) Amaranthus hybridus, sebagai silangan bayam merah dan hijau secara alami, berdaun besar berwana hijau dengan bunga menggerombol. 5) Amaranthus cruentus, bayam merah, dengan permukaan daun berwarna merah dan kehijauan di permukaan sebaliknya.

 

 

Keripik bayam bisa menjadi snack alternatif karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu pertama, penikmat snack tidak hanya makan snack tapi juga mendapat gizi dari bayam; kedua, produk keripik bayam ini tidak menggunakan MSG; ketiga, keripik bayam cocok menjadi snack alternatif dengan ukuran kemasan yang pas ketika dibawa jalan-jalan dan disantap setiap saat; dan keempat, keripik bayam memiliki masa kadaluwarsa yang cukup lama sampai beberapa bulan.

Dalam proses produksi, ada tantangan yang dihadapi seperti adonan terlalu encer atau terlalu kering, karena masih mencari takaran yang pas, proses gilas manual menggunakan tangan dengan roll kayu dan cetak adonan menjadi segitiga menggunakan pisau. Jika adonan terlalu keras akan sulit mencapai ketebalan yang pas, dan keripik bayam belum benar-benar matang, sedangkan jika adonan terlalu lembek akan sulit diangkat mudah pecah karena menempel pada alas, sehingga harus mencetak ulang. Selain itu, ukuran api saat menggoreng juga menentukan tingkat kematangan dan warna keripik.

 

 

Produk keripik bayam ini dipasarkan saat ekspo produk mahasiswa yang diadakan di kampus. Konsumen merespon keripik bayam dengan baikMereka tertarik dan antusias saat membeli keripik bayam karena unik terbuat dari bayam, terlebih ada varian rasa yang tersedia, seperti jagung manis dan balado selain rasa asli.

Septyn menekankan bahwa dalam dunia kerja yang perlu diingat adalah mempersiapkan diri sejak dini dengan kepercayaan dirikemampuan dan kreativitas, mengikuti program magang atau kerja paruh waktu yang relevan dengan bidang studi, termasuk membangun jejaring melalui seminar, workshop, atau acara lain yang dapat membantu terhubung dengan orang-orang di bidang yang diminati. Mari anak muda, mulai mengenali kemampuan diri dan membuat terobosan! ***


  Bagikan artikel ini

Ine Riwu: Lebih Baik Membangun Perkerjaan Sendiri!

pada hari Selasa, 13 Februari 2024
oleh Trustha Rembaka.

        

 

“...daripada saya sibuk menantikan pekerjaan, mending saya membangun pekerjaan sendiri.” Pernyataan menarik ini muncul dari Rexine Yeralvany Riwu, seorang fresh graduate yang masih mencari pekerjaan tetap, tapi karena tinggal di Sumba Timur, ada keterbatasan kesempatan kerja yang sesuai dengan latar belakang ilmu dan minat yang ia miliki. Selanjutnya ia berpikir bagaimana memanfaatkan apa yang ia punya dan potensi yang sudah ia kembangkan selama kuliah, antara lain talenta berbahasa Inggris, menang dalam lomba bahasa Inggris, mengikuti pertemuan international dan personal branding yang cukup baik. Setelah sebulan berada di kampung halaman, banyak orang bertanya, "Non, segera buka les bahasa Inggris, kami mau daftarkan anak-anak kami ikut les." Dari sini, ia berpikir, kenapa tidak untuk membangun les bahasa Inggris meski dengan modal terbatas dari tabungan dan memanfaatkan teras rumah.

 

 

 

 

Rexine Yeralvany Riwu, seorang muda dari Waingapu, Sumba Timur, seorang fresh graduate Sarjana Terapan Pariwisata, atau S.Tr.Par. dari Universitas Merdeka, Malang, Jawa Timur. Saat ini ia merintis usaha bisnis crochet atau rajut dan English Course. Meski kuliah di Malang, Ine pernah ikut dalam beberapa kegiatan Stube HEMAT Yogyakarta antara lain Communications Skill, produksi video pendek dan diskusi dengan mahasiswa internasional, dimana ia belajar hal-hal baru bersama Stube HEMAT, membuka jejaring dan membantu meningkatkan kepercayaan diri. Lebih lanjut lagi tentang kursus bahasa Inggris, ia memfokuskan untuk anak anak dan remaja yang mau dan serius belajar bahasa Inggris. Ia pernah menjadi seorang pelajar yang belajar bahasa Inggris secara formal dan mata pelajaran tersebut membuatnya takut, jadi ia ingin peserta tumbuh rasa cinta belajar bahasa inggris dengan metode belajar riang dan menyenangkan.

 

 

Ia memakai nickname kelas kategorial, yaitu, El Rapha, El Nissi, dan El Shaddai. Ternyata ini berkaitan dengan kenangan di Malang dimana ia melayani Sekolah Minggu di salah satu gereja di Malang sebagai Guru Sekolah Minggu. Ini menjadi bekalnya untuk menghadapi anak-anak dalam merintis kursus bahasa Inggris. Ada juga pesan yang selalu ia ingat, yaitu "biarkan anak-anak belajar sesuai kemampuan kepalanya" jadi kelas-kelas bahasa Inggris dengan nickname di Sekolah Minggu saat itu.

 

 

Satu bulan pertama ia belum menemukan kendala yang berarti, ia terbantu dengan kemajuan teknologi dimana bahan ajar dan banyak materi tersedia di internet untuk menunjang aktivitas kursus. Tantangan justru datang dari luar, seperti jadwal les peserta bersamaan dengan jadwal kegiatan lain maupun aktivitas di rumah, sehingga harus pintar membagi waktu. Ia terkejut dengan progres sebulan terakhir, bahkan terheran-heran, karena peserta les yang di awal mengatakan tidak suka bahasa Inggris, tapi ternyata saat ujian tulis dan lisan mereka lancar dan hasilnya baik. Ia bangga karena mereka belajar sungguh-sungguh dan akhirnya menyukai bahasa inggris. Saat materi yang diberikan cukup berat, ia memodifikasi metode belajar, melalui video dan audio, atau lagu dan permainan. Ia juga menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia agar pembelajar bisa memahami lebih cepat.

 

 

 

 

Ine berharap, akan ada banyak anak-anak Sumba bersemangat belajar bahasa Inggris dan bisa. Saat ini Sumba sudah berhasil menarik mata dunia atas potensi pariwisata yang tak kalah dengan wilayah lain di Indonesia. Potensi ini harus diimbangi tersedianya Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Tak kalah penting dukungan orang tua untuk membekali skill untuk anak-anak mereka. Satu impian, ia ingin mewujudkan tempat belajar yang nyaman dan menyenangkan untuk anak-anak, mereka bisa belajar dengan penuh cinta setiap hari. Berbahasa menjadi bisa karena terbiasa. Mari, anak muda, bangun pekerjaanmu sendiri!

 

 

 

 

 

Catatan: Foto-foto koleksi Ine Riwu.


  Bagikan artikel ini

‘Pas Sudah!’ Sambal Olahan Lokal

pada hari Sabtu, 20 Januari 2024
oleh Trustha Rembaka

         

 

Pas Sudah! Ya, ini adalah brand dari sambal pedas yang dirintis oleh Kresensia Risna Efrieno, salah satu aktivis Stube HEMAT Yogyakarta. Ia merintis entrepreneur berbasis kuliner setelah melalui proses panjang, tak hanya bermodal semangat tetapi bekal tentang pangan dan wirausaha yang ia dapatkan dari rangkaian kegiatan di Stube HEMAT Yogyakarta yang diikutinya, antara lain Teknologi Digital, Inisiatif Pangan Lokal, Kewirausahaan Sosial dan Ekonomi Kelautan.

Pilihan menekuni usaha bisnis sambal pedas karena sambal menjadi menu tambahan, bahkan bisa dikatakan sambal sudah menjadi menu wajib bagi para peminat pedas. Selain itu, ia mampu ‘meramu’ racikan bahan-bahan menjadi sambal yang khas, pedas dan membuat orang ketagihan. Dalam pembuatan sambal pedas ini, ia menggunakan bahan-bahan pilihan dari cabe rawit, cabe merah keriting, tomat dan ikan laut. Bahan lainnya adalah bawang merah, bawang putih, lada, garam dan gula.

 

Harus diakui bahwa cabe menjadi bahan pangan yang ‘menantang’ karena cabe menjadi salah satu komoditas pangan yang rentan fluktuasi harga, bahkan harga bisa berubah dalam hitungan hari. Karena itu suplai cabe untuk sambal ini berasal dari petani langsung, sehingga masih fresh petik dan menguntungkan petani. Penggunaan cabe dan tomat fresh petik dari petani menjadi nilai lebih dari produk ini.

 

 

Penyajian Sambal Pedas Pas Sudah! dalam botol kemasan tutup merah dengan netto 150 gram, sehingga praktis untuk dibawa. Produk ini dijual dengan harga Rp 20.000 per botol. Dengan penjualan pre-order dan penjualan langsung, saat ini pemasaran produk Sambal Pedas Pas Sudah! menjangkau Yogyakarta dan sekitarnya dengan beragam konsumen dari mahasiswa, keluarga, profesional muda dan umum, untuk konsumsi sendiri, barang hantaran dan sebagian lagi menjadi oleh-oleh untuk dibawa ke daerah lain.

 

 

Beberapa konsumen Sambal Pedas Pas Sudah! pun memberikan testimoni, seperti “Mantul banget sambelnya, pedas pas, bikin nagih juga, tadi ada juga teman kost yang coba dia suka tapi dia tidak kuat pedas, tapi mau lagi. (Mensiana, mahasiswa di Yogyakarta), “Rasa udah pas di lidah, buat makan cuma pake sambal ini aja dah habisin nasi. makasiihh sukses selalu, GBU” (Santi Ratri, ibu rumah tangga di Sleman), “Untuk sambal Pas Sudah!, secara keseluruhan rasanya sudah pas, pedesnya pas (bersahabat), rasa manisnya juga tidak terlalu dominan, harga murah” (Elisabeth Frida, guru di Palembang), “Pedasnya mantap, langsung kemepyar, manis asin keren, slow di lidah, ikan pindangnya juga nendang, makin komplit nikmatnya.” (Eko Madyo Asih, bidan di Semarang).

 

 

 

 

Ke depannya, Kresensia, sang perintis terus meningkatkan kualitas produk dari bahan-bahan yang terbaik, konsistensi rasa dan penampilan. Ia juga memiliki mimpi Sambal Pedas Pas Sudah! menjadi produk alternatif penikmat sambal pedas dan menjadi oleh-oleh dari Yogyakarta yang dikonsumsi di berbagai kota-kota di Indonesia. Terima kasih Stube HEMAT Yogyakarta, telah menjadi rumah inspirasi mahasiswa.***

 


  Bagikan artikel ini

Sponge Organik Alternatif Pengganti Plastik

pada hari Senin, 15 Januari 2024
oleh Stube HEMAT Yogyakarta

Stube HEMAT & KKN-PPM UGM 2023/2024.          

 

 

 

Kaum ibu menjadi penggerak keluarga, khususnya dalam memilah sampah dan penggunaan barang dan bahan ramah lingkungan. KKN-PPM UGM 2023/2024 wilayah Jaten, Jomblang dan Bolawen mencoba berkontribusi dengan mengenalkan tanaman Luffa aegyptiaca yang dikenal luas oleh masyarakat dengan nama bestru, gambas, atau termemes. Dengan menggandeng lembaga Stube HEMAT (stube-hemat.or.id) yang sudah berkecimpung mengelola dan mengembangkan tanaman ini menjadi organic sponge dengan merek ADE’WASH sebagai pengganti spon cuci plastik, para mahasiswa KKN-PPM UGM 2023/2024 mengadakan sosialisasi dalam pertemuan ibu-ibu PKK, dusun Sendangadi, Mlati-Sleman. Pertemuan berlangsung di Joglo sekolah TK Rumahku Tumbuh, Jomblang (Minggu, 14/01/2024). Dari pertemuan ini diharapkan ibu-ibu bisa menjadi pioneer mengurangi sampah plastik dan memelihara alam.

 

 

 

 

Tanaman Luffa aegyptiaca merupakan tanaman tropis yang tumbuh merambat dan tidak memerlukan perlakuan khusus seperti pemupukan intensif. Tanaman ini bisa tumbuh dan berkembang dengan baik dengan sinar matahari yang cukup, dan tentu saja dengan kecukupan air sebagaimana tanaman pada umumnya. Ariani Narwastujati, S.Pd, S.S., M.Pd, direktur eksekutif Stube HEMAT menyampaikan bahwa sudah bisa memanen buah Luffa dua bulan kemudian. Dalam waktu 6 bulan, tanaman ini berbuah dengan luar biasa, terlebih apabila diberi tempat tumbuh merambat dan bergantung (anjang-anjang). Buah yang dihasilkan bisa mencapai panjang 85 cm dengan diameter 10 cm. Luffa muda bisa dikonsumsi sebagai sayuran kaya serat yang bagus untuk kesehatan, sementara yang tua bisa dimanfaatkan sebagai serat organik untuk sponge cuci piring dan alat dapur lainnya, serta sebagai peralatan mandi pembersih kulit yang membantu kelancaran sirkulasi darah. Enam bulan pertama menjadi masa panen terbaik dengan buah besar dan panjang, selebihnya, buah mengalami pengurangan ukuran, baik panjang dan besarnya, sehingga siap untuk diregenerasi. 

 

 

Ibu-ibu yang hadir mengakui belum ada tanaman ini di wilayah dusun mereka, sehingga mereka antusias untuk menanam. Ada satu ibu yang mengakui bahwa dulu dimasa kecilnya pernah melihat dan memakai buah ini untuk cuci piring, namun dengan berjalannya waktu, tanaman ini sudah tidak ditemui lagi dan berganti dengan sponge plastik untuk cuci piring. Sosialisasi dari para mahasiswa KKN-PPM UGM 2023/2024 ini sangat bermanfaat mengingatkan kembali kearifan lokal yang sebenarnya sudah dimiliki oleh masyarakat dengan memakai sponge cuci organik yang bisa terurai di tanah saat sudah tidak terpakai lagi dan menjadi sampah.

 

 

Pada kesempatan itu para mahasiswa KKN-PPM UGM 2023/2024, sub unit 2 Jomblang menyerahkan 50 pax sponge organik siap pakai, 50 pax benih Luffa, dan 4 polybag tunas Luffa siap tanam. Penyerahan diwakili oleh David Pamerean Budiarto dan diterima oleh Tuti, sesepuh ibu-ibu PKK setempat, mewakili ibu kepala dusun yang berhalangan hadir. Diharapkan pada tiga bulan kedepan, ibu-ibu sudah bisa panen Luffa, membuat produk turunan dari buah tersebut dan bisa mendapatkan income tambahan.

Pertemuan bersama ibu-ibu PKK dusun Jomblang merupakan kesempatan baik dan bermanfaat untuk memberi informasi kepada kelompok perempuan, yang mengikutinya dengan penuh antusias dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pada materi lain yang disampaikan mahasiswa, seperti Pupuk Organik dan Aplikasi Pemantauan Tumbuh Kembang Anak. Perempuan pasti bisa! ***


  Bagikan artikel ini

Berita Web

 2024 (9)
 2023 (38)
 2022 (41)
 2021 (42)
 2020 (49)
 2019 (37)
 2018 (44)
 2017 (48)
 2016 (53)
 2015 (36)
 2014 (47)
 2013 (41)
 2012 (17)
 2011 (15)
 2010 (31)
 2009 (56)
 2008 (32)

Total: 636

Kategori

Semua  

Youtube Channel

Official Facebook